Bab 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jake keluar dari ruang ganti hanya mengenakan boardshort hitam lalu meraih surfboard bercat hijau neon berlogo pohon kelapa dan bertuliskan Paradise of Bali miliknya yang disandarkan ke tembok. Dari balik kacamata hitam yang bertengger anggun di batang hidung mancung Jake, dia mengedarkan pandangan mencari-cari sosok Anna. Bibirnya melempar senyum kepada beberapa perempuan-perempuan berkulit kemerahan akibat terbakar matahari yang menggodanya melalui kerlingan mata.

"Hei, handsome," sapa seorang perempuan pirang mengenakan bikini. 

Jake tak menanggapi dan sudah menjadi makanan sehari-hari ketika dirinya keluar hanya mengenakan celana pendek. Dada bidang yang ditumbuhi bulu-bulu halus menjadi daya tarik para wanita. Kadang kala ada yang blak-blakan ingin menelusuri jemari mereka ke otot-otot perut Jake sebelum berhenti di balik celana yang digunakan. 

Dasar gila! rutuknya dalam hati.

Dengan bertelanjang kaki, Jake berjalan menginjak butiran pasir putih halus sembari menarik aroma-aroma laut menenangkan jiwa. Sinar matahari masih terang benderang berhias gumpalan awan putih yang berarak ke selatan. Sejauh mata memandang, bentangan pantai Keramas seperti milyaran emas yang ditumpahkan semesta. Mereka tampak berkilauan begitu cantik manalagi deburan ombak bergulung-gulung mencumbu bibir pantai begitu mesra. Semilir angin sore terasa sejuk membelai kulit eksotis nan telanjangnya.

Di antara ratusan pengunjung yang masih betah berjemur di bawah bias matahari sore, banyak dari mereka menyatu bersama gulungan ombak di sana. Meliuk-liuk begitu indah di atas papan selancar tanpa rasa takut sedikit pun. Sementara lainnya bermain di pinggir pantai, entah sekadar duduk, lari sore, atau mengambil foto melalui ponsel. Atmosfer yang dirindukan Jake tiap kali merasa burn out atas tanggung jawab yang dibebankan di pundak.

Jake memicingkan mata, mendapati salah seorang peselancar terlihat paling menikmati dan berdiri begitu santai di atas funboard berwarna mencolok. Bibir tipis Jake mengukir seulas senyum penuh kekaguman bahwa Anna lagi-lagi menunjukkan pesonanya yang benar-benar memikat pria.

Termasuk lekuk tubuhnya yang sialan indah.

Dia tidak menampik bikini surfsuit kuning bercorak garis putih vertikal membungkus badan ramping Anna benar-benar sangat cocok. Terutama memperlihatkan garis punggung yang ikut melengkung seksi ketika Anna berdiri sedikit menekuk lutut untuk menyeimbangkan posisi di atas papan. Jika seperti ini, Jake tidak melihat satu kesedihan terpancar dari bola mata Anna terlepas masalah demi masalah yang menimpa gadis itu.

Dia perempuan tangguh.

"Benar-benar nggak sabaran," gumam Jake berlari untuk bergabung bersama Anna setelah memasang leash di pergelangan kaki kiri. Ini salah satu pengaman bagi semua peselancar entah pemula maupun profesional ketika terhempas ombak.

Dinginnya air laut menyambut kaki Jake seperti meleburkan keresahan atas kerusakan yang terjadi di pabrik utama milik keluarga Luciano. Sampai detik ini, Fabio belum juga mengabari dan sepertinya masalah-masalah di sana sudah teratasi bersama ayah Aria. Entahlah, batin Jake. Oleh sebab itu, ketika mendapatkan tawaran untuk berselancar, dia langsung menyetujui tanpa pikir panjang, setidaknya dia ingin melepaskan ketegangan yang menyesakkan dada.

Dalam posisi telungkup di atas funboard, Jake mendayung menggunakan tangan agar sampai ke tengah-tengah di mana ombak biasanya datang. Dia berteriak memanggil Anna dan gadis itu menoleh seraya melambaikan tangan kanan tanpa merasa bersalah telah meninggalkan Jake seorang diri.

"Ups, ya ampun, Jake!" seru Anna baru sadar keteledorannya sudah mendahului Jake bermain di laut. "Aku tadi ingin coba-coba terus keasyikan di sini. Ternyata kamu mencariku ya?"

"I did. Aku lihat kamu paling menikmati bermain di sini!" cibir Jake lalu mengalihkan pandangan ketika ombak sudah datang dari jarak enam meter. "Dia akan datang, ayo!"

"Kamu bisa?" tanya Anna mengayuh lebih cepat papannya tuk mengimbangi Jake.

"Siapa bilang aku nggak bisa main selancar, Anna?" Jake ingin unjuk diri.

Meskipun dia sering bergelut di antara anggur-anggur yang siap dikemas dan dikirim ke berbagai kota maupun negara, tentu saja dia mampu melakukan hal yang diremehkan Anna. Mungkin dia tidak benar-benar berada di tingkat seorang profesional pengendara ombak, hanya saja Jake hafal bagaimana teknik-teknik untuk berdiri di atas papan dan mengarahkannya mengarungi barrel--lorong yang dibentuk ombak--sebelum pecah jadi buih.

"Shit!" ledek Anna seraya menjulurkan lidah mulai merasakan gelombnag-gelombang sedang menyambut. "Apa yang nggak kamu bisa, Jake?" teriaknya seraya membelokkan papan dan sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan puncak ombak yang akan ditunggangi.

"Aku bisa karena mau belajar, Anna! Manusia dibekali otak, kenapa nggak dimanfaatkan sebaik mungkin?" balas Jake memberi kode bahwa ombak yang datang dirasa besar. "Here we go, Baby!"

Mereka berdua langsung pop up di atas papan begitu mantap, bermanuver seolah-olah ombak yang dilintasi berubah menjadi daratan mulus tanpa terjal. Berkelok-kelok sembari menyentuh gulungan laut yang perlahan-lahan pecah. Jake menekuk lutut merasakan posisinya agak goyah berusaha mengembalikan kendali papan agar tak dikuasai gelombang. Bahunya dia tarik sedikit ke belakang, bermanuver menghindari point break ombak lantas berdiri tegap melintasi barrel.

Sontak air laut dari ekor papan terciprat menciptakan kilau keemasan menghiasi gerakan memukau Jake. Namun, bukan dirinya sendiri yang menjadi atensi melainkan Anna. Dia berusaha mengimbangi kelincahan Anna yang begitu mudahnya meliuk-liuk seperti sudah mengenal lama ombak-ombak di sini.

Saat sudah terhempas dari ombak, Jake menaiki kembali papan dan mendayung untuk mendekati gadis itu seraya memuji, "Permainanmu bagus banget!"

"Kamu juga! Nggak nyangka juragan anggur bisa selancar!" seru Anna menyisir rambut basahnya ke belakang.

"Juragan anggur?" Jake menaikkan sebelah alisnya.

Anna mengangguk. "Eh, bener tahu. Kamu kan juragan anggur."

Jake tergelak merasa sematan seperti itu terdengar tak elegan di telinga, namun dia mengiyakan julukan yang diberi Anna padanya. Sesuatu yang meluncur dari bibir gadis itu menarik bagi Jake.

"Ayo tangkap ombak lagi, Jake!" seru Anna kembali memosisikan dirinya di atas papan lantas mendayung sekuat tenaga. "Mau balapan?"

"Apa hadiahnya?" tantang Jake.

"I don't know. Mungkin--"

"Bersamaku sampai besok pagi," sela Jake. "Kita akan berlayar ke Nusa Lembongan, Anna."

What?

Rahang Anna nyaris menyentuh permukaan papan mendengar ajakan Jake yang rasa-rasanya seperti permintaan berkencan. Nusa Lembongan? Bukankah itu pulau seberang yang harus ditempuh menggunakan kapal? Apakah dia sudah merencanakan sesuatu tanpa diketahui Anna?

Untuk beberapa saat dentuman jantung Anna seirama gulungan ombak di sekitar. Begitu keras menghantam karang sampai tak bisa dikendalikan lagi ke mana arus akan membawanya. Dia menenggak salivanya sendiri, menggigit bibir bawah haruskah menerima permintaan menarik itu. Dua sisi dalam diri Anna berkecamuk antara mengiyakan atau menolak dengan masing-masing risiko di depan mata.

"Anna!" teriak Jake menyadari posisi lelaki itu jauh di depan. "Kamu bisa kalah atau sengaja kalah?" godanya terbahak-bahak.

"Jake!" balas Anna menggerakkan tangannya mendatangi Jake. "Ah, sialan! Kamu curi start!"

"I did!" balas Jake.

###

Puas berselancar di Pantai Keramas sampai sinar rembulan menyapa, Anna dan Jake duduk di atas pasir membiarkan riak laut yang berbuih membelai kaki telanjang mereka. Mengamati gemintang yang mulai bermunculan dan merasakan angin darat berhembus mengeringkan kulit dan rambut basah. Teriakan juga deburan ombak saling bersahut-sahutan bagai harmoni indah di telinga.

Di sini suasana makin ramai karena ada klub surfing Komune Beach Club yang bakal menaklukkan ombak di malam hari. Anna pernah mengikuti kegiatan mereka ketika diajak salah satu kenalannya yang merupakan anggota Komune untuk berselancar. Tentu saja sensasinya sungguh berbeda karena pengaruh angin darat yang membuat ombak makin ganas. Namun, semenjak dia bekerja, Anna sudah jarang mengikuti acara tersebut.

"Oh iya." Anna baru teringat kalau dalam tas ranselnya ada kotak makan berisi kaliadrem. "Aku buatin camilan tapi di tas."

"Makasih," kata Jake terharu sembari menyunggingkan senyum manis. "Bikin apa?"

"Kaliadrem. Jajan tradisional Bali. Kamu tahu nggak?" goda Anna ingin mengetes sejauh mana Jake menjadi warga lokal di sini.

Lelaki itu melenggut. "Aku tahu kok. Karyawanku pernah kirim bingkisan buat perayaan adat katanya."

"Galungan."

"Benar," tandas Jake. "Ibuku juga masih sering membuatnya untuk nonna karena cocok disandingkan bersama teh terus duduk di teras rumah melihat hamparan kebun anggur."

Anna beranjak dari posisinya karena mulai kedinginan. "Ayo balik, Jake. Aku butuh mandi ini. Mana perutku laper banget. Makan ikan bakar kayaknya enak."

"Ide bagus," ujar Jake ikut bangkit dan mengambil papan surfingnya yang ditancapkan ke pasir. "Sini aku bawain papanmu."

"Hei, berat tahu," elak Anna ingin merebut papan miliknya.

"Nggak seberat beban hidup manusia, Anna," sembur Jake dengan nada bercanda. "Kita singgah sebentar ke Komaneka. Kalau nggak salah, mereka punya menu ikan bakar dan babi guling? Kamu suka?"

"Babi guling?" Anna menggeleng cepat. "Nggak suka meski kata orang enak. Mending ikan bakar sih. Kamu sering ke sini ya kok langsung rekomendasiin Komaneka? Aku malah nggak kepikiran ke sana."

"Langganan buat acara gathering bersama orang-orang Lagom, Anna," kata Jake. "Aku saranin ke Batukaru Kitchen Komaneka, tempatnya bagus dan makanannya enak-enak."

"Aku ngikut aja apa kata kamu," tukas Anna melambaikan tangan ketika berada di toilet umum. "Can't wait for your another suprise!"


Serasa dunia milik mereka ya, kita mah ngontrak 😂😂😂.
Senyumanmu mas Jake bikin lelehhhh...

Sekarang cerita ini hadir di Karyakarsa ya!!! Yang mau baca lebih cepat harap merapat. Segera follow akun Ry-santi.

Grazie infinite, Bello!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro