#2. The Miracle in the Christmas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jantungku meledak-ledak. Lelehan salju yang membasahi pakaian tidak lagi kuhiraukan. Dinginnya malam Desember seketika lenyap, tatkala kulihat dia tersenyum sambil mengatakan, "Merry Christmas!"

Sebungkus permen cokelat diberikannya padaku. Dia terlihat menggemaskan dengan topi putih bersimbol pasukan palang merah yang menutupi sebagian rambut pirangnya.

Malam itu menjadi saat pertama kami bertemu. Hanya dalam waktu singkat, pertemuan itu mampu mengubah sudut pandangku terhadap jajaran pasukan Inggris yang sudah hampir setahun ini menjadi musuhku.

Seolah keajaiban turun di malam Natal yang penuh berkat dan kebahagiaan. Sungguh, aku mampu merasakan indahnya jatuh cinta, walaupun sedang berada di tempat yang dipenuhi oleh bubuk mesiu dan deretan senjata.

Terpintas secercah harap di dalam benak, ketika kami tengah menghabiskan malam sambil berbincang ringan di dekat parit pertahanan. Aku berpikir, mungkin saja suatu saat nanti aku bisa dengan tenang menggandeng tangannya tanpa dicurigai. Kemudian mengungkapkan janji suci akan cinta sehidup semati. Hingga akhirnya dapat melihatnya hidup sebagai ibu dari anak-anakku nanti.

"Maaf," ucapnya di tengah perbincangan kami, "tapi aku sudah memiliki tunangan. Dia seorang tentara Inggris yang saat ini juga bertugas di garis depan."

"Tapi, kalian baru menjadi tunangan, belum memiliki ikatan pernikahan." Entah mengapa aku merasa tidak menyukai pengakuannya.

"Kami akan segera menikah saat peperangan ini berakhir," balasnya.

"Memangnya, kapan perang ini akan berakhir?"

Seketika aku tersadar bahwa perang belum berakhir. Kedamaian yang tercipta antara pasukan Inggris dan Jerman yang sudah berbulan-bulan berperang di front barat saat ini, tidak lebih hanya untuk menghormati datangnya malam Natal. Status antara diriku dan dia masihlah sebagai musuh. Dia bisa membunuhku kapanpun dia mau, tanpa khawatir terjerat hukum yang berlaku seperti di kehidupan normal. Begitu pula denganku.

Cinta, kau benar-benar datang kala aku sudah nyaris putus asa di dalam lembapnya parit-parit pertahanan. Dalam satu malam, kau memberiku kesempatan untuk berbahagia dan kembali memikirkan harapan. Namun, ternyata kau hanya mempermainkanku.

Ah, perang, aku menggunakannya sebagai pelampiasan. Sebab, andaikata perang tidak terjadi saat ini, tetap saja aku tidak bisa melakukan apa-apa karena dia sudah memiliki tunangan.

Cinta, kenapa kau harus datang di saat yang salah dan pada orang yang salah?
[]

Karanganyar, 22 April 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro