Bab 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Makasih, Bli!" ucap Anna selepas dua orang pria suruhan Jake memasang CCTV di teras rumahnya. Dia mengeluarkan dua botol minuman dingin dan dua bungkus nasi Padang untuk diberikan sebagai imbalan sudah mau membantunya. "Oh iya, ini diminum dulu, Bli. Cuacanya panas. Saya beliin makanan juga."

"Iya, Mbok," kata si pria bertubuh tambun. "Makasih."

Mereka berdua duduk di kursi berbahan kayu jati, membuka penutup botol lalu meneguknya cepat. Sementara Anna mengamati mereka dalam diam karena rasa sungkan mengapa majikan mereka berbuat sampai sejauh ini. 

"Pak Jake itu ... emang kayak gitu ya, Bli?" tanya Anna duduk di salah satu kursi sembari melepas jaket denim kemudian mengikat rambutnya yang mulai memanjang. 

Rasa penasaran makin membelenggu Anna kenapa Jake terus-menerus menabur kebaikan kepada orang yang pernah membantu neneknya satu kali. Mungkin orang lain akan suka cita menerimanya, tapi Anna tidak bisa selamanya berpangku tangan membiarkan Jake mengurusnya terus. Dia sadar diri kalau posisinya sebatas seorang teman yang bekerja sebagai perawat pendamping Barbara. Kecuali kemarin. Dia memang membutuhkan lelaki itu karena hanya Jake yang terlintas di kepala.

"Gitu gimana, Mbok?" tanya pria berkacamata di sebelah pria tambun seraya menaikkan sebelah alis. "Oh ... maksudnya nyuruh kita pasang CCTV?"

Anna melenggut cepat. "Saya sungkan, Bli. Ya kali kalau saya nggak ada duit, orang saya bisa bayar orang buat pasang CCTV. Ayo, silakan dimakan nasi Padangnya, Bli. Saya beliin pakai gulai ikan kakap loh!"

"Ya ampun, repot-repot, nih! Makasih, Mbok!"tandas si tambun terlihat kegirangan sambil membuka karet pembungkus nasi. 

"Pak Jake emang gitu, Mbok. Jangankan sama Mbok, orang sama semua karyawannya benar-benar disejahterakan. Tuh ada anaknya orang pabrik, bapaknya meninggal karena kecelakaan saat perjalanan. Nah, Pak Jake bersedia membayar biaya pendidikannya sampai perguruan tinggi loh! Disuruh mendalami ilmu bikin wine gitu di Spanyol," terang si pria berkacamata ikut makan begitu lahap.

"Serius?"

"Iya, nanti disuruh jadi staff Lagom, Mbok, ngikuti jejak almarhum bapaknya dulu," terang si pria berkacamata usai menelan nasinya. "Orang kaya kayak mereka itu menganggap semua ini wajar, Mbok, kita cuma perlu bersyukur aja bisa bertemu Pak Jake. Jarang-jarang loh juragan macam itu di jaman sekarang."

"Nah, tuh yang lagi rame di internet yang katanya lupa nggak ngasih gaji karyawan. Yang salah siapa yang minta maaf siapa, kan?" timpal si tambun lalu terbahak-bahak.

"Bener juga sih, Bli," kata Anna lalu merogoh ponselnya dan mengirim pesan teks kepada Jake sekadar mengucapkan terima kasih. "Oh iya, apa dia ada waktu ya nanti sore buat surfing? Aku belum nepatin janjiku," gumamnya. 

Anna : Makasih banyak ya, Jake. Aku gk tau harus bilang apa selain makasih udh bantu pasangin CCTV. 

Anna : Ada waktu gk sore ini? Surfing yuk! Aku bawain surfboardku.

Anna : Jadi ke Pantai Keramas kan? Yang ombaknya sedang-sedang aja buat pemula kayak kamu.

Jake : Sama-sama. Jangan meremehkanku, Anna. Aku bisa mengimbangimu. 

Jake : Tentu, aku jemput pukul 3 sore. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu :)

"Wow, apaan ya?" gumam Anna dibuat penasaran. Mendadak hatinya meletup-letup tak sabar akan kejutan yang diberikan oleh pria itu.

###

Selagi menunggu kedatangan Jake di rumah, Anna membuat camilan manis untuk dibawa sekadar pengganjal lapar. Dia tahu mungkin dalam keseharian Jake jarang sekali mengonsumsi makanan-makanan lokal mengingat ada darah Italia yang mengalir di sana. Sebenarnya Anna ingin memasak jaja batun bedil, sejenis bubur candil tapi bentuknya bulat pipih dan disiram kuah campuran adonan tepung dan gula merah. 

Dia membayangkan duduk-duduk di bawah pohon kelapa sembari menikmati manisnya Batun Bedil yang ditaburi parutan kelapa. Tapi, karena takut membawa bahan-bahannya ribet, walhasil Anna memutuskan membuat kaliadrem--jajan tradisional yang terbuat dari tepung beras dan dibentuk bulat atau segitiga dengan lubang di tengahnya. Dulu jajan ini sering dibuat pelengkap upacara Galungan, tapi sekarang semua orang bisa menikmatinya tanpa mengenal waktu. 

Walau sering merantau ke luar negeri, Anna tidak pernah lupa tradisi turun-temurun dari nenek moyangnya. Semasa masih sehat dulu, Silawarti selalu mengajari Anna untuk mengenal dan lebih mencintai olahan lokal yang otentik serta penuh cita rasa. Meski bertahun-tahun tinggal di Australia, Silawarti berkata jika masakan Bali tidak akan pernah ada duanya. 

"Andai Ibu udah sehat, pasti aku buatin banyak jajan," gumam Anna seraya menguleni adonan tepung beras yang diberi gula merah dan parutan kelapa. "Minum teh sambil nonton berita atau gosip lambe turah."

Merasa adonan sudah bisa dibentuk, dia mengambil cetakan segitiga yang memiliki lubang di tengahnya. Tak lupa pula menyalakan kompor dengan wajan yang dituangi minyak agak banyak. Agar tidak kesepian, Anna mencuci tangan untuk menyalakan lagu melalui Spotify. Beberapa hari ini dia menemukan sebuah lirik dari seorang penyanyi yang dirasa mewakili perjalanan hidupnya. Termasuk kisah cinta yang tidak sesuai harapan. 

Who I used to be. Is not who I am, look at me

These dreams of mine, do not need your advice or cheap blessing

My crown you couldn't lift and you want me to act a certain way

I'm no one's toy no more, it hurts them

To know they can't control me each day, enjoy the pain

"I don't need your expectations," teriak Anna seraya mencelupkan hasil cetakan ke dalam minyak panas. "Made the bricks to pave my way! Fuck that Grammy nomination, happiness cannot be bought!"

Jika menilik kisah cintanya bersama barisan mantan. Bersama Milo paling menyakitkan hati Anna. Hingga menyisakan sebuah lubang mengaga dalam dada yang mungkin tidak akan pernah sembuh sekalipun ada pria yang berusaha menutupnya. 

Namun, kehadiran Jake menghancurkan pendirian yang selalu dipegang teguh gadis itu. Perlahan tapi pasti, entah sihir apa yang digunakan si punggung, nyatanya Jake menyembuhkan luka batin Anna. Bahwa di luar sana akan ada pria yang bakal memperlakukannya seperti mutiara berharga. 

Perasaan kagum yang tadinya muncul hanya karena kepintaran dan kepiawaian Jake mengelola Lagom berbuah menjadi rasa cinta terpendam. Apalagi kemarin ketika Anna meneleponnya secara mendadak Jake langsung datang. Dia ingat betul bagaimana ekspresi Jake begitu khawatir padanya menambah sesuatu dalam diri Anna. 

Apakah dia memiliki perasaan yang sama denganku?

"Jangan jadi pelakor, Anna ..." ujarnya meniriskan kaliadrem yang sudah matang. "Lawanmu bukan orang sembarangan."

Dewi batin Anna mencibir kalau selama ini dia sudah menyulut api bersama Jake melalui ciuman pertama mereka. Bagaimana mungkin ciuman itu tidak menimbulkan rasa apa-apa? Ya, meskipun Jake masih bersikap normal seperti pria-pria setia, tapi kata hati siapa yang bisa menerka. 

"Nggak," ucap Anna menggelengkan kepala. "Jangan ngadi-ngadi buat bertindak sejauh itu, Anna. Kamu sama Jake cuma temen. Kalau pun suka, cukup kamu aja jangan dia. Inget, tunangannya itu pemilik separuh saham Lagom, petinggi Tuscano juga kan? Shanon sudah mengingatkan dirimu kan?"

"Jake tipikal setia, Annie. Susah untuk menembus hatinya meski pertunangan mereka didasari bisnis," ujar Shanon melalui sambungan video call. "Tapi, aku tetap mendukung perasaanmu meski tidak berakhir bahagia. Kita hanyalah sekumpulan penggemar yang tidak mungkin menggapai bulan. Kau paham kan?"

###

Deru mesin motor menggelegar telinga seakan-akan ingin merontokkan jantung dari dada. Anna yang baru saja menyemprotkan parfum beraroma white musk dan vanila nyaris menjatuhkan botol Victoria Secret ke lantai. Dia mendecak kesal, buru-buru beranjak dari pinggir kasur tuk mengintip siapa yang datang. Selama ini di kampungnya belum pernah ada orang yang memiliki motor bersuara bagai geraman singa tersebut sebagai bentuk menghargai ketenangan antar tetangga. Tidak salah kan kalau Anna menegurnya?

Jake!

Bola mata gadis itu hampir saja menggelinding ke lantai mendapati sosok menawan tengah berdiri di depan pagar besinya. Dia melepas helm hitam mengilap, celingukan seraya merogoh ponsel dan tak lama ponsel Anna berdering. 

Secepat mungkin Anna mengemasi barang-barang yang perlu dibawa ke dalam tas ransel lantas berlari menghampiri Jake. Dia meraih papan surfing yang ada di ruang tamu agak kepayahan. Begitu sampai di teras rumah, rasa ingin melabrak si pengendara motor pun lenyap berganti desiran cepat dalam darah mendapati penampilan Jake benar-benar berbeda dari biasanya. Sejauh yang diingat Anna selama mengenal Jake, dia selalu mengenakan celana panjang dan kemeja linen longgar berwarna klasik yang dipadu sepatu kulit dan jam tangan mahal. Sekarang?

Jake memakai celana denim dikombinasi kaus abu-abu yang memeluk otot-otot bisepsnya yang terlatih. Rambut keriting yang biasanya tertata rapi, kini agak berantakan tertiup angin menambah daya pikat si punggung. Pantas saja Shanon tergila-gila pada pemilik Lagom itu, satu perubahan penampilan bisa menunjukkan kharisma lain. 

Tungkai Anna nyaris meleleh di tempat andai kata tidak bersandar sebentar ke tiang penyangga teras. Papan selancar yang dipeluknya nyaris jatuh ke lantai. Ditarik napas sebanyak mungkin untuk mengembalikan kewarasan yang sempat hilang tanpa jejak. Sial sungguh sial, apakah Anna akan sanggup menahan debaran keras dalam dadanya sampai ke pantai nanti?

"Hei, ada apa?" tanya Jake terlihat tak menyadari bahwa pesonanya sudah menghipnotis wanita. 

"Ng ... ng-nggak, nggak apa-apa," sergah Anna mengibaskan tangan berpura-pura melihat langit. "Panas ya, Jake. Hawanya panas," keluhnya sambil berjalan mendekati pagar.

Jake mengikuti arah pandang Anna. "Nggak seberapa kok. Oh iya, kamu nggak kesusahan bawa papan selancar?" 

"Hah?" Anna melirik funboard bercat biru bergaris putih horizontal setinggi hampir dua meter itu. "Kamu bisa pakai ini, Jake. Aku akan sewa di sekitar sana. Ini cocok buat pemula sama tingkat menengah kayak kamu."

Lagi-lagi Jake terkekeh menampilkan deretan gigi rapi yang ingin Anna sapa dalam cumbuan. Dia menelan saliva, menepis imajinasi kotor tersebut dalam kepala. Bisa-bisanya di saat seperti ini malah berpikiran lain, rutuknya dalam hati. 

"Tenang aja, aku ada kok," kata Jake menarik papan selancar Anna untuk ditaruh di samping motor Harley Davidson heritage classic bercat cokelat keemasan di bagian tangki dan sepakbor depan maupun belakang. Sementara body lainnya berwarna hitam pekat membuat penampilan si pengendara makin maskulin. "Ayo!"

Anna mengambil helm dari motornya lalu menaiki jok belakang dan langsung menghidu wangi tubuh Jake yang memabukkan. Paduan aroma menyegarkan seperti vetiver--bebauan jeruk--disambung bau agak spicy tapi condong ke mawar. Tanpa sadar hidung mancung Anna mendekati bahu bidang Jake untuk curi-curi kesempatan merekam wewangian yang tidak mungkin terulang. 

Jake melihat aksi Anna dari spion motor lalu menoleh dan bertanya, "Kamu ngapain?"

Anna gelagapan bukan main sampai kaca helm miliknya membentur bagian belakang helm Jake. "Sorry, a-aku suka ... parfummu," tukasnya jujur meski terbata-bata.

Kenapa sih kalau dekat dia aku nggak bisa ngomong dengan benar?

"Oh ..." Jake tergelak sambil manggut-manggut lantas menyalakan mesin motor gedenya. Dia kembali menoleh seraya berteriak di antara bising yang dihasilkan Harley Davidson. "Anna!"

"Ya?" teriak Anna menaikkan kaca helmnya. 

"Pegang pinggangku!" perintah Jake.

"Hah?" serunya tidak terlalu jelas mendengarkan ucapan Jake. 

Jake mendecak kesal lalu menarik kedua tangan Anna untuk melingkari pinggangnya. "Pegangan! Paham kan?"

Apakah dunia telah berhenti berotasi? Apakah aliran pembuluh darahnya berkumpul ke jemari-jemari untuk meraba lebih jauh lekuk otot perut yang tersembunyi di balik kaus abu-abu Jake? Bahkan Anna bisa mencium dan merasakan lebih jelas parfum juga detak jantung Jake di telinga. Melodi indah melebih merdunya seorang diva menggetarkan hati Anna menembus seluruh tulang-tulangnya. 

Perasaan sehangat mentari memeluk Anna begitu erat, menautkan jemari-jemarinya agar tidak terlepas dari rangkulan di pinggang Jake. Bibir gadis itu terkatup rapat menahan lengkungan lebar betapa membuncah hatinya saat ini. Ibarat pelangi sedang menghiasi kepala, Anna merekam momen-momen seperti ini hanya untuk dirinya semata. 

Tuhan, kalau manusia ditakdirkan memiliki sisi egois, maka aku ingin seperti ini bersama Jake untuk sesaat. Mungkin Kau akan bingung atas ucapanku, namun ... perasaan yang muncul entah sejak kapan, aku sudah tidak mampu menahannya lebih lama. 

Bisakah aku memilikinya untuk hari ini saja Tuhan?

Bisakah?

Hanya aku dan Jake.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro