Day 29 | Bahasa Papua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Judul: Bukan Dukun⁣
⁣#copyrightbyIlestavan⁣⁣⁣⁣

--- ^ ---


"Kamu ngambek?" tanyaku kepada Ina. ⁣

"Nggak."⁣

Ya Tuhan, aku butuh pakar cinta sekarang. Tiba-tiba kekasihku ini menjadi emosian, bahkan marah karena hal sepele. Dia juga marah ketika aku tidak sengaja menginjak kotoran ayam. Mau tahu gaya marahnya?⁣

Dengan berkacak pinggang, Ina mengeluarkan suara harimau. "FIZAAAL! SANDALMU TUH BARU!"⁣

Iya, aku tahu. Sandal jepitku baru kemarin beli, bersamanya juga. Namun, masalahnya aku tidak tahu kalau ayam—yang entah jenis apa dan yang mana—mengeluarkan kotorannya di tengah jalan. Lagipula, ini sandalku, 'kan? Aku saja santai, kok.⁣

Kemudian sekarang, dia masih cemberut. Terlihat jelas kalau masih ada warna amarah dalam dirinya.⁣

"Ini lagi Idul Fitri lho, In. Nggak boleh gitu marah-marah. Kita mestinya maaf-memaafkan." Diriku mulai bergeser lebih rapat arahnya. "Kita makan ketupat aja, yuk?"⁣

"Jauh-jauh!" Dia memintaku menjauh, tapi kenyataan Ina yang bergeser beberapa jarak dariku, hingga sampai pada ujung bale bambu.⁣

"Tadi pas aku tanya kamu ngambek, jawabnya nggak, tapi sikapmu ini jelas banget kalau marah. Kenapa?"⁣

"Kamu harusnya tahu dong aku kenapa. Dasar." Ina kian menekuk wajah, lalu beranjak memasuki rumahnya.⁣

Bagaimana bisa aku tahu apa yang sedang mengganjal dalam hati Ina kalau dia saja tidak memberitahu?⁣

Laki-laki mesti tahu semua tentang isi hati perempuan, tapi di sini aku bukan dukun. Bahkan aku ragu kalau dukun bisa tahu seluruh isi hati perempuan meski sakti. ⁣

Ini bukan perihal perempuan mahabenar, atau laki yang selalu salah. Ini juga tentang menghargai dan keterbukaan. Ah, sudahlah. Lebih baik aku ikut masuk ke dalam. Sekalian minta restu sama calon mertua. Barangkali Ina begitu karena ingin dilamar? Hihi.⁣


.
.
.

29 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro