Chapter 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Flashback On ....

"Aku kenapa?"

Lav bingung. Detak jantung tiba-tiba berdebar kencang. Perut seakan banyak kupu-kupu terbang di sana. Dan wajah yang bersemu merah.

"Aku ini aneh. Padahal kan cuma menolongnya, tapi ... saat lihat wajahnya dari dekat aku seakan terhipnotis."

Lav meninju pintu loker hingga bengkok. Saat jatuh cinta seorang Lav berubah menjadi begitu mengerikan. Ia bisa menjadi seorang petinju professional. Menyeramkan.

Gadis berambut biru pucat mendengus kesal. Ia tidak boleh jatuh cinta atau nanti ia akan menjadi gila. Ia tidak akan bisa tidur nyenyak, makan tak teratur hingga ... hati serta pikiran ternganggu.

"Lupakan Lav! Lupakan Lav!"

Lav baru akan mulai membuka kancing seragam. Tiba-tiba ponselnya berdering kencang. Ia meraih ponsel yang diletakkan di atas bangku kayu.

Degh!

Pesan dari nomor asing membuat ia stress. Isi pesan itu tertulis.

From: 081xxxxxxxxx

'Lav ... murid kelas 2-E terkenal akan sikap acuh. Sekarang giliranmu akan mati!'

Lav tercegang. Ia tidak mau mati seperti nasip teman-temannya. Kematian tragis membuat ia merasa mual.

"Sial!" geramnya.

Lav memasang posisi siap siaga. Ia melirik ke kanan, kiri, depan, belakang, atas maupun bawah. Jika ada sedikit saja yang mencurigakan, ia akan pukul sampai tak bernapas. Setidaknya untuk melampiaskan kekesalan selama berita kematian temannya yang terus berdatangan.

"Keluar kau pengecut!"

Lav mendendang bangku kayu panjang hingga terbalik. Ia tidak segan-segan berbuat lebih dari itu.

Brak!!

Seekor kecoa menjadi korban tak bersalah Lav. Lav menginjak-injak kecoa itu hingga tak berbentuk. Itu akibatnya membuat ia terkejut.

Drrtt!!!

Sebuah tanda pesan baru masuk. Lav menatap tajam ponsel miliknya yang sudah berada di bawah dekat loker. Ia raih ponsel tersebut lalu membaca pesan dengan posisi menantang.

'Kau sudah membuat keputusan yang berani, tetapi tak membatalkan dirimu untuk mati saat ini juga.😊'

Lav membanting ponsel miliknya. Ia injak sampai bagian berkeping-keping. Amarah dalam dirinya sudah tak terhankan.

Hingga ...

Seluruh tubuh Lav menjadi kaku seperti batu. Kedua mata melotot lebar. Iris mata memutih. Ia tersenyum lebar bagai karakter di film 'Joker'.

🌺🌺🌺🌺🌺

Lav sudah berada di dalam bagian shower. Ia menyalakan salah satu shower hingga membasahi tubuhnya. Ia tetap diam di bawah guyuran air shower.

Kemudian Lav melakukan perjalanan ke sebuah pojok ruangan. Di sana terdapat sebuah benang yang sangat tipis. Entah buat apa kegunaan benda itu di kamar ganti.

Lav kembali berjalan menuju shower yang masih menyala. Ia mulai membenturkan kepala sendiri ke dinding yang dilapisi keramik berwarna putih.

Dukk!

Dukk!

Dukk!

Dua, tiga, empat dan seterusnya Lav membenturkan kepala ke dinding. Darah mulai mengotori dinding. Kepala Lav mengeluarkan darah, tetapi ia tetap melakukan hal itu.

Lav membalikan badan. Ia melilitkan benang tipis ke leher. Ia tarik lilitan itu sampai lidah Lav terjulur keluar.

Tubuh Lav disenderkan ke dinding. Kepala bagian belakang ia benturkan sangat keras. Retakan tulang otak terdengar jelas. Lilitan di leher semakin ia tarik kuat.

"Eris-nii ... maafkan aku."

Air mata Lav menetes jatuh ke lantai tercampur cairan darah serta air shower. Lav melepaskan nafas untuk terakhir kalinya. Bunga Amarillys berada di atas kedua paha Lav.

Dan Lav adalah korban selanjutnya. 😊

🌺🌺🌺🌺🌺

Sementara itu, kejadian sama sedang berjalan seperti sebuah skenario yang dibuat.

~Di Ruang UKS~

Ave masih tertidur pulas. Pergerakan di dada terlihat tenang. Wajah damai dan senyum tipis terukir.

Hicchan setia menemani. Ia baru selesai membaca teks drama miliknya. Ia melirik jam dinding menunjukkan pukul 14:50.

"Sudah hampir lima belas menit Alfa belum kembali," ucap Hicchan khawatir.

Ia jadi teringat pesan tadi. Gelisah dan takut mulai menyebar ke hati serta pikiran.

Hicchan berusaha mencari kesibukan. Ia menghitung jumlah obat-obatan di kotak obat. Ia menghitung jarum suntik Berbagai ukuran dari satu cc sampai dua puluhan cc.

"Ehmm,"

Ave mengerjapkan kedua mata. Bias cahaya lampu menyilaukan iris mata berwarna orange. Bau obat menyeruak melalui rongga hidung.

"Ave! Apa kau sudah lebih baik?" tanya Hicchan.

"Lumayan. Rasa sakit masih terasa," jawab Ave. Ia sudah berada posisi setengah duduk.

Kedua sudut bibir Hicchan terangkat membentuk senyuman tipis. Ave juga ikut tersenyum. Ia reflek memegang kedua tangan pelan.

"Terima kasih sudah baik kepadaku."

Ave menangis. Ia tersentuh merasakan ketulusan hati Hicchan. Tiba-tiba ponsel Ave bergetar di balik saku rok.

"Hicchan, bolehkan aku meminta tolong padamu?" tanya Ave tanpa melepaskan pegangan tangan Hicchan, malah ia semakin memperat.

"Boleh! Apa yang bisa kubantu?" jawab Hicchan antusias.

Ave berpikir sejenak. Ia menghembuskan napas kasar. Raut kesedihan ia ubah cepat menjadi senyuman lebar.

Hicchan tidak memperhatikan keanehan dari mimik wajah Ave. Rasa khawatir menunggu kedatangan Alfa yang tidak datang, membuat ia membagi pikirannya.

"Aku ingin segelas teh hangat."

"Oke!"

Hicchan melepaskan pegangan. Ia membuka pintu UKS, lalu berpamitan kepada Ave. Ave tersenyum sedih. Ia melirik sebuah teh celup yang berada di ujung meja.

"Sepertinya hidupku akan segera berakhir."

🌺🌺🌺🌺🌺

Ave mengambil ponsel warna kuning yang tersimpan di balik rok. Sebuah pesan masuk dan Ave sudah merasakan hal buruk di balik pesan tersebut.

From : 081xxxxxxxx

'Ave ... kamu terpilih menjadi murid spesial. Suatu kebanggan bahwa 'Dia' telah memilihmu. Namun, kamu menolaknya dan hidupmu akan berakhir sampai di sini. 😊'

Degh!

"Setidaknya ... aku telah membuat keputusan yang benar. Teman-teman kelas 2-E tak bersalah harus menjadi 'korban mereka'."

Ave membuka sebuah kertas yang sudah lecek. Di sana tertera simbol pentagram warna hitam dan gambar hewan 'Ular Hijau'.

"Aku tidak butuh ini!" seru Ave.

Ia merobek kertas lecek itu menjadi berkeping-keping. Ave akan menjalankan hukuman karena menolak tawaran nomor Dua sebentar lagi.

Degh!

Pandangan Ave kosong. Tubuh terasa kaku. Ia mulai bergerak seperti robot. Di sebelah meja perawatan terdapat sebuah jarum suntik berbagai ukuran cc.

Ave mengambil semua jarum suntik itu. Ia juga telah menyiapkan sebuah botol cairan berukuran sedang dari saku baju seragam sekolah. Ia buka satu-persatu jarum suntik, lalu ia tusukan ke dalam botol cairan itu.

Sekitar sepuluh menit lamanya, Ave berhasil memindahkan cairan dari botol ke jarum suntik. Dalam sekali hitungan detik, jarum suntik berukuran 3cc, 5cc, 10cc, 20cc, serta 50cc ia tusukan ke beberapa area tubuhnya sendiri.

Mulai dari kedua bahu, kedua paha dan perut. Berpindah ke area atas, jarum suntik berukuran 20cc ia tancapkan langsung di kedua pipi dan dagu. Bibir Ave perlahan mulai membesar dan bengkak.

Selanjutnya, jarum suntik 20cc ditancapkan ke leher bagian kanan, Kiri dan tengah. Nafas Ave mulai ternganggu. Kedua mata semakin melotot besar.

Dan terakhir jarum suntik ukuran 50cc tepat di organ penting tubuh yaitu Jantung. Ave menitihkan air mata kesakitan, kesedihan dan kesengsaraan.

"Hidupku mulai berarti, walau hanya sedikit saja."

Ave menghela napas terakhir. Bunga Amarillys entah darimana sudah berada manis di genggaman tangan Ave.

Dan ... korban selanjutnya adalah Ave. 😊


🌺🌺🌺25🌺🌺🌺

{28/02/2021}

Selesai Pukul 23.39

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro