13. Qhovkiba

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

(n.) pernyataan terakhir, keputusan final, peringatan atau tuntutan yang terakhir dengan diberi batas waktu untuk menjawabnya; peringatan dengan ancaman sanksi, yang apabila tidak dituruti atau dipenuhi akan membawa konsekuensi buruk bagi pihak terkait.

*

"Jadi, Anda lebih memilih kesejahteraan hewan-hewan itu daripada keselamatan tim aju kita, sesama manusia, saudara-saudara kita sendiri?!" wajah anggota parlemen yang memang selalu serius itu kini merah padam. Urat-urat nadi bertonjolan di keningnya. Kedua mata biru gelapnya melebar, menatap tajam Uxteth yang malang di seberang mejanya. Seandainya tatapan matanya bisa menembakkan sinar laser, pasti Uxteth sudah hancur jadi debu saat ini.

"Kami tidak bermaksud seperti itu. Tentu saja kami mementingkan misi kita, keselamatan saudara-saudara kita. Namun, di sisi lain, kami juga memiliki tanggung jawab pada lingkungan. Kami berusaha untuk tetap adil. Kita sudah mengambil sesuatu dari hewan-hewan itu untuk kepentingan kita, setidaknya kita jangan sampai membahayakan mereka," Uxteth berusaha untuk tetap tenang dan tidak tampak gentar.

"Jadi Anda mengakui, bahwa tindakan staf Anda ini sudah atas sepengetahuan dan persetujuan Anda?" Kembali anggota parlemen itu menembakkan pertanyaan tajam yang tidak mampu dihindari oleh Uxteth.

"Anda sudah tahu apa bahayanya, apa kemungkinan yang terjadi, tetapi Anda tetap membiarkannya begitu saja, tanpa memberi tahu kami? Itu sama saja artinya dengan menyetujui. Anda tahu itu, kan?" desak pria itu lagi. Uxteth tidak berkutik.

"Saya paham. Dan saya sepenuhnya akan bertanggung jawab atas semua ini, Vehr." 

"Tentu saja! Siapa lagi kalau bukan Anda. Anda dan staf-staf Anda yang sudah lancang itu harus bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi. Walaupun tidak ada yang bisa kalian lakukan untuk membatalkan kejadian itu."

"Tapi, Vehr. Kalau boleh saya memohon, jangan hukum mereka. Biar saya saja yang menanggung semuanya. Mereka hanya anak-anak muda yang emosional. Saya yakin mereka akan mengambil pelajaran dari kejadian ini. Kita masih memerlukan mereka untuk melanjutkan penelitian ini, Vehr. Saya mohon." Anggota parlemen itu terdiam. Dia mencondongkan tubuh ke kanan untuk berbicara dengan rekannya yang lain. Selama beberapa saat, Uxteth dan staf pimpinan pusat studi satwa menunggu dengan tegang.

"Baik. Untuk sementara ini, staf Anda belum akan menerima sanksi. Mereka harus tetap melanjutkan penelitian mereka dan kami akan menempatkan orang kami di dalam tim untuk mendampingi mereka sampai penelitian itu selesai atau diakhiri. Tapi Anda akan kami skors untuk sementara waktu." Akhirnya anggota parlemen itu memutuskan nasib Uxteth dan stafnya.

"Nzokyu diakhiri. Keputusan resmi terkait hal ini akan diterbitkan segera." Anggota parlemen itu bangkit dan meninggalkan ruangan sidang diikuti oleh rekan-rekannya yang lain. Uxteth dan beberapa stafnya yang menghadiri nzokyu berdiri dan hendak keluar dari ruangan ketika Kepala Spatzen menghampiri.

"Uxteth, aku turut prihatin. Aku minta maaf. Aku hanya melakukan tugas." Kepala Spatzen memegang bahu Uxteth. Mereka berteman baik sejak lama sehingga sudah saling mengenal sifat masing-masing. Kepala Spatzen tahu betapa Uxteth sangat mencintai hewan-hewan dan profesi yang digelutinya. Karena itu, dia juga tahu betapa hancur perasaan pria itu saat ini. Namun, Kepala Spatzen juga mencintai profesinya dan harus bertanggung jawab terhadap keselamatan anak buahnya.

"Aku tahu, Thyorn. Aku tahu. Memang ini salahku. Maaf, aku sudah membuat anggotamu celaka." Uxteth berusaha tersenyum. Mereka berjalan beriringan meninggalkan tempat itu. Thyorn yang memang berperawakan tinggi besar merangkul bahu Uxteth seolah berusaha untuk menguatkan.

*

*

"Vehr, ini tidak benar, kan?" tanya Dyqna dengan mata berkaca-kaca. Uxteth sedang membereskan berang-barang di mejanya. Tidak banyak. Satu kotak kecil pun tak penuh. Dia tersenyum menatap Dyqna. Pria itu seketika tampak lebih tua. Mungkin, itu efeknya bila sesuatu yang kita cintai dan sangat berarti dalam hidup kita direnggut secara paksa secara tiba-tiba.

"Kamu sudah membacanya sendiri, Kandz." Uxteth memberi isyarat pada Dyqna untuk duduk di kursi di seberang mejanya. Dyqna memang sudah membaca surat dari parlemen itu. Bagaimana tidak, surat itu tersebar luas di sistem Pusat Studi Satwa.

"Tapi ini kesalahan kami, Vehr. Kesalahan saya lebih tepatnya. Bahkan Gvalmi pun hanya mengikuti bujukan saya. Dan sekarang Anda yang harus menanggung semua akibatnya." Suara Dyqna berubah karena kerongkongannya mendadak sesak. Napasnya tercekat. Dadanya nyeri. Air matanya berderai tak terbendung lagi.

"Tidak, Dyqna. Kan, memang aku yang menyarankan pada awalnya. Kamu ingat? Kamu hanya menerjemahkan saja menjadi tindakan langsung." Pria berkepala pelontos itu tersenyum melihat salah satu staf terbaiknya itu terisak-isak.

"Ini pertama kalinya aku melihatmu menangis, Kandz. Aku sungguh berharap itu bukan disebabkan olehku." Dyqna menggeleng dan menyeka air mata dengan punggung tangannya. Uxteth menyodorkan sapu tangan yang diambil dari kantong belakang celananya.

"Bagaimana saya bisa hidup dengan semua ini, Vehr? Semua ini karena ulah saya. Anda harus meninggalkan tempat ini, tim Spatzen celaka, dan hyawa-hyawa itu pun kena imbasnya. Bahkan mungkin lebih parah dari sebelumnya. Saya tidak pantas menjadi peneliti satwa. Saya tidak pantas berada di sini." Air mata Dyqna mengalir lagi. Uxteth berdiri dari kursinya dan pindah ke sebelah Dyqna.

"Sudahlah. Jangan menangis lagi. Ini lah hidup, Kandz. Kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Tidak semua rencana yang kita buat akan selalu berjalan lancar. Bahkan, apa yang benar tidak selalu menang, dan yang salah tidak selalu kalah. Seringkali kita dipaksa menelan sesuatu yang tidak kita sukai. Melaksanakan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani. Yang berlawanan dengan prinsip yang kita pegang. Dan itu bukan berarti munafik. Itulah kedewasaan. Kelak, kamu akan sangat banyak menghadapi hal-hal seperti ini. Kamu harus kuat." Uxteth menatap Dyqna dengan kedua mata kelabunya yang tetap berbinar-binar jenaka.

Dyqna tak sanggup berkata-kata. Air mata terus mengaliri pipinya yang putih. Uxteth membuka lengan dan menangkup Dyqna dalam pelukannya yang menenangkan. Hari ini, Dyqna akan kehilangan sosok ayah di kantornya. Walaupun, mungkin Dyqna masih bisa menemui pria itu di rumahnya sewaktu-waktu, tetapi semuanya tak akan sama.

Petang itu, Dyqna baru saja merebahkan badan di atas sofa ruang tengah flat ketika pintunya diketuk. Dia sedang tidak menunggu seseorang. Karena itu, dia terkejut melihat ayah Zsani ada di depan pintunya.

"Eqqra?" Tidak biasanya hal itu terjadi. Bahkan, ini pertama kalinya pria itu datang ke flat. Pria itu tampak ragu.

"Eh, silakan masuk." Dyqna membuka pintunya lebih lebar, tetapi pria itu menggeleng.

"Tidak. Aku hanya sebentar. Sebenarnya, aku sudah beberapa mor ini memikirkan hal ini. Sampai-sampai, secara tidak sadar aku sudah ada di depan pintumu," kata pria itu. Dia masih mengenakan mantel panjang dan menenteng tas kerja. Jadi, jelas dia dalam perjalanan pulang dari kantor.

"Ada apa?" tanya Dyqna.

"Ehm, jadi berita tentang plasma hyawa itu benar?" Dyqna seketika menggigil. Eqqra adalah ayah Zsani. Dan pemuda itu kini terdampar di sebuah planet antah berantah gara-gara dia. Tentu saja Eqqra akan gusar. Juga Irue. Dia telah menyakiti banyak orang.

"Benar, semua itu karena perbuatan kalian?" desak Eqqra setelah beberapa saat Dyqna tidak menjawab.

"Aku ... aku benar-benar minta maaf. Tapi aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu ...,"

"Aku kira kamu benar-benar mencintai anakku, Dyqna. Aku kira akhirnya Zsani menemukan orang yang tepat, seperti aku menemukan Irue. Sekali untuk seumur hidup. Tapi, kenapa kamu tega melakukan hal ini? Aku benar-benar tidak menyangka," tukas Eqqra sebelum Dyqna menyelesaikan kalimatnya.

"Tunggu dulu, Eqqra. Dengar dulu. Aku akan jelaskan semuanya. Aku mencintai Zsani, tapi ...,"

"Tapi kamu sudah membuatnya celaka. Kamu bisa saja membunuhnya, Dyqna. Dia beruntung masih bisa sampai di sana dengan selamat. Juga kru yang lain. Kamu nyaris mandi dengan darah mereka, Dyqna," potong Eqqra lagi. Kata-kata pedas pria itu membuat Dyqna mematung.

"Dia anak kami satu-satunya, Dyqna. Kalau sampai ada sesuatu yang terjadi padanya, kalau sampai dia tidak bisa kembali dengan selamat, dan itu gara-gara kamu, kurasa kami tidak akan bisa memaafkan kamu," ujar Eqqra dengan nada rendah. Kata-katanya makin mengiris hati Dyqna.

"Tunggu dulu ...,"

"Kurasa untuk sementara ini lebih baik kamu jangan datang atau menghubungi kami dulu. Demi kebaikan kita semua." Pria itu menatap Dyqna dan mengangguk pendek sebelum berbalik dan melangkah pergi.

Dyqna menatap punggung pria itu sampai dia keluar dari gedung dan menghilang di jalanan. Gadis itu masih mematung di depan pintu, tidak tahu harus berbuat atau memikirkan apa. Kepalanya terasa berat dipenuhi berbagai kejadian yang berlangsung bertubi-tubi belakangan ini. Dadanya disesaki berbagai macam perasaan yang campur aduk menjadi satu. Dia ingin berteriak sekeras-kerasnya sampai udara di dalam paru-parunya habis, sampai suaranya serak, sampai semua bebannya keluar. Namun, itu hanya akan menimbulkan kehebohan. 

Dyqna merosot dan duduk bersimpuh setelah menutup pintunya. Dia kembali menguras air matanya dan terisak-isak. Lama sekali dia menangis sampai akhirnya jatuh tertidur di lantai yang dingin, melingkar memeluk lututnya. Malam itu dia bermimpi buruk. Dyqna berharap semua yang terjadi belakangan ini juga hanyalah mimpi buruk. Dan semuanya akan tetap baik-baik saja saat dia terbangun nanti.

*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro