6. Katanya Sandiwara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lampu lalu lintas berganti, Anggara menginjak pedal gas bersama senandung lirih. Treasure milik Bruno Mars sedang menggema. Malam ini untuk pertama kalinya ia menghadiri pertemuan tak penting yang disebut Season to Remember. Tempat anak-anak konglomerat dan Taipan berhura-hura. Ia menghabiskan kurang lebih dua jam untuk memeriksa pergerakan saham selama menunggu Anyelir Cokroatmojo bersolek. Mereka sepakat menghadiri acara tersebut untuk memastikan rumor-rumor yang beredar tentang mereka berdua sudah sampai mana.

"Acaranya pindah-pindah kota tiap bulan, Nye?" tanya Anggara.

"Iya, tapi baru kali ini nih di Bali."

"Mungkin karena sepupu kamu sama foto panas kita kali."

Anyelir menoleh, mulutnya menganga. "Hah? Foto panas apa sih? Nggak ngerti lagi aku sama tukang gosip." Ia menggerutu seraya menyelipkan helai rambut.

Anggara tertawa lepas. "Coba buka sosmed dong."

"Malas. Lagi kamu mau-mau aja mantengin lambe turah." Sikunya menempel pada kaca, menjadi tumpuan pipinya.

"Aku disuruh mantau rumor jelekku udah masuk ke situ atau belum."

"Rumor apa? Kayaknya nama kamu nggak pernah jadi bahan gosip."

"Kamu 'kan sibuk cari korban, Nye."

Kedua alis Anyelir terangkat. Ia memindai Anggara yang hari ini mengenakan kemeja navy serta jas hitam. "Terus kamu sendiri?" Ia mengulas senyum penuh ejekan.

"Aku sibuk belajar di Amsterdam, sibuk mantau perusahaan. Sibuk cari teman ngopi, kadang-kadang."

"Teman ngopi." Anyelir mengeja kalimat tersebut sembari menggunakan tangannya untuk membuat tanda kutip. "Oke."

"Kamu lucu sih, Nye."

Anyelir terdiam cukup lama begitu laki-laki itu menyentuh puncak kepalanya. Hanya menyentuh, sama sekali bukan hal spesial. Namun, rasanya aneh. Sekian laki-laki yang datang silih berganti, mereka tak pernah melakukan hal semacam itu. Lamunan Anyelir berhasil menyingkirkan waktu, tiba-tiba saja mereka berada di parkiran sebuah hotel bintang lima.

"Di dalam nanti jangan bar-bar ya, Cantik." Anggara membukakan pintu untuknya.

"Kamu juga jangan rese, Anggara."

Uluran tangan Anggara membuatnya terdiam lagi. Laki-laki itu bukan orang pertama yang mengulurkan tangan setelah membukakan pintu mobil. Pasti ada yang salah dengan otaknya. Anyelir menyambut uluran Anggara seraya berdeham kecil.

"Kok berhenti? Heels kamu nggak nyaman?" Anggara melirik kaki Anyelir. Setitik kekhawatiran berpendar di matanya.

"Nggak apa-apa kok."

Anyelir memandang sekilas tautan jemari mereka, lalu berjalan lagi di sisi laki-laki itu. Sesekali ia melirik Anggara selama menaiki anak tangga menuju lobi. Apa bedanya Anggara Hadiarsa Pranadipa dengan laki-laki lain? Tidak ada. Ia harus berurusan dengan Anggara demi kelangsungan bisnis keluarga. Ya, cukup sampai di situ.

Kalo sayang sama Anggara, jangan lupa tekan bintang ya Cantik ;) biar receh ini trending topik gitu kan asik ;)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro