Bab 32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dengerin lagu underrated di atas. Nyeseknya makin kerasa ~

***

Banyak hal yang mesti dipersiapkan sebelum kembali ke rutinitas awal sebagai perawat usai diterima di Mater Hospital Brisbane dalam wawancara kerja. Bukan hanya materi, melainkan mental untuk membuka lembar kehidupan baru. Sebuah keberuntungan bagi Anna bahwa pihak rumah sakit tak segan-segan membantu mencarikan apartemen termurah sehingga tidak perlu membongkar-bongkar situs penyewaan di internet sampai ke akar-akarnya. Gaji yang disepakati pun terbilang tinggi, meski biaya hidup terutama harga sewa sebuah apartemen dengan satu kamar tidur bisa mencapai 2500 dollar di pusat kota.

Setidaknya di Brisbane Anna akan mendapat pengalaman baru dan masih bisa bertemu Shanon walau harus menempuh perjalanan dua jam dengan pesawat. Bagi Anna, semua itu tak masalah asalkan pikirannya tak kembali ke masa lalu yang menusuk hati. Termasuk ketidakhadiran Jake. Lelaki itu benar-benar menghilang seperti ditelan bumi.

Hubungan kami telah berakhir menyedihkan!

Saat Anna mengemasi barang-barangnya ke dalam koper dan tak sengaja menangkap lipatan sweter Loro Piana milik Jake ternyata masih tersimpan rapi di lemari. Dia benar-benar lupa kenapa tidak segera mengembalikan barang mahal itu kepada si empunya. Ditarik sweter lembut yang menjadi salah satu kenangannya bersama Jake lantas dibelai penuh kerinduan dan raut sedih sampai matanya kembali berkaca-kaca.

Gumpalan rindu masih setia merajam batin seolah-olah ada sesuatu belum usai di antara mereka. Seakan-akan bilah-bilah pisau tajam susah ditarik dari dalam dada dan justru menikam lebih dalam. Hatinya sembiluan bukan main hingga tak akan ada penawar yang bisa menghilangkannya. Dipeluk sweter itu dalam isak pilu, meraung-raung memanggil Jake bahwa dia tak sepenuhnya bersalah. Namun, Anna tak punya cukup keberanian untuk bertemu tatap dengan Jake bila kemurkaan masih terpancar dari matanya.

Aku takut kalau kamu masih terbakar amarah, Jake. Bahkan sampai sekarang pun aku nggak tahu obat mana yang membuat Nonna bisa seperti itu.

Dia memutuskan membungkus sweter tersebut ke dalam plastik bening sebelum memasukkannya ke dalam paper bag. Berusaha sekeras mungkin menarik napas yang terasa sesak lalu menghapus genangan air mata di pipi. Anna beranjak dari posisi duduknya kemudian meraih jaket denim yang tergantung di balik pintu kamar. Dibuka lemari pakaian dan mengambil satu kaus berlengan pendek, rok lilit, dan selendang merah untuk dimasukkan ke dalam tas ransel saat terbersit keinginan melukat di salah satu tempat di area Bangli.

Anna bukan manusia sempurna yang tidak menyimpan sakit batin dalam dada manalagi kejadian beruntun kemarin tidak memberinya jeda. Sehingga salah satu cara untuk membersihkan diri dari hal-hal negatif adalah dengan cara melukat. Setidaknya dia ingin melepaskan beban berat di pundak saat air suci membasahi tubuh dilanjut berdoa kepada Sang Pemilik Alam, bahwa apa pun yang terjadi di masa depan Anna sudah pasrah.

Dengan berkendara motor, Anna membelah jalanan yang tak seberapa ramai dibanding hari-hari biasanya meskipun terik matahari agak menyengat di kulit. Pohon-pohon menghijau bak payung alam menyejukkan raga meski berhias asap kendaraan. Ditemani playlist 'AJ' di earphone-nya, Anna merasakan suara merdu Allart mencoba menyadarkannya kalau sekarang waktu yang tepat untuk menghapus semua momen bersama Jake.

Hatinya makin pedih. Batinnya tak rela. Tapi logika tetap memaksa bahwa ini adalah jalan terbaik untuk menyembuhkan luka. Semua kebersamaan dengan Jake sebatas ilusi yang mungkin tak akan menjadi kenyataan lagi. Dia milik Aria. Selamanya milik Aria. Anna hanyalah orang ketiga yang sudah memorak-porandakannya hubungan mereka. Tidak mungkin kalau Anna bisa menyusup masuk dan membawa Jake ke dalam dekapannya.

Erase our names and free us from these chains

Erase our name and don't say mine again

What can I do to fall asleep at night

When you're our of dreams

Kilasan pertemuannya bersama Jake, ciuman pertamanya dengan lelaki itu, hingga percintaan mereka di yacht terus membayangi Anna. Janji-janji yang dibisikkan Jake menimbulkan senyum getir di bibir kalau semua kalimat lelaki itu tak pernah menjadi realitas. Anna terlalu lengah dalam dunia mimpi, berharap seseorang bisa memberinya hati. Nyatanya kini dia ditinggal sendiri dan dikuasai sepi.

Dia mengabadikan setiap sudut Ungasan dan berpikir kalau suatu saat nanti tak akan menginjakkan kaki di sini. Anna tidak mau setiap pulang teringat mendiang ibunya atau kemurkaan Jake padanya. Dia sudah tak mau lagi menitikkan air mata dan membuka luka-luka yang ingin dipendam dalam-dalam.

Aku harus move on.

Begitu masuk ke kawasan perumahan di mana Jake tinggal, tiba-tiba rasa gugup menjalari diri Anna. Dia menghentikan sejenak mesin motor saat merasakan jemarinya gemetaran bukan main. Sekelebat bayangan ketika Jake mencekiknya di sisi gedung UGD rumah sakit menghantui Anna. Napasnya ikut berat seiring tarikan dadanya terasa seperti ditumpuki bebatuan besar. Bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menghiasi kening saat Anna bertanya-tanya apakah langkahnya sudah tepat untuk mengembalikan barang milik Jake secara langsung. Apakah dia perlu kembali dan mengirimkan sweter tersebut melalui jasa pengiriman?

"Mbok!" teriak seorang pria yang mengendarai motor NMAX putih saat menangkap Anna sedang termangu di pinggir jalan.

Anna tergagap sampai tak bisa membalas sapaan pria yang diingatnya sebagai pegawai Jake. Dia yang pernah membantu memasangkan CCTV di rumah setelah diteror paket menjijikkan dari Milo. Hanya lambaikan tangan dan senyum samar membuat pria berpakaian kasual itu mendekat dan bertanya,

"Mau ketemu Pak Jake?"

"Ng ..." Anna menggigit bibir bawah lalu mengangguk pelan. "Ada barangnya yang tertinggal di rumah saya, Bli."

"Oh ... langsung aja, Mbok, orangnya lagi di rumah," ujar pria tersebut seraya tersenyum lebar.

"Ehm ... saya boleh titip ke Bli aja nggak? Saya ... lagi ada perlu soalnya, buru-buru," ujar Anna memutuskan tuk menitipkan sweter Jake kepada pegawainya daripada harus bertatap muka. Mana mungkin lelaki itu mau menemuinya jikalau penjelasan Anna kala itu tidak digubris?

"Oh ... ya udah, ndak apa-apa, Mbok." Pria tersebut menerima paper bag Anna. "Ada salam mungkin?"

Anna menggeleng pelan. "Nggak ada, Bli. Matur suksma," ujarnya menyalakan kembali motor dan berpamitan lantas melaju cepat meninggalkan pegawai Jake di belakang tanpa menoleh sedikit pun.

Makasih buat segalanya, Jake.

###

Butuh waktu setidaknya satu jam empat puluh lima menit untuk mencapai Pura Taman Pecampuhan Sala yang ada di Desa Abuan. Lokasinya agak tersembunyi karena berada di bawah Pura Taman dan harus berjalan kaki dilanjut menuruni anak tangga. Sehingga Anna harus memarkirkan motornya di pinggir jalan yang sudah dijaga oleh warga setempat.

Usai membeli canang, pejati, dupa, dan sesari di lokasi, Anna sempat berpapasan dan menyapa orang-orang. Dia berjalan tak terlalu cepat untuk meresapi betapa asri dan heningnya tempat ini. Suara gemercik air mengalir deras menyejukkan mata dan jiwa. Kicau burung yang saling bersahutan membentuk melodi indah. Pepohonan menjulang tinggi dan saling bertautan membentuk atap sementara sinar mentari berusaha menerobos membentuk jejak-jejak memanjang. Tebing-tebing juga bebatuan besar berlumut yang ditumbuhi tanaman paku bagai dinding-dinding alam. Jalan setapak berpagar kayu menjadikan tempat ini benar-benar membuat pengunjungnya betah. Seingatnya, pura ini berada dekat sungai Campuhan dan bertemunya dua aliran sungai dan dua air terjun yang sumbernya berbeda.

Saat menuruni satu-persatu anak tangga, dia disambut bangunan-bangunan suci umat Hindu bertingkat-tingkat dan bebantenan--sesajen--yang ditaruh di beberapa tempat. Di sana Anna menangkap beberapa orang asing yang ingin melaksanakan ritual suci ini. Seketika pikirannya tertuju kepada Jake karena kulit pria yang sudah mengenakan sarung di sana persis dengan sang pujaan hati.

Lupakan dia, Anna.

Tak lama Anna disambut seorang pelacang paruh baya yang mengenakan sarung dan atasan putih juga udeng di kepala. Lelaki yang terlihat bersahaja tersebut mengenalkan diri sebagai Nyoman dan menerima permintaan Anna untuk mendampingi selama prosesi melukat.

"Bawa kain sama selendang?" tanya Nyoman.

"Bawa kok. Tempat ganti pakaiannya di mana?" tanya Anna.

"Silakan ganti di sana, Mbok," tunjuk Nyoman di sudut pura di mana ada papan penunjuk arah untuk ganti pakaian.

Beberapa saat kemudian, Anna keluar seraya bertelanjang kaki. Dia mengenakan rok yang dililitkan dengan atasan kaus juga selendang merah yang melingkari pinggang. Nyoman pun menyarankan Anna untuk menitipkan tas di loker yang sudah tersedia dan membawa rangkaian bebantenan.

Selama pelaksanaan melukat dan menempatkan canang di beberapa titik, Anna berdoa di pelinggih depan tempat melukat sambil meminta ijin kepada semesta agar proses pembersihan diri ini lancar. Selanjutnya dia berjalan beriringan bersama Nyoman menuju sungai Campuhan setelah meletakkan canang dilanjut mengambil air lalu dibasuhkan ke wajah dan kepala.

Air dingin nan segar merasuk ke dalam pori-pori kulit, begitu menenangkan apalagi Nyoman menjelaskan bahwa di sini dipercaya sebagai tempat bertemunya dewa-dewi yang dapat meleburkan sifat buruk yang ada di dalam diri manusia.

"Rasa dendam, tamak, iri, marah, dengki biarlah larut dan ndak perlu dipelihara. Kalau terus-terusan didiamkan di hati, rasanya berat," tutur Nyoman dibalas anggukan Anna. "Manusia memang tempatnya salah dan benar, tapi alangkah baiknya kalau sifat-sifat baik saja yang dijaga bukan sebaliknya. Menanam kebaikan dalam hidup itu ... bakal adem, tenteram, di wajah pun pasti beda."

"Bener," sahut Anna mulai berkaca-kaca.

Lantas Nyoman menggiring Anna menuju sungai Grojogan Pesiraman Dedari di mana dipercaya untuk memberikan kecantikan hati dan rupa kepada Sang Penguasa Alam. Berlanjut ke arah barat ada Grojogan Pesiraman Tan Hana untuk memohon ilmu pengetahuan. Selagi berhenti di tempat-tempat itu dia menempatkan canang dan dupa tanpa membuat asapnya mati agar jalannya mulus tanpa hambatan.

Mereka berdua kembali menyisir jalan setapak dilanjut menuruni anak tangga juga bebatuan besar-besar. Hatinya benar-benar dibuat tenang di samping pemandangan eksotis tempat ini cocok melepas penat. Sesekali Anna menjawab pertanyaan terkait keresahan yang merambati dirinya selama berminggu-minggu pasca kematian Silawarti. Anna mendapat wejangan bahwa sejatinya tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan manusia jika mereka mau ikhlas dan berserah diri atas keputusan Sang Pencipta. Menurut Nyoman, apa pun yang telah ditulis takdir itulah yang terbaik meski harus berderai air mata.

Sesampainya di lokasi air terjun, derasnya debit sungai turun membentur permukaan bebatuan menciptakan efek dramatis disertai angin berhembus kencang. Nyoman menyilakan Anna untuk membasuh membasahi diri di sana sekaligus meloloskan apa saja yang mengganjal dalam dada. Anna mengiyakan, melangkahkan kaki telanjangnya ke tengah-tengah air terjun membiarkan air-air membasahi badan.

Ada dorongan kuat yang membuatnya tak bisa menahan lebih lama lagi rasa sesak yang makin bergemuruh di dalam dada. Dia berteriak sekeras mungkin mengeluarkan seluruh emosi tak peduli jika pita suaranya putus. Seluruh memori dalam kepala yang tadinya terkunci dalam kotak kenangan buruk, kini berhamburan dan menusuk-nusuk sanubarinya. Bayangan-bayangan di mana Jake menyatakan perasaan sampai akhirnya mengutuk Anna sebagai pembunuh Barbara terekam jelas di kepala. Dia memukul dadanya sendiri dan bersumpah kalau bukan dia pelakunya.

Tapi dia tidak pernah memberiku waktu untuk menjelaskan.

Cintanya kandas begitu saja tanpa alasan, ibunya yang dipanggil tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal, bahkan hinaan demi hinaan yang diterima sejak kecil sampai dewasa. Dia membiarkan air mengiringi jeritan juga keluh kesah Anna tanpa jeda.

Puas berteriak dan menangis sampai matanya kembali sembap, Anna menghampiri Nyoman yang menunggu begitu sabar. Nyoman mengulum senyum seraya meminta Anna agar tabah dan merelakan segala yang telah direnggut darinya dan berkata kalau akan ada pengganti yang lebih baik lagi.

"Sa-saya ... sa-saya ..." Anna sesenggukan tak mampu berkata-kata. Hidungnya memerah bukan main. "Saya cuma ingin dia memberi saya waktu untuk menjelaskan hal yang nggak saya lakukan. Ta-tapi, di-dia malah marah. Saya sedih. Dan di saat bersamaan, Ibu ... Ibu meninggal."

"Sabar ... rasa sakit dalam hati kamu ini cuma sementara. Masa depanmu masih panjang, Mbok. Kalau cuma berhenti di titik ini, kebahagiaan ndak bakal datang. Dia harus dijemput meski jalan yang kita lalui begitu sulit sampai kaki berdarah-darah," tukas Nyoman.

Anna mengangguk mengiyakan.

"Ikhlas ... mereka yang berusaha berbuat jahat kalau dibalas sama, ndak akan ketemu kedamaian."

"Saya sudah ikhlas, Bli. Saya ikhlas ..."

Nyoman tersenyum lagi lalu menyuruh Anna untuk kembali ke pura sebagai akhir perjalanan panjang mereka. Dia menyuruh untuk membunyikan lonceng yang ada di pintu masuk sebanyak tiga kali sebagai penyambutan hidup baru dan menanggalkan segala masa lalu buruk yang membelenggu. Anna mengangguk dan ketika sampai dia menyentuh dan membunyikan lonceng keemasan yang menggantung di pintu masuk pura sebelum berendam di sebuah kolam.

Perasaan yang tadinya mengganjal perlahan-lahan memudar seiring ketenangan datang dalam diri Anna. Dia berhasil melepas beban itu dalam pundak dan yakin jika ibunya akan sangat bangga di surga. Anna bisa berdiri dengan dua kakinya sendiri dan percaya akan ada kebahagiaan menanti.

Dia percaya.

Ibu ... Anna sudah ikhlasin ibu. Ibu sehat-sehat ya di sana.

Jake ... cintamu akan kusimpan, kisah kita akan kupendam. Jika kamu bukanlah rumahku, nggak apa-apa setidaknya kamu pernah menjadi tempatku singgah. Bersamamu bukanlah sebuah penyesalan terbesar meski harus mengalami patah hati seperti ini.

Aku senang bersamamu tapi mungkin Tuhan nggak menjadikan kita satu.

Aku nggak apa-apa, Jake.

Pertemuan kita nggak akan bisa kulupakan.

Goodbye, Amore mio.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro