Chapter 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Flashback On...

Seorang gadis tomboi tengah bermain-main di ruang musik lantai tiga. Ia cukup menguasai alat musik berupa drum dan gitar.

Alunan musik begitu menyentuh hati. Gadis tomboi memainkan setiap nada dengan rasa atau disebut mendalami lagu.

Prok!

Prok!

Suara tepuk tangan diakhiri dengan lantunan bait terakhir lagu. Gadis tomboi itu menolehkan kepala ke arah pintu masuk ruang musik. Ia memang sedang menunggu seseorang tersebut.

"Kau selalu memainkan lagu dengan hebat ... Mila," puji seorang pemuda tampan. Kacamata hitam terbingkai rapi menutupi keindahan iris mata berwarna hijau.

"Hahaha ... pujilah aku," balas Mila membusungkan dada ke depan. Ia menirukan gaya orang sombong.

Pemuda itu terkekeh. Ia melangkah maju mendekati Mila. Aroma khas permen tercium menelusuri organ hidung miliknya.

"Kamu semakin terlihat cantik," ucap pemuda itu membelai lembut pipi Mila.

Mila memejamkan mata, merasakan sensasi jari-jari pemuda itu membelai pipinya. Ia sangat menyukai apapun yang dilakukannya. Seolah-olah mengenang masa lalu, tepatnya satu tahun di sekolah ini.

Tanpa disadari air mata jatuh perlahan. Tiba-tiba ia merasa hampa. Di buka kedua mata dan tidak terlihat seseorangpun di depannya.

"Ternyata itu hanyalah sebuah ilusi," gumam Mila lirih.

Mila menghapus jejak air mata kasar. Kejadian itu sudah setahun yang lalu, dirinya harus melupakannya. Namun, hati tak bisa berbohong bahwa ia selalu mengenangnya sampai ajal menjemput pemuda itu tepat di depan matanya.

"Bayu-senpai."

Air mata kembali lolos. Mila menghapus kembali air matanya. Ia tak boleh menjadi sosok gadis yang lemah.

Drrtt!!!

Ponsel merah Mila bergetar. Ada satu buah notifikasi dari nomor tak dikenal. Awalnya Mila ragu, tetapi ia juga penasaran dengan isi pesan tersebut.

From : 081xxxxxxxxx

'Selamat menikmati akhir-akhir hayatmu ... Mila. 😊'

Degh!

Degh!

Perasaan tak karuan membuat Mila panik. Ia bergerak cepat keluar dari ruang musik sampai tak sengaja menjatuhkan sebuah gitar. Ia tidak peduli, keselamatan merupakan prioritas utamanya.

"Tidak!

Aku tidak ingin mati!

Aku tak mau membuat Bayu-senpai sedih melihatmu mati!"

Berbagai ucapan keluar dari bibir Mila. Sampailah ia di depan toilet guru. Ia merasa tempat itu aman untuk bersembunyi.

Mila melihat sebuah vas bunga yang berisi setangkai bunga Amarillys di depan westafel. Ia mundur perlahan hingga menubruk pintu bilik toilet. Aroma bunga yang terkenal sebagai 'Tanda Kematian' menyeruak tercium memasuki lubang hidung.

Drrtt!!

Ponsel Mila kembali berdering. Mila melemparkan ponsel tepat di depan cermin. Serpihan kaca mengenai wajah dan seragam merahnya.

"Awh!"

Rasa sakit menjalar ke kulit wajah. Ponsel Mila berdering kembali dan tanpa sengaja ia menyentuhnya. Sebuah pesan muncul dan ... kesadaran Mila hilang. Tubuhnya terasa amat kaku. Kedua iris mata memutih membuat pandangan menjadi kosong.

Mila menyalakan keran air di depannya. Ia mengambil serpihan kaca berukuran besar dan setangkai bunga Amarillys. Ia gengam erat hingga tangannya berdarah. Ia berjalan menuju sudut toilet. Ia mengambil posisi duduk bersandar.

Darah menetes meninggalkan jejak di lantai. Mila tersenyum pilu. Ia mengarahkan serpihan kaca, menggores pipi kanan menggunakan benda tersebut. Luka lebar mulai nampak terlihat dengan darah yang mengalir.

Dan pertunjukkan terakhir, Mila tersadar apa yang telah dibuat. Mila menancapkan serpihan kaca tepat di tengah dahi hingga menembus tulang.

Darah mengucur deras sampai ke lantai, lalu tercampur dengan air yang mengalir membasahi lantai. Pandangan Mila menjadi buram. Ia sempat melihat sosok bayangan pemuda bernama Bayu.

"Mungkin ... kita akan bertemu kembali di alam berbeda."

Mila menghembuskan napas terakhir. Dan ia pun tewas di tempat. Bunga Amarillys masih berada di genggaman. Sebuah pesan masuk yang bertuliskan ....

'Selamat tinggal ... Mila 😊.'

Flashback Off....

🌺🌺🌺🌺🌺

Lav dan Eris berjalan beriringan melewati lorong-lorong lantai empat. Keduanya mulai berlari menuju ke salah satu ruangan di sana.

"Eris-nii! Lebih cepat sedikit larinya!" seru Lav.

Gadis bertubuh kecil melirik kecil ke arah belakang. Rambut biru pucat berkibar mengikuti gerakannya. Lav, merupakan seorang seorang pelari tercepat di sekolah. Ia pernah mendapatkan juara satu di acara festival musim panas yang diadakan sekolah.

"Lav-chan ... kamu membuat Onii-chan harus berusaha keras," keluh Eris masih berlari. Keringat sudah membanjiri seragam dan wajahnya, apalagi di tambah jaket masih terpakai.

Eris menyeka keringat di muka. "Oh tidak! Wajahku tidak tampan lagi!"

Lav telah sampai di lokasi. Ia tersenyum penuh kemenangan. Ia sudah menanti-nantikan hadiah yang sudah dijanjikan oleh Onii-chan tampannya. Berbagai macam bunga dan warna merah muda berkilauan di belakang Lav, mirip efek anime muncul saat seorang gadis jatuh cinta.

"Oh tidak! Rambutku jadi lepek!" gerutu Eris sudah tak berlari. Ia pasrah melihat penampilannya yang tidak sempurna lagi. Ia menatap Lav kesal, ingin rasanya menjitak kepala gadis bertubuh kecil itu.

"Aku tunggu hadiah darimu!"

Lav melompat-lompat kecil bagai kelinci. Dan karena terlalu senang, bibirnya sukses mencium ganggang pintu.

"Hahaha ... bibirmu sudah mirip bebek," ledek Eris tertawa kencang. Ia sampai memegangi perutnya tak tahan melihat kekonyolan Lav.

"Puas! Rasakan ini!"

Bugh!!

Lav memukul kencang perut Eris. Eris yang tak siap hingga terjatuh ke lantai. Bibirnya mencium keramik lorong lantai empat. Lav mencolek hidung dan bergaya seperti jagoan.

🌺🌺🌺🌺🌺

Key, Yuma serta Elin telah tiba di depan pintu perpustakaan sekolah di lantai tiga. Key membuka gagang pintu.

Pemandangan pertama kali yang mereka lihat adalah berantakan. Buku-buku berserakan di lantai, meja dan kursi. Lembaran kertas beterbaran dari rak buku.

"Apa yang terjadi?!" geram Elin.

"Keterlaluan!" seru Yuma

Perpustakaan adalah tempat tinggal kedua bagi Elin, Yuma serta anggota klub pustakawan. Key mengerti bagaimana perasaan mereka.

Yuma berjalan cepat ke arah rak-rak buku di bagian kanan. Ia khawatir dengan keadaan ruang klub pustakawan. Di sana ada sebuah ruangan kecil.

"Aku memiliki perasaan tidak enak," ucap Key.

Elin melirik tajam ke arah Key. Ia merasa kalau gadis di sebelahnya itu adalah dalang utama di ruangan ini.

"Apa yang kau lihat?" tanya Key polos.

"Tidak!" jawab Elin ketus. Ia mengalihkan pandangan ke depan, di mana Yuma akan membuka pintu ruangan kecil tersebut.

Krekk!!

Pintu terbuka. Bau anyir dan serbuk bunga Amarillys menyambut kedatangannya mereka. Yuma mundur perlahan. Kedua iris matanya melebar sempurna.

Elin penasaran. Ia maju selangkah dan hal terjadi padanya. Ia reflek menutup mulutnya. Dirinya tak bisa berkata-kata lagi.

"Ada apa?" tanya Key penasaran.

"Lihatlah sendiri!" jawab Yuma. Ekpresi wajah kaget dan pucat milik pemuda ber-IQ tinggi itu membuat Key semakin penasaran.

"Ti-tidak ...," Elin terduduk lemas. Ia sudah tak kuat menahan beban tubuhnya.

Key terdiam. Bau anyir dan serbuk bunga Amarillys telah menandakan adanya sebuah kematian. Dan ... di depan matanya sendiri, ia melihat kedua sosok murid sudah tak bernyawa lagi.

"R ... F ...."

🌺🌺🌺28🌺🌺🌺

{21/02/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro