Bab 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ibu," sapa Anna saat menjenguk Silawarti lalu mengecup keningnya penuh kerinduan. "Ibu udah enakan ya? Kata dokter tadi, tangan ibu udah gerak-gerak."

Anna membelai rambut panjang nan bergelombang Silawarti masih setengah basah usai dicuci menggunakan sampo beraroma bunga kesukaannya semasa masih sehat dulu. Entah waktu yang terlalu cepat berlalu atau memang Anna tidak menyadarinya secara detail kalau ada helai-helai rambut yang mulai memutih mengintip malu-malu di kepala Silawarti. Walau begitu, tak menghilangkan kecantikan ibunya sebagai perempuan Bali yang menjadikannya primadona sewaktu masih muda. 

Meski harus menelan kekecewaan ditinggal kekasihnya! 

Dia menopang dagu, minggu depan adalah ulang tahun ibunya yang ke-52 tahun. Biasanya mereka akan mengadakan syukuran bersama tetangga baru lalu makan seafood bakar dari ikan-ikan segar di warung pinggir pantai dilanjut belanja di Kuta. Silawarti paling suka pernak-pernik yang dijual oleh warga lokal atau camilan semacam pie susu, kacang rahayu asin, sampai bakpia. Tapi sekarang? Apakah Anna harus melakukan apa yang dulu menjadi rutinitas bersama ibunya seorang diri?

Tanpa Ibu rasanya bukan merayakan ulang tahun Ibu, tapi Anna makan sendiri, jalan-jalan sendiri kayak orang galau. Apa aku ngajak Jake?

"Bu?" Anna berbisik mengawali cerita tentang sesuatu yang mengganjal perasaan semenjak meninggalkan kediaman Jake kemarin. "Ibu inget nggak sama Jake, si juragan anggur yang ganteng itu? Anna nggak mau kepedean tapi ... dia ..." bibir Anna mendadak tak mampu menyelesaikan ucapan manakala bayangan Jake memenuhi benaknya dan memunculkan jutaan butterfly effects yang menggelitiki perut.

"Ada seseorang yang membuatku makin jatuh cinta pada Bali. Dan itu kamu, Anna."

Bak remaja dilanda kasmaran, semburat merah jambu muncul di pipi yang mendebarkan dadanya untuk ke sekian kali. Sampai-sampai dia bisa mendengar dentuman hebat di jantungnya sekeras ledakan bunga api saat perayaan tahun baru. Perut Anna makin mengencang dan seluruh bulu romanya meremang tanpa bisa dikendalikan lagi. 

Bagaimana tidak, suara rendah Jake yang melontarkan kalimat-kalimat berisi rayuan tersebut makin lama makin menggaung keras di telinga seolah-olah berusaha mendobrak dinding pertahanan yang sudah dibangun susah payah. Memaksa Anna untuk keluar dari zona nyaman menuju ke zona yang akan mengikatnya bersama Jake atas percikan gairah yang diciptakan tanpa sengaja. 

Jujur saja, Anna tidak ingin terbawa perasaan. Dia tidak ingin Jake menyeretnya ke dalam hubungan yang tidak mungkin di saat pria itu telah memiliki tambatan hati lain. Tapi, makin ke sini, Jake seperti membuka pintu gerbang selebar-lebarnya, menggencarkan godaan demi godaan yang menyiratkan bahwa pertemanan yang mereka rajut bukan sekadar pertemanan biasa.

"Dan itu kamu, Anna."

Di sisi lain, Anna makin tidak bisa lepas dari jerat godaan Jake saat Barbara menawarkan dirinya sebuah pekerjaan yang sama dengan perawat perjalanan. Hanya bertugas mendampingi wanita itu selama di Bali berdasar kemampuan Anna menangani pasien di situasi darurat. Walau ada dokter pribadi yang sudah diberi mandat oleh keluarga Luciano, Barbara bersikukuh ingin Anna mendampinginya secara pribadi sekadar menjadi teman bicara dan bertukar pikiran. Tak hanya itu saja, Barbara juga menawarkan gaji lebih tinggi dibandingkan ketika Anna mengabdi di rumah sakit selama tiga sampai enam bulan di Australia. 

"Jika di Bali, aku bisa, Nonna. Kalau mengikuti Anda ke Tuscany ... aku tidak bisa meninggalkan ibuku sendirian lagi. Indonesia-Sydney saja kadang aku masih khawatir atas kondisi ibuku, apalagi ini di Eropa?" tukas Anna tidak bermaksud menolak penawaran fantastis Barbara. 

"Bello ... tenang saja. Jika kau mau ikut denganku, Jake akan mengurus semuanya. Termasuk ibumu, Bello. Di sana ada satu rumah sakit yang menurutku terbaik dan bisa memberi pengobatan juga perawatan untuk ibumu. Kau bisa bekerja sembari memantau perkembangan ibumu, Anna, bagaimana?" Barbara mengerlingkan mata seraya menggenggam tangan lembut Anna bagai menaruh kepercayaan pada gadis itu. 

"Bu, salah nggak sih kalau ... Anna ..." Lagi-lagi lidahnya tak sanggup merangkai kata-kata.

Anna terlalu takut pada diri sendiri apakah pantas menggantungkan secuil hati kepada semesta. Dia ingin menyematkan nama Jake di dalamnya meski suatu hari nanti cinta itu tak terbalaskan. Sebagai manusia yang masih memiliki perasaan, Anna tidak bisa menampik bahwa ada getaran lain setiap kali berdekatan dengan Jake. Perasaan membuncah seperti menyambut musim semi di mana bunga-bunga bermekaran bersamaan. Seperti hangatnya mentari yang memeluk Anna erat atau seperti riak laut berkilauan dan buih-buihnya yang bercumbu dengan batu karang. Atau seperti lonjakan hormon yang tidak dapat dikontrol seperti saat-saat Anna mengendarai ombak di pantai. 

Anna suka, tapi Anna takut kalau ini salah, Bu. Anna ragu kalau ini cuma sesaat saja karena mereka terlalu baik. Bukankah manusia tidak pernah punya perasaan yang abadi?

###

"Hei, Mate!" teriak Shanon ketika berhasil tersambung melalui video call. "How ya goin?"

(Bagaimana kabarmu)

"Rasanya campur aduk!" seru Anna seraya memasang sheet mask dan mengambil roller agar kandungan dalam masker cepat menyerap di kulit.

"Maksudmu?" Shanon terdiam beberapa saat lalu mengerlingkan mata penuh arti. "Oh ... aku merasakan ada sesuatu terjadi di antara kalian. Aku benar kan? That's fuckin ace, Mate!"

(Itu sialan bagus, kawan)

Anna memutar bola matanya. "Aku tidak ingin berlebihan, Shanon. Hei, apa botol Lagom yang diberi Jake sudah datang?"

"Belum." Shanon menggeleng. "Hei, jangan mengalihkan pembicaraan Annie. Jadi, katakan padaku apa yang terjadi?"

"Kau tak akan percaya,"  tandas Anna kemudian menarik napas panjang bersiap menerima reaksi menghebohkan temannya. "Aku mendapat tawaran dari Barbara, neneknya untuk mendampinginya selama di Bali dan kemungkinan besar lanjut ke Tuscany."

"Really?" Suara Shanon mendadak melengking nyaris menembus gendang telinga Anna. "Jesus, Annie! Kau benar-benar beruntung, Mate! Kau tak perlu kerja susah payah jika harus mendampingi neneknya. Kebutuhanmu akan dipenuhi kan?"

Anna melenggut. "Bloody oath she does, Shanon."

(Tentu saja iya!)

Alis Shanon menyatu menangkap gelagat lain dari raut wajah temannya yang merasa tak bahagia mendapatkan kesempatan emas untuk bekerja di bahwa nama keluarga Luciano. Dia mengira tidak ada yang kurang dari semua fasilitas yang bakal diberikan. Gaji? Tempat tinggal? Asuransi? Akomodasi? 

Tidak, Shanon merasa bukan hal itu yang menggelayuti benak Anna. Sebagai penggemar berat Lagom yang hafal seluk beluk keluarga Jake sampai ke akar, tidak mungkin kalau mereka bakal menelantarkan Anna. Sepak terjang keluarga Luciano terlalu sempurna di mata publik. Mereka memang bergelimang harta sampai tujuh turunan yang tidak bakal habis-habis, namun keluarga Luciano juga aktif di kegiatan sosial orang-orang kaya termasuk pelelangan wine edisi terbatas yang hasilnya akan disumbangkan ke negara-negara konflik. Jadi, tidak mungkin kalau tawaran nenek si punggung terlalu rendah bagi Anna.

Perempuan mana sih yang bakal menolak? batin Shanon. Kalau kesempatan itu jatuh ke tangannya, Shanon bakal bersemangat untuk bekerja sepenuh hati agar bisa mendapatkan simpati keluarga Luciano. Apalagi rumor adik Jake masih lajang, jadi masih ada kesempatan besar. Tidak mendapatkan kakaknya, adiknya juga boleh.

"Kalau benar kenapa wajahmu murung?" tanya Shanon. "Oh, apa karena Jake? Bagaimana hubungan kalian, Mate? Dia benar-benar membuatmu bergetar atas bawah kan?"

"Shanon..." Anna mendelik. "Bukan seperti itu oke!" ketusnya tak terima walau sebagian kecil dari kalimat Shanon benar. Dia merasakan getaran dalam dada setiap bersama Jake. Getaran yang tidak bisa ditahan lebih lama lagi.

"Lalu apa?" Shanon menaikkan nada bicaranya kesal karena tak kunjung mendapatkan jawaban. "Tunggu! Apa kalian merasakan sesuatu satu sama lain?"

Bibir Anna terkatup rapat mendengar tebakan Shanon yang benar-benar tepat bagai busur panah yang melesat ke target. Berulang kali dia meyakinkan diri apakah ini benar? Apakah debaran dalam hatinya ini karena kebaikan tanpa batas yang diberikan Jake atau pelarian semata akibat tak memiliki pasangan? Anna sadar, berpisah dari Milo si parasit adalah mimpi buruk selama beberapa tahun terakhir. Walhasil, Anna menyematkan semua pria di dunia sebagai manusia yang tak patut dicintai dan mengedepankan karier sebagai pelipur lara setelah ditipu Milo. 

Namun, ini Jake Batara Luciano. Pria yang memiliki segalanya sehingga tak perlu khawatir uang Anna bakal dibawa kabur. Pria tipikal green flag yang selalu berkata lembut dengan senyum manis juga pandangan teduh menyejukkan jiwa. Sedari awal Anna berusaha menampik, tapi makin ke sini kata-kata Jake menyiratkan godaan yang menyeretnya ke dalam hubungan terlarang. 

Aku nggak mau jadi pelakor!

Sementara di lain sisi, dia tidak yakin apakah Jake merasakan hal yang sama. Gairah yang disulut berawal dari ciuman di depan beach club merambat pada momen-momen menyenangkan melebihi ketika dirinya bersama Milo. Semua terbalut begitu indah bagai fatamorgana yang tidak ingin dihilangkan Anna dalam kepala.

"Benar kan Annie?" Shanon mengulang pertanyaannya. 

Mau tak mau Anna menyengguk pelan seraya melepas sheet mask seperti menunjukkan sisi lain dari dalam dirinya. Bahwa dia merasakan hal lain saat bersama Jake. Rasa suka yang tidak ingin dia ubah menjadi cinta yang pada akhirnya menyakiti orang lain. 

"Ini salahku kan? Harusnya aku tidak usah menerima--"

"Tidak ada yang salah, Mate. Semua ini takdir, kau tidak bisa menghindari takdir yang ditulis Tuhan," sela Shanon berusaha menenangkan temannya yang dilanda dilema. Lagi pula manusia tidak akan pernah bisa mengontrol apa yang datang dan pergi dari dasar hatinya. Sekali pun mengelak, Tuhanlah yang lebih berhak berkehendak. "Apa yang terjadi di antara kalian?"

"Mungkin aku yang terlalu berlebihan, Shanon. Kau tahu kan rayuan-rayaun pria Italia terkadang membuat kebanyakan wanita salah paham?" ujar Anna. "Jake menggiringku ke dalam jebakannya dan aku yakin dia berhasil."

"Words of affirmation dan act of service sudah mendarah daging di setiap pria-pria Italia, Annie. Tapi, tidak semua dari mereka jago merayu wanita, oke. Kalau pun dia memang suka padamu, aku yakin dia akan menciummu di depan umum atau mengajakmu bercinta."

"Itu bukan suka tapi nafsu, Shanon," elak Anna seraya memutar bola mata. 

"Ah, benar. Kau harus ingat, bahasa cinta pria terkadang melalui sebuah percintaan panas agar meyakinkan diri mereka apakah harus keluar dari zona nyaman atau tidak," tandas Shanon. "Jake adalah pria yang memiliki tunangan dan kau hanyalah teman yang kebetulan menolong neneknya. Aku yakin dia bisa membuat batas agar tidak terlalu jauh, Annie. Dan saranku ... kau lupakan perasaanmu daripada kau menelan kekecewaan. Oke."

"Kau benar."

"Maafkan aku, Annie. Terkadang kita dipaksa sadar siapa diri kita, bukan? Aku bukannya ingin menghancurkan ekspektasimu tapi ... terlibat di keluarga Luciano adalah sesuatu yang berat. Kita tidak akan mampu mengimbanginya. Cukup nikmati minuman mereka, tapi tidak dengan masuk ke kehidupan konglomerat itu," terang Shanon panjang lebar. "Kalau kau ingin deretan pria panas, aku bisa merekomendasikannya pria-pria Aussie yang tidak kalah seksi. Hei, ada seorang residen yang baru putus dari kekasihnya. Kau mau aku mengenalkan kalian berdua?"

Anna terkekeh. "Tidak. Aku tidak tertarik hubungan jarak jauh dan jangka panjang. Yang ini saja sudah membuatku pusing."

"Pesona Jake memang tidak bisa diabaikan, harus kita akui, Mate." Shanon tertawa sampai pipinya memerah. "Jadi, apa rencanamu nanti?"

"Aku ada janji dengannya untuk surfin, Mate. Dia bilang ingin melihatku berselancar di ombak besar dan aku menantangnya balik. Kukira orang-orang seperti mereka tidak punya waktu untuk bersenang-senang kan?" tanya Anna mengambil wadah eye cream dan mengoleskannya tepat di kantung matanya yang mengerikan. 

"Ayolah, olahraga mereka sedikit berbeda dengan kita. Polo, yachting, balapan kuda, atau balapan mobil formula 1," kata Shanon. "Kalau tidak salah ... Jake lebih suka hiking dan climbing. Kau bisa merekomendasikannya beberapa tempat bagus di Bali, Annie."

"Kau makin membuatku masuk ke dalam jebakannya, Shanon!" sembur Anna mengerucutkan mulutnya. 

"Sorry.

Tak berapa lama, suara teriakan seorang lelaki membuyarkan percakapan dua perempuan itu. Anna berdiri dari kursi dan membuka sedikit tirai jendelanya untuk melihat siapa yang memanggil. 

"Ada paket?" gumam Anna merasa tidak memesan barang online. "Sebentar Shanon, aku keluar dulu."

"Oke, aku akan mandi sebentar. Jangan kau matikan video call-nya Annie, aku masih ingin bergosip!" titah Shanon yang dibalas anggukan. 

Buru-buru Anna berlari keluar rumah untuk melihat siapa penerima paket karena dirinya tidak merasa membeli barang secara online akhir-akhir ini. Dia berteriak menyahuti suara pria paruh baya yang memanggil-manggil Anna begitu tak sabaran. 

"Paket, Mbok!" teriak seorang pria paruh baya mengenakan jaket hijau kemudian tersenyum lebar saat Anna membuka pintu pagar. "Atas nama Anna Asmita?"

"Iya, Bli. Tapi, dari siapa ini?" tanya Anna mengerutkan kening membolak-balikkan paket berlapis plastik hitam. "Saya nggak merasa pesen soalnya."

"Saya juga ndak tahu, Mbok. Saya kan tugasnya cuma ngantar barang aja, Mbok. Tapi ini bukan COD kok, tenang aja," tandas pria yang memiliki tahi lalat di puncak hidung itu. "Saya foto dulu ya sebagai tanda terima." 

"Oke, matur suksma, Bli!" Anna mengucapkan terima kasih lalu menutup pagar dan duduk di teras rumahnya untuk membuka paket itu. Alisnya bertaut membaca nama pengirim dan alamat yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Dalam hati, Anna bertanya-tanya apakah pengirim itu tidak salah mencantumkan alamat? Bisa jadi kan ada nama Anna Asmita lain?

Detik berikutnya Anna memekik kaget dan refleks melempar kotak berisi tikus mati dan sebuah potret wajahnya dilumuri darah. Mendadak perut Anna bergejolak dan langsung mengeluarkan isi lambung tanpa bisa ditahan usai mendapati bangkai hewan tersebut. Dia paling benci hewan pengerat itu dan bisa-bisanya seseorang mengiriminya bangkai tanpa belas kasihan. Namun, satu yang jadi pertanyaan Anna, siapa yang tega melakukannya?


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro