Chapter 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rima berjalan pelan menuju perpustakaan. Sebuah buku tebal ia peluk erat di dada.

Suasana hati Rima sedang senang, karena siang ini ia akan bertemu seseorang. Wajahnya bersemu merah hanya membayangkan pemuda itu.

"Aku jadi malu gini," ucapnya gugup.

Walau begitu Rima tak melupakan kejadian yang tengah berlangsung. Ia sedih mengingat beberapa teman sekelasnya meninggal dengan cara tak wajar.

Rima mengangkat kembali kepalanya tegak. Ia tak boleh bersedih. Jika itu sampai terjadi, Rima akan mengecewakan pemuda yang akan ditemui nanti.

Beberapa menit berlalu, sampailah Rima di tempat tujuan yaitu perpustakaan. Ia juga merupakan salah satu anggota klub pustakawan seperti Yoga, Elin, Yuma, Andin serta murid kelas lainnya.

Clekk!!

Pintu perpustakaan terbuka. Aroma buku membuat Rima merasa tenang. Ia melangkahkan kaki dengan riang. Ia telah tiba di bagian tengah perpustakaan.

"Ahh ... itu dia," ucap Rima ceria.

Saat Rima akan mendekati pemuda itu, langkahnya terhenti. Dadanya terasa sesak melihat pemandangan di depan matanya sendiri. Yoga, pemuda yang ia akan temui sedang bercumbu mesra dengan seorang gadis.

"Tidak mungkin."

Rima tak sengaja menyenggol rak buku di belakang. Salah satu buku terjatuh membuat kedua sejoli menatap dirinya. Wajahnya berubah merah antara malu dan kecewa.

Fia, gadis yang berada di sebelah Yoga sedikit merapikan rambutnya. Ia tersenyum kikuk melihat mereka ketahuan bermesraan di perpustakaan.

Yoga bersikap seperti biasa. Ia melambaikan tangan menyuruh Rima untuk mendekatinya. Senyum tipis terukir jelas di sana.

Sesak. Biasanya Rima akan senang melihat senyum tipis milik Yoga, tetapi setelah melihat perbuatan keduanya ... hati Rima terasa amat sakit. Ia meremas seragam di balik buku tebal yang ia bawa.

"Maaf, aku telat," ucap Rima memasang senyum palsu.

Rima berjalan mendekati kedua sejoli. Ia sempat melihat senyum penuh kemenangan dari Fia. Ia mengabaikan, lalu memilih duduk di ujung meja.

"Tidak apa-apa. Oh Iya, maaf aku mengajak pacarku juga," ujar Yoga tenang.

Jleb!!

Seakan tertusuk pisau tajam. Hatinya semakin remuk. Rima menguatkan diri untuk bertahan dalam kondisi ini.

"Hai, Rima," sapa Fia tersenyum lebar. Tatapan meremehkan begitu kentara jelas di matanya.

Rima mendecak kesal. Kuku-kuku di jari sudah memutih menahan emosi. Ia takkan kalah dengan salah satu anggota geng pembuly di kelas.

"Aku akan mengalahkanmu!"

🌺🌺🌺🌺🌺

Shia telah sadar. Raka menghela napas lega melihat gadis cantik itu membaik. Ia ingin bertanya, tetapi ia tahan jika kondisinya sudah stabil.

"Saat ini kita terjebak di ruang kelas tak terpakai," ucapnya menjelaskan

Raka menceritakan kronologis dirinya terjebak hingga Shia ikut bergabung di sini. Ia bisa melihat ekspresi wajah Shia sendu.

"Setidaknya aku bisa bersamamu. Aku sangat mengkhawatirkanmu saat tidak bisa dihubungi."

Shia memeluk tubuh Raka. Air mata menetes, ia tersenyum tipis. Raka hanya membelai punggung Shia untuk memberi ketenangan.

"Kita harus cari jalan keluarnya," ujar Raka.

Kedua murid kelas 2-E mulai memeriksa jendela-jendela di ruangan. Terkunci. Pintu dan jendela semuanya telah terkunci.

Shia terduduk di salah satu bangku. Ia menghela napas kasar. Ia alihkan pandangan ke arah Raka, ia tersenyum tipis melihat pemuda itu sedang berpikir keras.

"Hei, Shia!" tegur Raka. Ia sampai melambaikan tangan di depan muka Shia.

"Ah iya, ada apa?" tanya Shia tersenyum kikuk.

"Aku punya ide. Kita hancurkan jendela menggunakan bangku itu," jawab Raka menunjuk bangku yang diduduki Shia.

Shia menganggukan kepala kecil sebagai tanda setuju. Raka pun mulai melakukan aksinya. Ia raih bangku, lalu ia benturkan  ke jendela berulang kali. Suara retakan mulai terdengar. Raka semakin semangat dan ... jendela itu pecah.

"Kau hebat Raka-kun," ucap Shia reflek memeluk lengan Raka.

Raka menyeka keringat di dahi. Ia tersenyum puas melihat usahanya berhasil.

"Aku berhasil."

Keduanya satu-persatu menaiki bangku, lalu melewati jendela dengan hati-hati. Selamat. Mereka berhasil keluar tanpa mengalami luka-luka.

"Kita harus cari Key!" seru Raka tegas.

Shia terdiam. "Oke," jawabnya lemas.

🌺🌺🌺🌺🌺

Di Perpustakaan...

Fia memilih duduk di sebelah sang kekasih hati, Yoga. Ia hanya fokus melihat wajah tegas dan tampan Yoga.

Sebenarnya ia hanya berpura-pura ikut pergi ke perpustakaan karena ia mendengar dari Hime, bahwa kekasihnya memiliki janji dengan Rima di sini. Ia tidak suka jika sang kekasih berduaan dengan gadis lain.

"Aku ingin hadiah darimu," ucap Fia berpose menopang tangan di dagu. Bibir ia majukan sedikit mirip seekor bebek.

"Hmm ... nanti ya sayang," balas Yoga. Ia masih fokus membaca buku bertemakan fantasi berjudul 'Harry Potter' karya milik JK Rowling.

Fia tidak suka dicuekin. Ia menangkup wajah Yoga. Ia dekatkan bibirnya menempel dengan bibir Yoga. Fia berciuman mesra. Awalnya yang mendominasi adalah Fia, tetapi karena rasa candu bibir Fia memabukan. Yoga menjadi lebih agresif.

"Aahh ...,"

Desahan Fia membuat gejolak nafsu Yoga meningkat. Baru saja ia akan melakukan hal lebih. Suara buku terjatuh menghentikan aksinya.

"Maaf aku telat," ucap Rima yang mengganggu kegiatan 'mesra'.

Yoga bersikap santai, seolah kejadian tadi  hanyalah kenikmatan semata. Ia bisa merasakan kekasihnya itu sedikit kecewa. "Tidak apa-apa. Oh Iya, maaf aku mengajak pacarku juga," ujar Yoga tenang.

"Hai, Rima," sapa Fia tersenyum meremehkan.

Yoga dalam hati tertawa. Ia merasakan sedang diperebutkan oleh kedua gadis yang memiliki sifat dan perilaku berbeda. Itu sungguh menantang dirinya menjadi seorang lelaki sejati.

Di sisi lain, Fia merasa puas setelah Yoga memperkenalkan dirinya sebagai kekasih. Ia bisa melihat raut wajah Rima begitu tersakiti.

"Ayo kita lanjutkan belajar lagi!" ajak Fia. Ia sempat melirik Rima dengan ekspresi kemenangan.

Tiba-tiba Yoga meminta izin untuk pergi ke kelas sebentar. Buku catatan miliknya tertinggal di sana. "Aku akan kembali cepat," pesan Yoga setelah menghilang dari balik pintu.

Kejadian sebenarnya pun di mulai....

🌺🌺🌺🌺🌺

Kini di perpustakaan hanya tinggal dua gadis yang saling menatap tajam. Fia memukul meja hingga beberapa alat tulis terjatuh.

"Apa kau berani padaku?!" tantang Fia. Ekspresi wajah penuh penindasan terpampang jelas.

Rima menghela napas kasar. Ia berdiri sambil kedua tangan di atas meja.

"A-aku tidak takut denganmu!" balas Rima sedikit gugup.

Fia tersenyum meremehkan. Ia meraih sebuah buku, lalu ia lempar tepat di muka Rima. Rima meringis kesakitan karena tak siap menghindari serangan itu.

"Kau!!"

Rima sudah tersulut emosi. Ia mendorong meja cepat hingga tubuh Fia ikut terdorong ke belakang. Rak buku yang dibelakang Fia bergoyang-goyang, hingga menjatuhkan beberapa buku ke lantai.

'Memang ketika seorang perempuan marah, sangat menyeramkan melebihi monster.'

Fia tidak tinggal diam. Ia mendorong meja sedikit. Ia langsung menarik rambut Rima setelah melihat gadis itu lengah.

Aksi saling menjambak tak dapat dihindarkan. Rima menampar pipi kanan Fia kencang, sedangkan Fia menjedotkan kepala Rima ke meja.

Suasana di perpustakaan yang awalnya sepi, rapi dan damai ... kini menjadi berantakan. Berbagai macam buku berserakan di lantai dan meja. Lembaran kertas terbang berhamburan.

"Mati sana kau ja***g!"

"Kau duluan yang akan ku b***h!"

Dan sebuah ponsel berdering menandakan pesan baru masuk. Ponsel berwarna merah muda dan hijau menyala terang di saku seragam milik mereka.

🌺🌺🌺28🌺🌺🌺

{22/02/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro