15: Racuni!

Mร u nแปn
Font chแปฏ
Font size
Chiแปu cao dรฒng

Mari kita beristirahat sejenak dan nikmati part ini dengan santai๐ŸŽŽ

***

(Y/n) POV

Tok! Tok! Tok!

Sialan bin kampret, aku baru saja berusaha untuk tidur tetapi sudah ada yang mengetuk kamar ku. Aku mendengkus lalu membuka kedua mata ku dengan paksa.

"APA?!" tanya ku dengan suara yang keras. Aku. Tengah. Malas. Beranjak. Dari. Kasur ku!

"Di luar ada teman mu, Nee-chan!"

Suara Konohamaru terdengar melengking. Aku menghela nafas dan sesaat langsung bangkit dari posisi tidur ku. Aku menatap pintu dengan malas dan langsung menghajar angin dengan brutal.

Kenapa? Kenapa ketika aku sudah kembali ke Konoha aku tidak bisa mendapatkan waktu istirahat? Sudah dua hari sejak kepulangan ku dan di hari pertama, nenek berdada besar itu langsung memberikan ku misi dan aku baru saja pulang dari misi tersebut beberapa puluh menit yang lalu.

Arrggh sial. Setelah selesai melampiaskan kekesalan ku pada angin yang tak bersalah, aku berjalan ke arah pintu dan membukanya dengan paksa.

"Apa?!" aku bertanya ketus hingga membuat Konohamaru terlonjak mundur.

"Dih, kau itu galak sekali, nee-chan." Setelah itu Konohamaru berlalu pergi ketika tau kalau aku ingin menjitak nya.

Aku menghela nafas kemudian menyandarkan punggungku pada daun pintu. Izinkan aku melebay dulu.

"Yang aku inginkan hanya istirahat sejenak. Tetapi kenapa sangat susah sih? Jika tau seperti ini, aku akan berlama-lama di Lembah Sungai Bitoku saja." Aku merengek tidak jelas. Bahkan di dalam hati aku mengumpat segala kalimat kasar yang tak pantas untuk dilontarkan.

Terakhir, aku menghela nafas lagi dan berjalan menuruni setiap anak tangga dengan malas. Bahkan baju kaos merah maroon yang ku kenakan pun terlihat lusuh karena kemalasan ku dalam berjalan.

Saat tiba di ruang tamu, aku melihat Hinata dan Sakura. Mereka berbincang-bincang ringan hingga tidak menyadari kehadiran ku.

"Ada apa?" tanya ku sembari menguap diakhir kalimat.

Hinata dan Sakura menoleh ke arah ku dan ku lihat Sakura langsung beranjak dan merangkul ku.

"Hei, hari ini aku dan Hinata berencana untuk jalan-jalan. Apa kau mau ikut?"

Di dalam hati aku terkekeh miris. Izinkan aku mengumpat kalimat kasar 'lagi'.

"Ku kira penting, ternyata tidak," ucap ku sembari mendudukkan diru ku di sofa dengan malas.

"Seperti nya, (Y/n)-chan kelihatan lelah," ujar Hinata. Ah, nada bicaranya sangat lembut.

Aku terkekeh kemudian memejamkan mataku. "Akhirnya Hinata peka tetapi Naruto si payah itu tidak," celetuk ku.

Masa bodoh dengan Hinata yang merona.

Setelah itu ku dengar Sakura tertawa kecil dan beralih duduk di posisi awalnya. "Jadi, kau mau ikut atau tidak?" Sakura bertanya lagi.

Kemudian aku beralih membuka mataku dan mengusap wajah ku. "Tidak, aku ingin tidur saja," tolak ku, malas.

"Yah, padahal aku dan Hinata-chan ingin membeli aksesoris pengeluaran terbaru. Di sana banyak sekali aksesoris yang berkilap dan terlihat cantik."

"Ya sudah! Tunggu aku berganti pakaian!"

Aku bergegas masuk ke kamar ketika telinga ku mendengar kata aksesoris. Sial, hobi kecil ku dulu kembali meronta-ronta. Aku memang sudah jarang mengumpulkan aksesoris, tetapi tetap saja rasa ketertarikan itu tetap ada meski sudah berlalu lama.

Omong-omong, tentang fakta yang Orochimaru katakan pada ku tempo lalu, aku sudah mulai bisa menerimanya dengan baik dan aku tidak akan balas dendam. Karena itu, hanya akan membuat semua usaha kedua orang tua ku sia-sia dalam melindungi desa ini.

Setelah selesai berganti pakaian, aku menatap pantulan diri ku di cermin. Rompi lengan panjang, sarung tangan pendek, serta celana hitam dan ikat kepala Konoha yang selalu aku kalung kan di leher ku. Kemudian aku bergegas keluar dan tiba-tiba tubuh ku terasa segar ketika Sakura kembali menyinggung kata Aksesoris.

***

Sakura sialan! Apa nya berburu aksesoris, yang ada kami malah mampir ke beberapa kedai makanan dan perawatan wajah. Aku menguap ketika menatap deretan makanan yang tidak menarik bagi ku.

"Kau ingin makan apa, (Y/n)?" tanya Sakura.

Aku mendongak dan beralih menatap Sakura. "Aku ingin memakan mu sampai mampus."

Dia terkekeh lalu memeluk ku dan mengucapkan kalimat maaf berkali-kali dengan kekehannya yang menyebalkan.

"Lepaskan pelukan mu, Sakura. Kita di tonton orang banyak."

Setelah Sakura melepaskan pelukannya kami bertiga beralih memesan makanan dan setelah itu memutuskan untuk duduk di kursi yang kosong.

"Ah, akhirnya kita bisa kumpul-kumpul lagi meski tanpa Ino dan Tenten," ucap Sakura kembali membuka pembicaraan.

"Memangnya Ino-chan kemana?" tanya Hinata.

"Dia pasti sedang menjalankan misi bersama paman ku, Shikamaru, dan Chouji," sela ku malas.

Sial, aku langsung mengantuk. Di tambah kedai ini malah memasang lagu yang sangat klasik sehingga mata ku tambah terasa berat.

"Bagaimana dengan latihan mu waktu itu, (Y/n)?"

Pertanyaan Sakura membuat aku berdecak. Hari ini Sakura banyak bertanya. "Cukup melelahkan."

Jawaban ku tadi malah mengingatkan ku dengan Hana-sensei. Sudah lama aku tidak bertemunya. Terakhir bertemu mu beberapa bulan yang lalu. Sekarang, Hana-sensei lebih aktif mengurus klan nya dan ku dengar pun, Hana-sensei akan segera menikah.

"Ku dengar, di tim Kakashi-sensei ada anggota baru ya?" tanya ku.

Tiba-tiba aku teringat dengan pembicaraan ku bersama, Tsunade-sama, Sakura, dan Shizune-san sehari sebelum aku pergi latihan.

Saat Sakura hendak menjawab, pesanan yang kami pesan tadi tiba dan membuat perkataan Sakura terhenti. Setelah pelayan itu pergi, aku memberi Sakura kode untuk melanjutkan perkataannya.

Sakura berdehem. "Ya, kau benar dan dia sudah mulai beradaptasi dengan tim barunya," jawab Sakura.

"Perempuan atau laki-laki?" tanya ku.

"Laki-laki."

"Tampan atau tidak?"

"Dia mirip dengan Sasuke-kun."

"Humoris atau dingin?"

"Dia ... terlihat polos dan naif."

Baiklah, dia tidak bisa menjadi tipe ku. Aku menghela nafas sejenak dan langsung memutuskan untuk kembali memakan pesanan ku.

***

Kini aku, Sakura, dan Hinata kembali berjalan beriringan di jalanan desa. Entah kemana mereka berdua akan membawa ku. Katanya, mereka berdua ingin ke kantor Hokage untuk melaporkan beberapa misi yang belum sempat mereka laporkan kemarin.

Aku hanya bisa pasrah dan menghela nafas dengan berat.

"SAKURA-CHAN! HINATA-CHAN! OI (Y/N)!"

Jangan tanya itu siapa. Sudah pasti itu Naruto. Dia memanggil nama Sakura dan Hinata dengan suffix -Chan- sementara aku tidak. Dimana keadilan sosial itu?

Lantas aku, Sakura, dan Hinata berbalik. Aku sedikit terkejut saat melihat Naruto berjalan beriringan dengan seorang pria yang sebaya dengannya. Tubuhnya terlihat pucat seperti mayat hidup dan dia memang mirip seperti Sasuke. Auranya sama-sama dingin.

Sebentar, jangan-jangan orang ini adalah anggota tim baru di tim Kakashi.

"Hai Naruto," sapa Sakura.

Naruto menyengir lalu menggaruk kepala bagian belakangnya. "Kalian mau kemana memang nya?" tanya Naruto.

"Ke jurang untuk mendorong mu," jawab ku asal dengan wajah datar yang aku buat-buat.

Naruto berdesis. "Tidak kau, tidak Sai, kalian sama-sama bermulut tajam!"

Aku terkekeh kemudian berbalik dan memutuskan untuk berjalan lebih dahulu. Lalu, Sakura, Hinata, Naruto, dan Sai ternyata mengikuti ku. Mereka berjalan beriringan dengan ku.

"Kalian ingin kemana hei?" tanya Naruto.

"Ke kantor Hokage," jawab Sakura.

Setelah itu kami sampai di depan kantor Hokage. Tetapi aku tidak memutuskan untuk masuk, melainkan memutuskan untuk duduk di bangku jalanan yang ada di depan kantor Hokage. Ah, aku jadi teringat dengan hari pertama saat tim ku menjalankan misi.

Saat itu, Hana-sensei datang terlambat dan dia sangat pelupa. Bahkan ku jamin, saat ini dia pasti lupa siapa nama ku.

"Kau tidak ikut masuk?" tanya Naruto.

Aku bergeleng lalu menyandarkan punggungku pada sandaran bangku semen yang aku duduki. "Tidak, aku menunggu di sini saja," jawab ku sembari memejamkan mataku.

Setelah itu, suana menjadi sunyi. Pasti mereka semua sudah pergi.

"Kau adalah cucu dari Hokage ketiga dan anak dari mantan ketua Anbu yang terkenal."

Aku terlonjak kaget saat mendengar Sai bersuara. Aku membuka mataku dan mengelus dada ku. "Kau mengangetkan ku, sialan!" umpat ku.

Sai hanya tersenyum hingga matanya menyipit. "Tidak perlu menunjukkan senyuman palsu mu pada ku."

Tanpa harus berteori pun aku tau kalau senyuman yang Sai tunjukkan pada ku itu hanya senyuman palsu. Senyuman seperti itu sudah terlalu banyak di gambarkan di buku karangan Jiraiya-sama yang terhormat.

Dia terkekeh, lalu bibirnya yang melengkung ke atas kini beralih melengkung ke bawah. "Kau adalah salah-satu ninja berbakat yang Konoha miliki. Bahkan paman mu juga merupakan ketua 12 Ninja Penjaga."

Kening ku berkerut. "Dari mana kau tau itu semua?" Aneh saja menurut ku.

Secara, Sai ini lelaki dan setahu ku, lelaki sepertinya jarang membicarakan hal yang berbau wanita.

Lalu ku lihat Sai tersenyum hingga matanya menyipit. Lagi dan lagi itu senyuman palsu. Kemudian ku lihat dia mengeluarkan sebuah buku dan menunjukkan salah satu halaman yang barusan saja ia tandai.

"Aku membaca semuanya di sini." Dia menunjukkan sebuah buku pada ku.

Langsung saja aku mengambil ahli buku itu dan melihat judul sampulnya. "Daftar ninja berbakat desa Konoha." Aku membaca deretan kata lalu melirik Sai dan mengembalikan buku itu kepadanya.

"Kenapa kau tertarik membaca buku seperti itu? Sementara, masih banyak buku yang lebih menarik," cetus ku malas.

Sai terkekeh kemudian menutup kembali bukunya itu dan menyimpannya kembali. "Aku hanya sedang berusaha mengenali lingkungan baru ku. Dan aku juga sedang berusaha mencari siapa jati diri ku."

Aku menoleh lalu tersenyum kepadanya. "Jati diri itu diciptakan, bukan dicari," ralat ku.

Setelah itu kami terdiam. Jika dilihat-lihat, dia memang mirip dengan Sasuke. Tetapi tetap saja akan berbeda rasanya. Sasuke dingin, dan Sai terkesan polos dan naif.

Namun, sedetik kemudian aku langsung merangkulnya dan melirik ke sekitar. Syukurlah, tempat ini terlihat sepi. "Kau ... apa kau suka membaca buku?" tanya ku.

"Ya, belakangan ini, aku hobi membaca," jawabannya.

"Kau suka membaca buku novel?" Aku bertanya lagi.

Dia tersenyum. "Ya, aku sangat suka buku beralur."

Setelah itu aku melepaskan rangkulan ku dan kembali menatap kesekitar. Memastikan tidak ada yang akan melihat apa yang aku dan Sai lakukan.

Setelah itu aku merogoh tas kecil ninja ku yang terkalung di pinggang ku. Tak lama, sebuah buku novel bersampul hijau ku tunjukkan kepada Sai.

"Ku saran kan kau membaca novel karangan Jiraiya-sama. Di jamin, kau akan tertarik dan ketagihan!" ucap ku semangat dan mengambil tangan Sai serta memaksanya untuk menerima buku Icha-Icha Paradise yang selalu tersimpan di dalam tas ninja kecil ku. Berhubung aku sudah selesai membaca cerita novel itu, jadi tidak masalah jika aku berbagi dengan Sai.

Kening Sai terlihat berkerut lalu ia menatap ku bingung. "Ini buku apa? Kenapa ada tanda larangan untuk anak kecil dan remaja?" tanyanya.

Aku terkekeh kemudian berdiri dari duduk ku. Sesaat aku tersenyum miring, mungkin meracuni pikiran Sai tidak ada salahnya. "Itu buku dengan alur cerita yang wow, panas, dan menarik untuk dijelajahi," jelas ku.

Setelah itu aku berbalik. "Ya sudah aku pulang dulu, sampaikan salam ku pada Hinata, Sakura, dan Naruto ya!" ucap ku sembari melangkah pergi.

***

Wah, Sai akan segera tidak polos lagi. Hm naiz sekali(โ€ขฬ€แด—โ€ขฬ)ูˆ. Untuk part ini emang terkesan santai karena part sebelumnya emang bikin pikiran saya terkuras๐Ÿ’†.

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen2U.Pro