Day 22 | Bahasa Kalimantan Barat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Judul: Senjata Paling Tajam⁣
⁣⁣⁣⁣#copyrightbyIlestavan⁣⁣⁣⁣

--- ^ ---


"Ma, kata Bu Guru kita nggak boleh ngomongin orang. Bu Guru nggak jelasin kenapanya, Mama tahu nggak kenapa?"⁣

Seiring usianya bertambah, pertanyaan putriku juga semakin kritis. Ini pasti mencontoh ayahnya yang selalu mempertanyakan segala hal, termasuk bertanya dari apa angin terbuat. Baik, abaikan yang satu itu.⁣

"Karena Tuhan nggak suka melihat ciptaannya membicarakan keburukan orang lain."⁣

"Itu kalau yang buruk, bagaimana kalau kita membicarakan kebaikan orang lain? Apa tetap nggak boleh?"⁣

Tidak salah lagi, sepotong sifat ayahnya berada dalam diri Rinata. Kupikir, jika aku sudah menjawab begitu dia takkan mengajukan pertanyaan lagi.⁣

Menampilkan senyum terbaik, diriku mengusap puncak kepala Rinata sampai pada pundaknya yang terbalut seragam merah putih.⁣

"Ada sepasang teman, ular dan semut. Ular selalu membicarakan keburukan semut, tapi semut justru membicarakan kebaikan ular. Salah satunya, ketika ular membantu semut bebas dari pemburu yang akan menginjaknya."⁣

"Kenapa?"⁣

Iya, kenapa? Kenapa diriku justru menceritakan alur tanpa memikirkan akhirnya? Receh sekali.⁣

"Karena ... ular lebih mudah melihat keburukan temannya, dibanding semut yang selalu melihat kebaikan ular." Pas! Diam-diam diriku menarik napas-sekadar berterima kasih pada otakku yang dapat berpikir cepat.⁣

"Jadi, membicarakan keburukan orang lain, sama dengan memberitahu kepada orang kalau kita cuma bisa melihat keburukan. Padahal belum tentu, kita lebih baik dari orang yang dibicarakan."⁣

"Berarti membicarakan kebaikan orang lain boleh, 'kan?" Mata putriku berbinar saat mengajukan pertanyaan yang diriku sempat lupa.

"Boleh, tapi jangan berlebihan juga. Mulut kita ini adalah senjata paling tajam, jadi menggunakannya harus hati-hati."⁣



.
.
.

22 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro