Bab 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dalam diam Jake menelusuri garis wajah Anna membentuk rangkaian-rangkaian kekaguman. Binar mata cokelat gelap yang selalu antusias seakan-akan apa pun di hadapannya menarik. Manalagi senyum merekah tidak bisa berhenti mengembang di bibir seperti menggoda seseorang untuk ikut tertawa bersamanya. Ujung bulat hidung mancung Anna sedikit mengerut dan tampak menggemaskan saat adu argumen tentang wine. Semua komposisi tersebut dipercantik oleh rambut cokelat kehitaman tergerai pendek sebahu yang sengaja dikeriting.

Jangan lupakan juga kalau suara lembutnya bagai kumpulan melodi indah didengar.

Walau banyak pertanyaan meluncur dari bibir Anna, rasanya telinga Jake tidak akan bosan menanggapinya. Apalagi komentar Anna menggebu-gebu dan berulang kali memuji betapa cerdas pemikiran Jake sebagai pemilik Lagom. Termasuk memproduksi spirit--minuman beralkohol dengan proses penyulingan setelah difermentasi--terbuat dari fresh wine.

"Serius? Aku kira Lagom hanya produksi wine saja, Jake," ujar Anna saat diajak ke ruang pengemasan di mana ada botol-botol kaca yang bagian badannya dilapisi label timbul bergambar kepala rusa bertanduk berwarna emas. Di bawahnya ada angka 40 yang menunjukkan persentase alkohol cukup tinggi, sementara di bagian leher diberi logo ala Lagom bernuansa hitam dan emas. Dari penampilan yang terasa mewah saja, Anna sudah menebak kalau harga spirit eksklusif itu agak mahal. 

"Nggak. Ini hasil eksperimenku yang terbilang sangat berhasil mengingat selama ini spirit kebanyakan dibuat dari ampas anggur kan. Aku coba bikin sesuatu yang berbeda dengan memanfaatkan fresh wine untuk disuling. Di sebelah sini, aku juga membuat vodka dari white wine," terang Jake.

"Hah? Vodka dari wine?" Anna membeliak lagi kemudian bertepuk tangan benar-benar takjub. "Aku bukan penggemar minuman ini, Jake. Tapi, sejauh yang aku tahu tentang vodka, mereka selalu dibuat dari biji-bijian macam gandum bahkan kentang kan?"

Jake tertawa malu seraya mengangguk membenarkan. "Ada sejarah yang menyebutkan kalau Polandia membuat vodka dari anggur. Kayaknya abad ke delapan deh, cuma orang-orang mengiranya itu brendi, Anna. Jadi, inspirasiku dari sana dan sedikit memodifikasinya."

"Apa ini disuling seperti brendi tadi?" tanya Anna.

"Benar. Kami menyulingnya sampai tiga kali biar lebih ringan. Kalau biasanya vodka pakai campuran buah, di sini aku pakai rempah-rempah kayak pala dan kemukus. Jadi aroma lebih kuat tapi dari segi rasa lebih fruity," jawab Jake.

"Gila, pinter banget sih kamu, Jake." Anna berjinjit lalu berbisik. "Nggak salah juga sih nenekmu dari tadi bangga-banggain Lagom. Ternyata cucunya jago, aku salut!"

Sebenarnya Jake tidak haus pujian, tapi entah kenapa setiap kalimat yang dirangkai Anna rasanya menggelitik hatinya. Bibir tipis pria itu menahan senyum malu-malu dan berpaling ke arah jalanan menyadari Anna menoleh seraya menaikkan sebelah alis tebalnya. Jangan sampai gadis itu tahu kalau Jake tengah memperhatikannya diam-diam.  

"Kamu kenapa?" bisik Anna. "Btw, harusnya aku naik motor aja nggak sih? Masa iya setiap kali aku ke Lagom, motorku ditinggal begitu aja."

"Kan sudah kubilang kalau aku bisa menjemputmu, Anna," jawab Jake ikut merendahkan suara sesekali melirik Barbara yang duduk di kursi depan. "Kamu nggak nyaman?"

"Sedikit. Mobilmu bikin aku kayak melayang, nggak kerasa sama sekali kalau kita lewat jalanan, Jake," komentar Anna. 

Jake mendekatkan posisi duduknya di kursi belakang Rolls Royce Boat Tail, mengendus sebentar wangi parfum yang dikenakan Anna. Tidak seperti sebelumnya yang beraroma musk dan woody, kali ini ada bau mirip jeruk manis nan lembut serta floral mengingatkan Jake pada bunga peony yang dibeli untuk neneknya. Dia menerka-nerka apakah Anna sengaja mengganti ciri khas wangi tubuhnya karena pertemuan bersama Barbara? Apakah dia ingin terlihat feminin dan elegan, padahal tanpa bebauan floral pun Anna tetap menawan di mata. 

"Tapi, aku senang duduk di sebelahmu, Anna," bisik Jake memfokuskan sorot mata ke lekuk leher Anna yang jenjang. Entah mengapa dia ingin menaruh bibirnya dan meninggalkan jejak-jejak basah di sana. "Kamu ... sangat cantik hari ini."

Siapa yang tidak akan terperangah mendengar penuturan Jake yang terasa seperti rayuan maut itu? Bibir Anna setengah terbuka, sementara bola matanya mendadak lupa cara berkedip. Otaknya ikut-ikutan terhipnotis oleh satu kalimat penuh daya pikat yang diluncurkan Jake. Manalagi jarak antara wajahnya dan wajah Jake begitu dekat hingga bisa merasakan embusan napas beraroma mint membelai pipi. Dia juga bisa mengamati iris mata abu-abu gelap pria itu berkilat seolah-olah sedang berusaha menyiratkan sebuah rahasia. Dan Anna tahu bahwa cara pandang Jake melontarkan godaan dan gairah yang ditahannya sekeras mungkin.

Mendadak bayangan ketika mereka berciuman kembali menyapa Anna. Bagaimana sapuan bibir Jake dan lidahnya begitu lihai memanjakan dirinya. Ada hasrat yang berusaha menyembul keluar dari dalam dada seiring desiran darah dan irama tak beratur di jantungnya. Sekujur tubuh Anna menggigil dan meronta-ronta ingin merasakan momen itu lagi. Ketika Jake merengkuh pinggangnya posesif dan memagut kembali saat Milo belum mau beranjak pergi.

Atau aku yang mulai terbawa perasaan?

Anna menggigit bibir bawahnya mencoba menahan diri untuk tidak menyambar bibir Jake. Tidak! Dia bukan wanita murahan yang seenaknya memadu Asmara bersama pria yang sudah memiliki tunangan. Dia harus memihak sisi baiknya alih-alih sisi ego Anna kini memprovokasi lagi.

Satu ciuman lagi nggak masalah, Anna. Ayolah, jangan sok naif!

Tidak! Anna ingin sekali menghajar sisi egonya itu. Mana mungkin dia berani mencumbu Jake di saat ada Barbara di depan mereka yang bisa saja melihat keintiman ini melalui kaca mobil? Namun, di sisi lain, Jake juga selalu memancing-mancing emosinya. Jika benar dia sudah punya tambatan hati, kenapa Jake tak pernah berhenti menggodanya melalui sorot mata itu? Kenapa pula dia memberondong seribu kebaikan yang jarang orang lakukan di jaman sekarang? Wanita mana yang tidak terjebak tipu muslihat pria jika mereka diperlakukan seperti ini?

Apa aku bakal mengalami atrial fibrilasi kalau dapat tatapan kayak gitu terus? Aku butuh obat jantung, Tuhan!

"Makasih."

Hanya satu kalimat diloloskan kemudian Anna menggeser tempat duduknya seraya mengalihkan atensi. Dilirik Barbara  melalui kaca spion mobil dan wanita tersebut tampak acuh tak acuh. Ada sedikit kelegaan di dada Anna, setidaknya dia tidak ingin meninggalkan kesan 'gadis murahan yang tak tahu diuntung'. Sudah diberi tur gratis sampai dihadiahi dua botol Lagom edisi terbatas serta tanda tangan Jake, masih merajuk meminta secuil hati si punggung.

Jangan baperan Anna! Dia cuma anggap kamu cewek yang kebetulan menolong nyawa neneknya!

"Aku serius," ujar Jake terdengar kecewa atas reaksi yang diberikan Anna tak sesuai ekspektasi. Dia bergerak mundur membentangkan jarak merasa bersalah karena paham tidak semua gadis bakal mau diberi pujian seperti itu.

Ada dua kemungkinan menurut Jake. Patah hati yang teramat sangat hingga gadis itu muak mendengar bualan, mengingat mantan kekasih Anna pernah menjadi parasit atau status pertunangan Jake.

Bahwa dia telah terikat dengan perempuan lain.

Namun, dia juga merasakan sesuatu dari dalam diri Anna. Jake tidak ingin besar kepala pun tidak menampik instingnya. Walau kisah percintaannya terbatas, dia bisa menganalisa bagaimana seorang perempuan menaruh ketertarikan pada lawan jenis.

"Aku cantik sejak lahir karena campur tangan Tuhan melalui ibu dan ayahku, Jake," tukas Anna mengukir senyum simpul yang terkesan tak ikhlas.

Akhirnya Jake melenggut, tidak ingin berdebat lebih jauh pun tidak ingin memutus hubungan pertemanan yang terlanjur dibuat.

"Sorry." Jake ingin meraih tangan Anna sekadar mengungkapkan permohonan maafnya, namun urung dilakukan bila gadis itu membangun dinding pembatas.

"Nggak perlu, Jake. Aku hanya nggak mau ada orang lain salah paham. Satu kalimat yang meluncur dari bibirmu bisa menjadi ranjau, Jake," lirih Anna penuh arti.

"I know."

###

Begitu sampai di kediaman mewah yang ada di Sanur, Jake memanggil hewan kesayangannya demi mencairkan suasana yang sedikit tegang selama di perjalanan. Seekor anjing jenis Doberman Pinscher berbulu hitam mengilat tampak memesona langsung berlari menghampiri sang majikan seraya menggonggong penuh semangat. Jake percaya bahwa hewan bisa merajut kembali hubungan yang tadinya merenggang menjadi rekat kembali. Jake berjongkok, merangkul anjing jantan itu sembari mengelus-elus punggungnya lalu berkata, 

"Ini Oslo."

Anna ikut jongkok sementara Barbara berkata ingin beristirahat sebentar sebelum jamuan makan malam. Jake hanya melenggut dan meminta Noah--pengawal pribadi neneknya--mengantar ke kamar. Dia melirik Anna yang sepertinya sudah lupa akan masalah kecil di mobil tadi, melepas Oslo yang tampak kegirangan menyambut gadis manis itu. 

"Ups, berat sekali kamu!" seru Anna saat Oslo menghamburkan diri ke dalam dekapan. "Apa dia selalu seperti ini jika ada orang baru?"

"Nggak semua sih, tapi kayaknya dia tahu kamu perempuan baik, Anna," ujar Jake.

Dan menarik pria, batin Jake terpaksa mengatakannya dalam hati.

"Aku ambilin minum ya, kamu bisa duduk di dalam. Anggap rumah sendiri, oke?" 

Anna mengangguk lalu berdiri sebentar karena tadi tidak sempat mengamati sekelilingnya. Sembari mengajak Oslo ke area taman yang ditumbuhi tanaman rimbun dan pohon-pohon palem yang menaungi dari terpaan cahaya matahari, Anna memerhatikan sekitar dan berpikir bahwa tempat tinggal Jake sialan mewah dan besar. Walau hanya memiliki dua lantai, tetap saja dia bisa merasakan sentuhan modern yang dibalut konsep tropis.

Saat mobil Rolls Royce Jake masuk, Anna disambut pagar besi bercat gelap dengan kisi vertikal nan menjulang tinggi. Dari luar memang terlihat maskulin namun Jake menyiratkan kalau dunia tidak boleh tahu bahwa ada seorang penghuni tampan, cerdas, dan sialan menggoda tinggal di sini. Anna menoleh ke arah bangunan di belakang dan tangan kirinya mengelus puncak kepala Oslo yang terlanjur nyaman dengannya. Dia mendudukkan diri di kursi pantai yang bersebelahan dengan kolam ikan berisi ikan koi warna-warni dan tampak gemuk. 

"Oslo, majikanmu kaya banget," bisik Anna memuji Jake. "Shanon kalau tahu ini semua pasti mimisan terus pingsan. Kayaknya aku juga, Oslo. Kamu tahu kan, jantungku dari tadi nggak normal sama sekali."

Oslo menyalak penuh bersemangat, menjulurkan lidahnya sambil mengedip-ngedipkan mata seakan-akan tahu ucapan Anna memang benar adanya. Jake si pemikat wanita memang benar adanya. 

"Sit, Oslo!" perintah Anna. "Sst ... jangan bilang ke majikanmu, ya. Aku nggak mau dia berpikir aneh-aneh. Hei, kamu nggak capek apa jadi anjing sultan di sini?"

Oslo menuruti perintah gadis itu lalu menelengkan kepala kemudian menggonggong lagi. Anna tertawa pada dirinya sendiri, mana mungkin anjing lucu ini capek dengan segala kemewahan yang ada?

"Ah, mana mungkin kamu capek kalau tiap hari makan enak, tidur nyenyak? Iya kan?" cibir Anna.

Sorot mata Anna kembali menyoroti bangunan dua lantai yang dindingnya didominasi warna netral juga beratap miring. Di sana banyak jendela-jendal kaca sebagai tempat sirkulasi dan pencahayaan dari matahari terasa maksimal. Ah, Anna baru sadar kalau lokasi rumah Jake tidak terlalu jauh dari pantai Sanur. Apakah di lantai dua dia bisa melihat sunset sembari membaringkan diri di atas kursi pantai?

"Anna," panggil Jake menghampiri Anna yang tenggelam dalam pikirannya sendiri. "Minumannya ada di dalam, masuklah!"

"Makasih."

"Oslo sini!" seru Jake menyuruh Oslo agar tidak terlalu manja kepada pendatang baru. "Maaf, anjingku kadang-kadang terlalu lengket ke orang asing."

"Bukan anjing penjaga lagi?" tanya Anna berjalan di samping kanan Jake.

"Nggak, dia bukan penjaga bagiku, Anna. Dia seperti teman." Jake menoleh ke arah Anna. "Rencanamu mengajakku surfing jadi kan?"

"Ke Sanur Reef? Tapi ombaknya gede banget, kalau buat pemula kayak kamu sepertinya jangan, Jake," tandas Anna melengkungkan bibirnya masam. 

"Kamu ngremehin aku?" Jake menaikkan alisnya tak terima. 

"Sedikit." Anna menunjukkan jarinya untuk mengukur kemampuan Jake. 

Mau tak mau pria itu tertawa menyilakan Anna masuk ke area ruang tamu yang terhubung langsung dengan ruang makan dan pantry. Ruangannya terasa begitu luas dan sejuk karena dibatasi dinding kaca yang bisa digeser otomatis. Di sebelah kiri ada kolam renang dan tiga kursi pantai serja meja-meja kayu. Di pinggirannya ada pohon-pohon palem dan tanaman hias lain sehingga kesannya tidak terlalu panas. 

Desain dapurnya terasa futuristik, semua berbahan marmer yang mengilap terkena binar penerangan alami. Di atasnya lampu-lampu menggantung rendah dilingkupi semacam keranjang rotan. Interiornya didominasi warna gelap sehingga tampak kontras dengan dinding putih rumah Jake. Termasuk kulkas berwarna silver dan microwave hitam berkilau.

Oslo langsung berlari seperti memamerkan bahwa hunian ini benar-benar menunjukkan kemewahan sang pemilik rumah. Dia menoleh ke arah Anna lalu menyalak begitu keras saat di pintu yang berbatasan dengan kolam renang.

"Rumahmu bagus. Smarthome berkonsep tropis?" tebak Anna. 

Jake mengangguk, menunjuk kursi bar dan menyodorkan Anna segelas mocktail berry bubbly yang dibuat sendiri. "Adikku yang mendesainnya secara pribadi, dia bilang kalau rumah seperti ini bakal bikin betah daripada rumah bergaya industrial seperti seleraku."

"Kamu punya adik? Baru tahu aku." Anna mendudukkan diri di atas kursi lalu meneguk minumannya. Lantas bertanya-tanya apakah Shanon juga hafal silsilah keluarga Jake?

"Ezio tinggal di Tuscany untuk membantu Ayahku, Anna, walau dia lebih minat di bidang arsitek. Kayaknya bulan depan dia bakal datang buat liburan. Katanya Bali seperti rumah kedua yang harus didatangi tiap tahun."

"Betul. Kamu nggak balik ke Tuscany?" tanya Anna membelai bibir gelas mocktail.

Jake menggeleng cepat. "Aku betah di sini, jujur aja."

"Kenapa?" Anna menelengkan kepala merasa penasaran dengan jawaban Jake. Entah kenapa dia begitu berharap kalau ada namanya yang menjadi salah satu alasan lelaki itu enggan pergi ke luar negeri. Namun, Anna harus sadar diri kalau mereka hanyalah sebatas teman dan bolak-balik dia mengingatkan bahwa Jake telah memiliki tambatan hati lain. 

Lagi pula kamu dan dia baru berkenalan beberapa minggu Anna, sadar dong!

"Ada seseorang yang membuatku makin jatuh cinta dengan Bali," lirih Jake mengunci tatapannya pada Anna. "Dan itu kamu, Anna."

Oh shit! batin Anna mendadak melunglai. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro