Chapter 34

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ingatan Ren ....

Ren berada di dalam kelas. Dia duduk di pojok kelas tengah. Posisi ini sangat bagus jika ia memilih untuk tidur daripada mendengar ocehan sang guru.

Pelajaran pertama tengah berlangsung. Otak sudah dibuat pusing dengan angka dan rumus yang membuat kepala murid-murid kelas 1-E mengebul. Mungkin hanya beberapa murid saja yang menyukai pelajaran ini.

Ren melirik ke arah kanan depan. Dia melihat seorang gadis berambut cokelat panjang fokus mencatat rumus di buku.

"Ra, kamu begitu sempurna."

Ucapan Ren tak sengaja di dengar oleh pemuda berkacamata di sebelahnya. Pemuda itu menyeringai kecil melihat aktivitas Ren memandangi wajah Rara, si murid pindahan beberapa bulan lalu.

Kringg!!!

Pelajaran telah usai, guru Matematika buru-buru meninggalkan kelas. Entah hal apa yang membuat sang guru terlihat ketakutan dari raut ekspresinya.

Ren sebagai kategori murid pemalas tak terlalu menghiraukan. Saat ia memilih untuk tidur rebahan di atas meja, tiba-tiba seorang gadis sudah berdiri tegak dihadapannya.

"Ada apa?" tanya Ren malas.

"Ayo kita ke kantin bersama!" jawab gadis itu bersemangat.

"Tidak mau!" tolak Ren tanpa membuka mata.

Gadis itu mengembungkan kedua pipi kesal. Dia pun memiliki sebuah ide dengan memanggil seseorang.

"Rara, kamu dipanggil Ren tuh."

Rara tengah sibuk merapikan buku catatan menoleh. Awalnya dia tidak peduli, tetapi ia tetap menghampirinya.

"Kenapa Ren?" tanya Rara lembut.

Gadis di depan Ren mengeluarkan aura permusuhan. Ren terbangun dalam sekejap. Senyum tipis terukir di sana.

"Aku mau mengajakmu ke kantin sekolah," jawab Ren tanpa menghilangkan senyuman.

Rara tersipu malu. Dia pun menganggukkan kepala kecil.

Ren dan Rara pergi meninggalkan kelas sambil berjalan beriringan. Keduanya terlihat begitu mesra, seperti sudah mengenal lama.

Icha, gadis yang awalnya mengajak Ren pertama kali tetapi di tolak olehnya merasa kesal. Ia sangat iri dengan kedekatan Ren dan Rara.

"Awas saja kau Ra!" geram Icha menahan emosi.

Hembusan napas kasar membuat Icha memasang senyum ceria. Akting sangat diperlukan di saat keadaan darurat untuknya.

🌺🌺🌺🌺🌺

"Plak?!!"

Bekas tamparan menyeplak di pipi kiri Rara. Saat ini ia dalam kondisi tersudutkan dan terkepung. Hime, Fuyu, serta Fia tengah membuly dirinya di kamar mandi.

"Jadi, kamu bilang kalau kami sok cantik dan pintar?!" bentak Hime menunjuk jari tepat di muka Rara.

"Ti-tidak ... aku tidak mengatakannya," jawab Rara menangis. Ia sangat ketakutan dan membutuhkan pertolongan dari pemuda itu.

Byuurrr!!!

Fia menumpahkan seember air ke tubuh Rara. Bau menyengat masuk ke dalam rongga hidung mereka.

"Yak! Bau sekali! Hahaha ...." ejek Fia.

"Hahaha ... iihh ... Rara bau Rara bau." Fuyu tertawa puas.

Rara hanya diam menangis. Dia tidak melakukan kesalahan apapun pada geng itu, tetapi tiba-tiba dirinya ditarik ke toilet dan dibuly mereka.

"Yuk! Kita tinggalkan si bau ini!" seru Hime.

Fia dan Fuyu menganggukan kepala kecil. Sebelum pergi, Hime memberikan peringatan kepada Rara bahwa mereka tidak akan tinggal diam.

Rara menangis di pojok ruangan toilet. Dirinya hancur. "Ren ...."

Pandangan Rara perlahan menggelap. Dia pun pingsan di toilet.

Di sisi lain ....

Ren merasakan firasat buruk dan hatinya tak tenang. Dia mencoba mencari keberadaan Rara, tetapi gadis berwajah kucing selalu menghalangi.

"Stop!" Ren membentak.

Icha terdiam dan sedikit syok. Dia menahan amarah.

"Ke-kenapa?" tanya Icha sedih.

"Aku tidak ingin pergi denganmu dan ingat ... jangan pernah mendekati diriku lagi!" ancam Ren.

Pemuda bersurai biru perlahan pergi meninggalkan Icha. Icha menatap tajam kepergian Ren.

"Rara! Aku akan membuat kau menderita selamanya!"

Rencana pertama Icha berjalan dengan lancar. Dialah yang melaporkan kepada geng Hime bahwa Rara mengejek mereka dan itu hanyalah sebuah kebohongan. Rara menjadi korban pembuly geng mereka sejak saat itu.

Rencana kedua ... Icha akan membuat sesuatu yang membuat Rara tidak akan kembali ke sekolah ini. Rasa iri hati dan cemburu sudah menyelimuti hati,  membuat dirinya menjadi seperti itu. Kepintaran dalam hal akting tidak akan menimbulkan kecurgiaan mereka kepada Icha.

🌺🌺🌺🌺🌺

Hicchan saat ini terkurung di suatu ruangan. Dia mencoba membuka pintu, tetapi tetap tak bisa terbuka.

"Alfa ... tolong aku."

Hicchan menangis tersedu-sedu. Cuaca di luar juga membuat suasana menjadi menakutkan. Hujan badai ditambah petir begitu menyeramkan.

"Hiks ... Alfa jahat! Dia tidak menolongku saat kesusahan seperti ini!"

Gadis bersurai biru panjang memukul dinding pelan menumpahkan rasa kekesalan. Dulu dia merupakan sosok gadis yang tidak peduli dengan sekitarnya.

Dunia drama dan akting membuat Hicchan fokus terjerumus ke dalam sana. Setiap hari tanpa henti selalu berlatih dan berlatih.

Setelah kehadiran Alfa, pertama kali mereka bertemu saat tidak sengaja di SMP dulu. Mereka sekelas dan mengambil eskul yang sama.

"Hiks ... kau dulu yang merubah diriku menjadi peduli kepada siapapun bahkan orang tidak kukenali, tapi ... di saat aku membutuhkanmu kau tidak peduli kepadaku.

Alfa jahat! Aku benci kamu! Aku tidak peduli lagi padamu!"

Suara isi hati Hicchan sudah ia curahkan. Rasa ketidapedulian perlahan menyelimuti hati Hicchan. Seringai tipis yang selama ini ia hilangkan, akhirnya menampakan diri lagi.

"Aku selama ini bodoh telah mempercayai Alfa! Aku tidak akan percaya dan peduli kepada siapapun!"

Aura kegelapan sudah hampir menyelimuti hati Hicchan. Perlahan gadis itu berdiri dan tiba-tiba pintu terbuka lebar.

Nampaklah sosok misterius berdiri di hadapannya. Sosok itu mengulurkan tangan kiri dan disambut dengan mudahnya oleh Hicchan.

"Aku percaya bahwa dirimu akan kembali seperti dulu. Mari semua sudah menunggumu," ucap seseoang misterius sekligus mengajak diri Hicchan.

"Baik, Master."

Hicchan menyeringai tipis. Surai rambut biru panjang berkibar terkena hembusan angin. Keduanya pun pergi meninggalkan ruangan menuju ke salah satu tempat.

Kemanakah mereka pergi??

Siapakah sosok misterius itu??

🌺🌺🌺🌺🌺

Andin dan Nomor Satu masih menunjukan aksi mereka. Berpindah tempat dari lorong lantai dua menuju area tangga.

"Ayo kerahkan semua kekuatanmu!" seru Nomor Satu.

Andin mengelap noda darah di bibir. Dia tersenyum tipis melihat lawannya mulai menghargai dirinya.

"Tentu saja!"

Nomor Satu mengeluarkan sebuah cambuk dari saku celana. Ia menghentakan cambuk ke lantai dan suaranya begitu menyakitkan gendang telinga.

Ctarr!!

Ctarr!!!

Andin memilih menjaga jarak beberapa langkah kaki. Kemampuan serangan jarak dekat dirinya akan sulit untuk menghadapi cambuk itu.

"Aku harus membuat rencana secepatnya," gumam Andin.

Ctarr!!!

Ctarrr!!!

"Hahaha ... ini cukup menyenangkan sekali."

Nomor Satu tertawa puas seperti orang tak waras. Dia mengayunkan cambuk ke kanan kiri mengikuti irama.

Andin berusaha menghindarinya, tetapi kecepatan Nomor Satu membuat ia cukup kewalahan. "Sial!"

"Hahaha ...." Nomor Satu terlihat sangat angkuh.

Simbol hewan Singa Kuning di punggung belakang Nomor Satu terus memancarkan sinar. Kekuatan sepenuhnya telah dikerahkan olehnya.

Bagaimanakah nasip Andin??

Apakah dia berhasil memenangkan pertarungan atau diambang kematian??

🌺🌺🌺16🌺🌺🌺

{15/03/2021}

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro