∆44/¶

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Melihat Hanbin yang lebih nyaman bergandengan dengan cewek lain membuat Hayi cemburu, jujur saja. Matanya panas ingin menangis, tapi ia terlalu enggan terlihat lemah di hadapan orang lain.

Hari ini sudah seminggu sejak kejadian itu. Hayi banyak menghindari percakapan dengan orang lain. Beberapa orang dihindarinya, termasuk Jaewon sendiri. Bahkan di saat berkali-kali cowok itu mencoba masuk lagi ke dalam hatinya yang kini sedang terluka.

"Mau apa?" Hayi menyapa Jaewon yang pagi itu sudah di rumahnya ketika perkuliahan sedang libur. Hayi agak bosan melihat cowok itu datang ke rumahnya beberapa kali.

"Disuruh Papa kamu bantu bikin taman belakang," Jaewon menjawab sambil meringis kecil. Cowok itu nggak bohong kok. Papa Hayi memang menyuruhnya datang.

"Papa di belakang," ucap Hayi dengan nada malas.

Tapi sebelum cewek itu beranjak dari pintu, Jaewon menghentikannya. Hayi bingung kenapa Jaewon mencegatnya masuk ke dalam.

"Apa lagi?" Hayi bertanya sambil menghela napas lelah.

"Bisa nggak kalau kamu nggak kayak gini?" Jaewon memelas. "Aku nggak bisa liat kamu sedih terus, Hay. Mending kamu bilang sama aku siapa yang bikin kamu kayak gini, biar aku hajar dia, aku seret dia ke sini, aku suruh dia minta maaf ke kamu."

Hayi diam mendengarkan Jaewon mengoceh panjang. Hayi tersenyum kemudian sambil melepas tangan Jaewon.

"Makasih, Jae," ucap Hayi tulus. "Kamu nggak perlu bikin dia minta maaf kok. Kalau dia punya kesadaran, dia pasti nyamperin aku dan ngejelasin semuanya. Kamu, aku minta maaf untuk segala hal yang nggak bisa aku sanggupin. Aku bahagia bareng kamu selama ini, aku merasa nggak ada hal yang nggak mungkin bisa dilakuin sama kamu. Tapi Jae, aku minta maaf. Hati aku udah nggak di kamu lagi. Rasa nyaman yang kamu bangun aku hargai sebagai tanda pertemanan kita. Aku harap kamu bisa ngerti ya. I'm not the girl who will make your story will happen ending."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro