[ π‘»π’‰π’Šπ’“π’•π’š π‘΅π’Šπ’π’† ] - π‘΄π’–π’”π’•π’‚π’’π’Šπ’Ž

Màu nền
Font chα»―
Font size
Chiều cao dòng

β€œπ‘Άπ’π’π’š π’šπ’π’– π’Šπ’ π’Žπ’š 𝒉𝒆𝒂𝒓𝒕, 𝒏𝒐 𝒐𝒏𝒆 𝒄𝒂𝒏 𝒓𝒆𝒑𝒍𝒂𝒄𝒆 π’šπ’π’–β€

αͺ₯αͺ₯αͺ₯

Ryan mencari-cari bondanya.

Bondanya sedang menyiram pokok-pokok bunga yang mekar di luar. Ryan tersenyum melihat bonda yang senang merawat tanaman.

'Rajin bonda menjaga bunga.'

"Bonda."

"Eh, kamu ni! Terkejut bonda. Nak bonda pengsan ya?"

"Hehe.. bonda, kata nak pergi jumpa Ary, jom!"

"Oh! Bonda tak boleh hari ini, Yan. Bonda ada urusan dengan kawan-kawan bonda."

"Alah, bonda... dah janji lah."

"Lain kali ya, Yan?"

"Yan pergi sendiri lah. Boleh?"

"Tak boleh, Yan. Abah dah pesan kan?"

"Kenapa? Ryan bukan budak kecil lagi! Kenapa tak bagi Yan keluar?" Ryan membentak karena semua suka mengurungnya di rumah.

"Ryan..."

"Tak apa. Biar saya temani Tuan, Datin."

Datin memalingkan wajah ke gerangan suara itu dan terkejut melihat sosok tersebut.

"Eh? Bila kamu sampai? Tidak tahu pula kamu sudah di sini?"

"Semalam. Datin dan semua tidak ada di rumah, jadi saya sampai saat tidak ada orang."

"Oh, waktu itu Tan Sri Zain masuk ICU. Ha, Yan. Yan boleh pergi dengan bodyguard ini. Okay?" Kata Datin Liyana pada Ryan.

Ryan melihat bodyguard tersebut. Kenapa dia? Dia sudah ikut aku semalam. Tadi pun dia ikut aku.

"Tak nak. Nak orang lain."

"Ryan, jika tidak, bonda tidak akan memberi izin."

"Oh, Datin. Semalam Tuan Ryan terluka di jari."

Ryan terkejut mendengar bodyguard itu memberitahu kejadian semalam.

"Ha? Luka? Di mana lukanya?"

Datin Liyana segera melihat jari Ryan.

"Eh, bonda... tidak apa-apa lah. Luka sedikit je."

"Macam mana boleh terluka seperti ini yan?"

"Ra... Ryan siapkan diri dulu, bye." Ryan langsung berlari masuk ke rumah. Dia langsung menuju ke kamar dan mengunci pintu.

Dia menggigit bibirnya dan berjalan bolak-balik dengan gelisah.

Dia merobek jari-jarinya sendiri hingga darah kecil keluar.

Dia tersenyum.

Dia menjilati darah tersebut sekilas.

"Ryan."

Tok tok!

Ryan yang sedang termenung tersentak. Dia menoleh ke arah pintu kamarnya.

"Ryan, buka pintu ini. Kenapa dikunci?"

Ryan tersadar dan berjalan ke arah pintu tersebut. Dia membuka kunci dengan perlahan.

"Sudah siap belum?" Tanya bonda.

"Be-"

"Lah, tadi apa yang kamu lakukan? Tidak ganti baju pun. Tidak tahu mahu pakai baju apa ke? Haih..." Bonda langsung masuk dan menolak pintu sliding almari anaknya.

"Takkan tak tahu nak cari baju?" Leter bonda.

Ryan hanya diam, tidak ada riak emosi yang jelas terlihat di wajahnya, menatap tajam wanita di depannya. Pandangannya penuh keinginan untuk melepaskan diri dari belenggu yang menyiksa. Dalam genggamannya, ia mengepal tangannya seperti penumbuk.

"Nah." Bonda memberikan baju, Ryan langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi biasa, tanpa ada tanda-tanda apa yang terjadi sebelumnya.

Datin Liyana memandang anaknya.

"Cepat sedikit, setelah itu kamu pergi ke rumah abang. Bonda sudah memberitahu abang, kamu ingin datang."

Ryan hanya mengangguk singkat, bibirnya menampilkan senyum palsu yang ia ciptakan dengan sempurna.

Bonda langsung menutup pintu dan membiarkan Ryan mengganti pakaian.

Ryan memandang baju yang digenggamnya. Pegangan semakin kuat, seolah menahan kemarahannya.

Tiba-tiba..

"Ugh!"

Ryan merasakan denyutan yang menusuk kepalanya, membuatnya merasa seolah-olah akan pecah. Jantungnya berdegup kencang, dan ia merasakan seolah-olah ada beban yang berat di dadanya.

Setelah beberapa saat, rasa sakit itu mereda. Ryan mengusap air matanya dengan cepat dan melihat tetesan darah di lantai tempat dia terduduk. Dia menyentuh hidungnya dan melihat darah pada jarinya. Darah?

Tanpa ragu, Ryan menuju kamar mandi untuk membersihkan hidungnya yang masih berdarah. Ia merasa sensasi pedih yang menusuk saat air mengalir melalui hidungnya.

Ini sudah kali kedua dia merasa ini.

Dia mengambil baju dan langsung mengganti pakaiannya.

"Ha, kenapa lama sangat?" Soal bonda dari ruang tamu. Lama sekali menunggu Ryan siap di dalam kamar.

"Heheh... maaf, bonda." Ryan tersengih-sengih.

"Dah cepat makan dan kemudian pergi ke rumah abang."

"Okay."

Mustaqim memperhatikan tingkah laku Ryan yang makan dengan sedikit bicara.

αͺ₯αͺ₯αͺ₯

"Ary!"

Ryan langsung masuk dan mendakap Ary, anak buah lelakinya yang comel yang hampir masuk 1 tahun. Nampak wajahnya campuran Melayu-Inggris.

Zaina tersenyum dan menyediakan minuman dan kuih-muih di ruang tamu dekat sahaja dengan anaknya yang sedang bermain dengan pak su nya. Rumah mereka kondominum. Cukup menampung keluarga kecil mereka.

Ryan menggomol pipi tembam Ary, anak buah lelakinya yang comel.

"Nanti dah besar, pasti Ary akan menjadi anak yang tampan. Geramnya," Ryan mencium pipi Ary berulang kali sampai anak itu merasa risih.

"Ek!" Ary menangis.

"Ish... Yan, suka buat Ary menangis." Zaina menggeleng kepala melihat Ryan yang suka membuli anaknya.

Ryan tersenyum,

"Abang mana? Kerja?"

"Ya, dia kerja. Bonda sihat?"

"Sihat alhamdulillah kak."

"Alhamdulillah."

Mustaqim setia duduk di hadapan rumah tanpa masuk ke dalam

"Eh tu.. masuk lah. Takpe biar pintu terbuka," kata kakak iparnya ke arah bodyguard itu.

Ryan memandang lelaki itu masuk ke dalam rumah. Dia sebenarnya tidak suka lelaki ini. Lelaki ini tahu apa yang terjadi semalam. Dan mengapa dia panggil dirinya tuan?

"Yan."

Ryan menoleh ke arah kakak iparnya.

"Akak dengar bapa mertua kamu masuk wad semalam."

Ryan terdiam seketika.

"Ha'ah. Dia tiba-tiba rebah kat rumah bonda."

"Kenapa?"

"Tak tahu. Lepas dia peluk yan. Dia rebah." Ryan tersenyum sedikit sinis membuat Zaina terdiam.

"Erm.. siapa nama bodyguard ni?"

"Hah?"

"Tu.. bodyguard yan tu." Tunjuk Zaina.

"Ouh.. Yan dengar bonda panggil dia Mustaqim."

"Mustaqim.. marilah makan ni jangan malu-malu."

Mustaqim tersenyum lalu mengangguk.

"Segak ya," puji Zaina

"Amboi kak.. lapor kat abang baru tau."

"Ish kamu ni.. akak puji je. Tak pernah akak nampak bodyguard Yan ni kat rumah bonda." Kata Zaina. Bagi dia suami dia lebih kacak berbanding sesiapapun. Dia sentiasa mencintai suaminya sahaja.

"Hm.. dia baru masuk. Tapi.. pelik lah bonda dah kenal lama dia," bisik Ryan.

"Ye ke? Tak tanya bonda?"

Ryan menggeleng.

"Bonda banyak rahsia dari Yan. Yan tak faham lah kenapa nak berahsia dari Yan. Mesti abah pun tahu."

Zaina perasan riak wajah Ryan yang tidak puas hati.

"Ryan cuba lah tanya bonda. Mesti ada sebab. Jangan salah faham dulu," pesan kakak iparnya.

"Hm.. ok."

"Kak."

"Ya?"

"Ryan dah jumpa bulus."

"Ha? Dah jumpa? Mana dia?"

Ryan memandang bodyguard tersebut, Mustaqim keluar dan masuk kembali membawa sangkar kucing.

Kelihatan kucing berbulu putih lebat di dalamnya.

Zaina memerhati lama kucing tersebut, memang betul itu kucing dia. Dia memandang adik iparnya,

"Mana yan jumpa? Lama dia menghilang."

"Erm.. yan tak rasa dia keluar. Yan dengar suara kucing kat belakang rumah jadi Yan tengok. Dia kat situ rupanya," ucap Ryan dengan senyuman tersirat.

"Terima kasih adik kakak. Tak tahu nak cakap apa. Minum ni nanti sejuk pula."

Setelah makan dan minum petang, Ryan berangkat untuk pulang.

"Nak bawa Ary boleh? Culik Ary lah."

"Haip! Marah abang kamu nanti. Nanti ada masa kami pergi ke sana."

Ryan tersenyum terpaksa. Dia tidak tahu apakah dia benar-benar akan menculik Ary nanti.

"Bye, Ary sayang."

Semasa perjalanan pulang ke rumah, dia menyadari sepasang mata yang sentiasa mengamatinya dari cermin pandang belakang. Mustaqim, bodyguardnya, tampak seperti selalu memperhatikannya dengan seksama.

Setelah sampai, Ryan melangkah masuk ke rumah dan berjalan menuju kamarnya dengan langkah lambat. Pikirannya penuh dengan rasa tidak puas dan kegelisahan yang terus-menerus tumbuh di dalam dirinya.

Dia masuk ke kamar dan menutupi pintu. Dia memandangi cermin di dinding kamar dan melihat wajahnya yang terlihat biasa-biasa saja. Tapi dalam dirinya, ada kegelapan yang tak tergambarkan oleh raut wajahnya.

"Semua orang menghalangi apa yang aku inginkan," gumam Ryan dengan suara serak. "Tapi aku tak akan membiarkan mereka."

Sebelah bibirnya menyungging ke atas,
























'Aku, Kytor.'

-
-
-
-
-
-
-

Please vote and comment. Thank you 🌹

BαΊ‘n Δ‘ang đọc truyện trΓͺn: Truyen2U.Pro