Bab 31

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di sana terbaring tubuh kaku berselimutkan kain putih. Tidak ada lagi selang infus yang menancap di punggung tangannya, tidak ada lagi selang intubasi yang memberikan oksigen untuk memenuhi kebutuhan paru-parunya, tidak ada lagi bunyi monitor yang menunjukkan detak jantungnya. Kini dia telah pergi tanpa rasa sakit, menyisakan sebuah senyum di balik bibir pucatnya yang mulai membiru. 

Tak lagi ada kehangatan yang bisa dirasakan. Tak ada lagi suara yang memanggilnya penuh kasih sayang. Tak ada lagi sorot mata penuh kerinduan manakala dia ingin terlelap sebentar di pangkuan. 

Separuh jiwanya telah hilang. Mencari-cari di manakah surganya melayang. Jiwanya merasakan gelap dan tak menemukan terang. Kini dia merasa dunia tak lagi sama seperti ketika masih menggenggam erat tangan-tangan penuh kasih itu. Cintanya telah bergabung bersama Sang Pencipta, meninggalkan fana menyambut kekal. 

Gadis itu terduduk di lantai depan ruang ICU dengan pandangan kosong mengabaikan lalu lalang pembesuk maupun petugas medis yang menatapnya iba. Air mata masih berlinang di pipi seperti tak mengenal kapan waktunya berhenti walau korneanya sudah merasakan pedih. Hidungnya memerah, wajahnya bermuram durja, dadanya terasa hampa seperti ada lubang menganga di sana. 

Dia tak punya tenaga lagi setelah musibah tak hentinya menimpa. Dunianya runtuh tanpa ada fondasi yang akan memperkuatnya lagi. Sekarang, dia hanya berteman sepi bersama bayang-bayang Silawarti yang mungkin mendekap dalam kebisuan.

Iris mata cokelatnya meredup seiring kenyataan menggaung di telinga bahwa Silawarti telah tiada. Pandangan Anna turun ke arah kedua tangan yang gemetaran selepas menempuh perjalanan jauh dari Sanur. Dia terisak lantas memeluk lutut merasakan betapa kejam dunia padanya. 

"Ibu ..." panggilnya tersedu-sedu merasakan bilah-bilah pisau tajam makin menyayat dirinya. "Ibu ..."

Bukan perpisahan seperti ini yang diinginkan Anna seumur hidupnya. Andai diberi ijin sekali lagi, dia ingin mengatakan kepada Silawarti betapa dirinya tak sanggup berdiri di atas dua kaki sendirian tanpa sebuah dukungan. Betapa dia mencoba tegar walau menerima banyak celaan sebagai anak haram. Betapa dia mencoba ikhlas meski orang memanfaatkan kebaikan dan cintanya sebelum dihempaskan ke dasar lautan.

"Ibu ..." Suara Anna makin serak. Kepalanya makin pening bagai dihantam batu besar sampai hancur berkeping-keping. Dia mengeratkan pelukan di lututnya sembari bertanya-tanya pada diri sendiri bagaimana menjalani esok hari. 

Tidak ada yang tersisa dari Anna. Keluarga dan cintanya telah sirna. Kini dirinya seperti manusia tanpa perasaan, menyisakan jiwa kosong tanpa tujuan dan terombang-ambing di laut kehidupan di mana orang-orang tak akan menaruh kepedulian. 

"Anna." Suara lembut Saras terdengar menjeda tangis sendu temannya. Dia berjongkok lantas merangkul gadis malang tersebut dalam isakan serupa. Walau bukan sanak kandung, tapi dia bisa merasakan bagaimana kehilangan seorang ibu. 

 "Sabar ya ..." Tangan Saras mengelus punggung Anna membiarkan gadis itu menumpahkan air mata. "Ibumu udah nggak sakit lagi, Anna. Dia udah di tempat yang lebih baik."

"A-aku s-sendirian, Saras, a-aku sendirian," ujar Anna tersendet-sendat seolah-olah kerongkongannya terhalang bebatuan kecil menyakitkan. "A-aku nggak pu-punya si-siapa-siapa lagi."

"Ada aku, Anna, ada aku ..." lirih Saras prihatin. "Kamu nggak sendirian, oke. Ada aku di sini."

###

Orang bilang, mereka yang meninggal tak perlu ditangisi karena bisa menghambat jalannya kembali kepada Tuhan. Orang bilang, atma--roh--yang terlepas dari raga harus direlakan dengan senyuman bahwa akan ada kehidupan abadi dan lebih baik daripada apa yang ada di dunia sekarang. Orang bilang, mereka yang terbujur kaku di balai rumah dianggap sedang dibuai mimpi indah tanpa batas sehingga perlu diperlakukan layaknya manusia saat hidup; membawakan pakaian dan handuk atau menyediakan makanan dan minuman kesukaan.

Namun, meskipun hari dan minggu-minggu telah berlalu hingga pemuka agama di kampungnya menentukan tanggal baik untuk upacara ngaben Silawarti. Anna masih saja tidak bisa membendung air mata saat tubuh ibunya dipindahkan ke dipan beralas tikar pandan dan daun pisang untuk menjalani proses nyiramin layon--memandikan jenazah--dibantu kerabat dan dipimpin pemangku. Pada akhirnya bibi Anna dan suaminya datang tuk melepas kepergian adik satu-satunya tersebut. Walau tak ada kata yang terucap, dia bisa merasakan bahwa mereka yang dulu membenci ibunya telah membuka pintu maaf atas apa yang dilakukan Silawarti semasa muda. 

"Ibu jegeg sajan," lirih Anna mengamati wajah ibunya yang sudah dibalut pakaian adat Bali begitu indah berbarengan sang pemangku memberi belahan kaca di mata, daun intaran di alis, hingga bunga melati di rongga hidung. Semua itu untuk mengembalikan fungsi dari bagian yang tidak digunakan ke asalnya. Apabila akma mengalami reinkarnasi kembali agar dianugerahi badan yang lengkap. 

(Ibu cantik)

Tubuh sang ibu dibalut kain putih dan dilapisi tikar pandan untuk ditempatkan kembali. Kemudian dilanjut proses ngajum kajang di mana Anna dan kerabat Silawarti menekan kertas putih sang sudah ditulisi aksara Hindu sebagai tanda siap melepaskan kepergian ibunya, ngaskara--penyucian roh, papegatan--putusnya hubungan dan cinta dari Anna agar perjalanan arwah Silawarti menuju Tuhan tak terhalangi apa pun sampai akhirnya dipindah ke bade untuk diarak sembari orang-orang membunyikan Baleganjur. 

Berulang kali Anna hampir pingsan namun sekuat tenaga mempertahankan kesadaran bahwa dirinya sudah ikhlas lahir batin. Dia yakin keputusan Tuhan mengambil nyawa Silawarti agar tak menderita terlalu lama. 

Arak-arakan makin ramai di perempatan jalan sebelum dilakukan pembakaran jenazah oleh pemangku di tempat yang disediakan. Setelah dibacakan doa, barulah perlahan-lahan api menyala-nyala merambat menghanguskan kayu-kayu keranda sampai akhirnya melenyapkan tubuh Silawarti. 

Shanon yang rela datang dari Sydney begitu mendengar kabar duka tersebut memeluk erat sahabatnya sambil membisikkan bahwa semua akan baik-baik saja. Bukan hanya berita kematian sang ibu melainkan ada sesuatu yang terjadi antara gadis itu dan Jake sampai sosok pria yang biasanya berusaha mendekati Anna tak hadir. Namun, Shanon tak berani menanyakannya selagi Anna sedang berduka. 

"Oh, Annie ... kau pasti bisa melalui semua ini, Mate."

Anna membalas dekapan hangat Shanon dengan seulas senyum getir. Dia mengangguk pelan, mengamati api yang masih terus berkobar seakan-akan ingin membantu memusnahkan semua kesedihan dalam hati Anna. 

"Selamat jalan, Ibu," lirihnya.

###

Semenjak kejadian yang merenggut paksa tawa dari diri Anna, gadis itu lebih banyak diam dan merenung dalam kamar. Kadang dia duduk berlama-lama di pinggir kasur yang dulunya ditempati Silawarti semasa masih sehat bugar. Walaupun prosesi makelud--penyucian kembali lingkungan rumah duka--sudah dilaksanakan. Sebisa mungkin dia mencoba tegar, tapi tetap saja semua terasa berbeda nyatanya. 

Ada yang hilang, tapi enggan berpulang. 

Anna menengadahkan kepala, mencoba menghalau bulir air mata yang selama ini setia menemaninya sampai terlelap. Kini dia benar-benar ditemani sepi usai Shanon kembali ke Sydney untuk bekerja. Pun Saras juga tak selamanya mendampingi jikalau ada segudang tanggung jawab yang harus dilakoni. Toh pada akhirnya kehidupan manusia kembali seperti semula di saat Anna masih betah di tempat yang sama. Dengan luka yang dia bawa seorang diri. Kemudian, dia memutuskan untuk beranjak dari kamar Silawarti dengan langkah gontai menuju kamarnya sendiri.

Sudah berapa lama? batinnya bertanya-tanya. 

Sudah berapa lama dia berada di titik terendah dalam hidup kala kehilangan dua orang yang disayangi di waktu bersamaan? Bahkan sampai detik ini tidak ada tanda-tanda pria itu datang sekadar mengucap maaf. Pun tidak ada batang hidungnya sekadar berbelasungkawa. 

Secepat itukah dia berubah?

Anna menarik kursi belajarnya dan meraih ponsel yang sudah lama tak disentuh sejak kematian Silawarti. Seluruh pesan-pesan Jake terakhir kali masih sama. Deretan pesan teks yang berhasil meluruhkan jantung Anna ke jurang tak berdasar sampai akhirnya hancur tanpa sisa. Dia serasa masuk ke dalam lorong waktu manakala kilasan Jake mencekik leher Anna dan nyaris membunuhnya akibat ulah yang sama sekali tak dilakukan.

Tubuhnya seketika meremang. Jake yang dia kenal selama beberapa bulan bisa menjadi monster menakutkan dalam hitungan detik. Bagaimana bisa lelaki itu menuduh sesuatu tanpa bukti konkrit hingga nyaris mencelakai dirinya?

Apakah aku sudah tidak berarti di matamu lagi Jake?

Di sisi lain, ada segelintir kekhawatiran memenuhi benak Anna tentang kabar Barbara. Dia ingin menelepon wanita tua itu, tapi ... ada keraguan membelenggu dan mengurungkan niat untuk mencari tahu. Anna terlalu gamang terhadap perlakuan Barbara atau Jake. Pikirannya dipenuhi hal-hal negatif bagaimana jika mereka menyeret Anna ke dalam kasus malpraktik?

"Tapi, sampai sekarang aku nggak ada panggilan ke kantor polisi," gumam Anna resah. "Apa dia mencabut laporannya? Apa itu cuma ancaman?"

Anna memutuskan membuka Instagram dan mengintip akun milik Jake. Tidak ada postingan terbaru kecuali tangga lelaki itu mengadakan pertemuan bersama Mr. Choi di hotel. Jake pun tidak menggunggah instagram story seperti orang lain yang suka membagi kehidupan pribadinya. 

Atau aku sudah dienyahkan dari hidupnya?

Ada rasa sesak menjalari dada Anna. Matanya kembali berkaca-kaca diiringi senyum kecut bahwa kisah cintanya kembali kandas sebelum ada penjelasan secara tuntas. Dia masih dilanda jutaan keraguan, tapi ... Anna merasa sudah tidak ada kesempatan lagi yang diberikan. 

Jake membencinya. 

Barbara murka padanya. 

"Kalau begitu ..." Anna menghapus kristal bening yang sukses meluncur dari sudut matanya. Dia tertawa sumbang sebelum akhirnya membuka sebuah email terbaru dari agensinya. Dengan gemetaran, Anna membalas email tersebut bahwa dia bersedia terbang ke Brisbane. 

Sudah saatnya aku meninggalkan tempat ini dan mencari kehidupan baru. 

Tanpa Jake.

Tanpa Ibu.

Ibu, Anna pamit pergi ya?

Jake, makasih udah pernah mengizinkanku mencintaimu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro