✾ 『 Chapter 1 』 ✾

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Note: PERHATIANNYA, TIDAK AKAN ADA ADENGAN DEWASA! AMAN DIBACA BAGI YG GA SUKA 18+, SELAMAT MEMBACA~

Adrian's POV

Tendangan, pukulan dan hinaan semua itu ditujuan kearahku. Perih dapat aku rasakan disekujur tubuhku, tetapi bukan hanya sebatas fisik.

Perempuan itu memukulku, menendangku, dan menghinaku. Perempuan itu memukulku secara terus menerus. Darah mengalir deras keluar dari hidungku.

Aku memuntahkan darah berkali-kali. Rasa sakit dan pedih yang tak kunjung selesai. Kapan penderitaanku ini bisa berakhir? Kumohon, seseorang, tolong aku!

"DASAR ANAK HARAM! KAU DAN AYAHMU SAMA SAJA! MENGAPA KAU TERLAHIR!? MENGAPA AKU TIDAK MEMBUNUHMU SAJA WAKTU ITU!? DASAR ANAK TIDAK BERGUNA! LEBIH BAIK KAU MATI SAJA!" perempuan itu terus memukulku dan menendangku.

Kumohon, hentikan!

"Hentikan! Kumohon! Maafkan aku, maafkan aku i--"

....

Aku membuka mataku lebar-lebar. Aku terduduk dan aku merasakan bahwa air mataku keluar. Aku berkeringat. Ahaha, aku ..., menangis lagi?
Lagi-lagi, memimpikan kejadian itu. Aku berdiri dari ranjangku dan membereskan ranjangku. 

Sepertinya aku harus mengganti sprei basah ini nanti setelah pulang kerja. Segera aku pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku ini. Rasanya sudah sangat lengket karena keringat dinginku. 

Setelah selesai membersihkan tubuhku, aku pergi ke dapur untuk membuat sarapan dan bekal untuk makan siangku nanti. Aku membuka kulkas dan terdapat daging cincang disana. Bagaimana kalau hari ini aku membuat meatball dengan saus lada hitam? Kedengarannya bagus!

Aku memasukan 2 lembar roti tawar ke mesin pemanggang roti, kemudian aku menggoreng telur mata sapi, bacon dan juga sosis. Tak lupa, aku menanak nasi untuk bekalku nanti dan untuk makan malamku nanti. 

Setelah semua sarapanku sudah selesai, segera aku melahap makananku dan menoleh ke arah jam. Hari sudah menunjukkan pukul  7.00 am. Masih ada waktuku untuk kembali memasak. Aku mengaduk daging cincang yang sudah ku keluarkan dari kulkas tadi dengan bawang bombai dan bumbu lainnya.

Lalu, aku membentuknya menjadi bulat dan merebusnya dengan air panas. Setelah semua bahan selesai, aku mulai memasak meatball dengan saus lada hitam dan menaruhnya ke kotak makananku. 

Setelahnya, aku membereskan dapurku dan juga rumahku lalu bersiap-siap untuk pergi bekerja. Pada saat aku membuka pintu apartemenku, aku berpapasan dengan tetanggaku. Tetanggaku menatapku dengan sinis dan langsung membanting pintu apartemennya.

Aku hanya bisa bersabar dan menghiraukan sikapnya terhadapku. Lagipula, aku sudah terbiasa jika diperlakukan seperti ini. Sejak kecil, orang-orang disekitarku sudah sering mengucilkanku, bahkan menghinaku. 

Aku melangkahkan kakiku keluar dari gedung apartemen ini. Segera aku pergi ke halte bus untuk menaiki bus menuju daerah tempat kerjaku. Sesampainya di tempat kerjaku, aku langsung pergi ke pintu belakang dan bertemu dengan rekan kerjaku, Tony. Dia sedang berganti pakaian dan mata kami bertemu. Dia tersenyum kearahku dan begitu juga denganku.

"Pagi Ian," sapanya.

"Pagi, bagaimana malammu?" tanyaku sambil membuka lokerku dan mengganti pakaianku.

"Well, dia agak sedikit kasar tapi, tidak apa. Bayarannya setimpal dengan perlakuannya kemarin," jawabnya enteng. 

"Hm, i see. Kalau begitu, aku bersihkan tempat ini dulu. Tempat ini terlihat seperti kapal pecah," ujarku. Tony hanya mengangguk kepalanya.

Aku mengambil sapu dan kain lap dan langsung membersihkan tempat ini. Masih ada pelanggan yang masih bersenang-senang disini dengan beberapa temanku. Yah, aku tidak bisa berbuat apa-apa, lagipula aku hanya seorang pelayan disini.

Aku sudah sangat terbiasa dengan pemandangan yang seperti ini. Aku bekerja di sebuah bar, gay bar lebih tepatnya. Aku juga adalah seorang gay. Lagipula, apa salahnya jika aku adalah gay. Menjadi seorang gay tidak seburuk yang orang lain pikirkan. 

Terkadang, aku juga akan melayani orang yang ingin terpuaskan nafsunya. Karena bayarannya akan lebih tinggi dan terkadang, aku akan melayani satu sampai dua tiga orang sekaligus. Memang terdengar menjijikkan tetapi, itulah pekerjaan yang aku lakukan.

Ah, ngomong-ngomong, aku mempunyai pacar yang bernama Hornburg Parker. Aku sangat mencintainya dan kami bertemu di tempat ini. Pada saat itu, dia sedang mabuk dan aku mengantarkannya ke kamar tamu dan tanpa sengaja, kami melakukan "itu". Dia juga adalah pemilik bar ini.

Jika aku mengingatnya kembali, pipiku terasa sangat panas. Argh, sial! Aku tidak boleh bersikap seperti itu sekarang!! Aku harus fokus bekerja, harus fokus bekerja! Tiba-tiba aku merasakan ada seseorang yang menepuk bahuku.

Aku membalikkan tubuhku dan bibirku dicium oleh seseorang. Setelah beberapa menit, seseorang tersebut melepaskan ciumannya dan memelukku. Aku mengenal kehangatan ini. Aku mengenal bau ini. Ini adalah bau Hornburg. 

"Selamat pagi, my uke," sapanya. Aku membalas pelukannya dan mencium aroma tubuhnya. Aku merasakan pipiku kembali memanas.

"S-selamat pagi, Burg. Aku baru saja memikirkanmu," ujarku.

"Benarkah? Kebetulan berarti. Aku menginginkanmu sekarang. Bagimana jika kita pergi ke ruanganku dan kita--," 

"Aku sedang bekerja Burg. Aku tahu kalau kamu adalah pemilik bar ini tapi kamu tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Kasian juga yang lainnya," tolakku.

Burg langsung melepas pelukannya dan mengelus kepalaku. "Kamu adalah teman yang baik. Baiklah aku tidak akan memaksamu. Hm, kalau nanti malam? Bagaimana?" tanyanya dengan mata berbinar.

"Um, baiklah," jawabku singkat.

"Ian yang terbaik!" Dia mengecup keningku," selamat bekerja!" Kemudian Burg meninggalkanku. 

Melihat tingkahnya yang lembut dan perhatian sangat membuatku nyaman dan bahagia. Dia adalah orang yang sangat baik. Dia tidak pernah memaksaku.

Aku melanjutkan pekerjaanku dan segera membersihkan tempat ini. Setelah selesai, aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 10.05 a.m. Sebaiknya aku menemui rekan kerjaku yang lainnya. Mungkin mereka memerlukan bantuan. 

Aku pergi ke belakang, dimana tempat kami para pelayan beristirahat. Disana aku melihat Tony yang sedang memijat Hendri. Ada apa dengannya? Aku menemui mereka dan melihat luka memar di pipi Hendri.

Tiba-tiba, bayangan terlintas di kepalaku. Aku teringat dengan masa laluku, ketika aku sering disiksa dan dipukul. Tak lama, aku tersadar kembali dan segera mengambil kain dan baskom dan mengompres pipi Hendri.

"Apa yang terjadi?" tanyaku.

"Huh? Tidak apa. Biasa, salah satu pelanggan memukulku. Dia terlalu mabuk dan ketika aku ingin mengantarkannya ke kamar tamu, dia memukulku. Untung ada Tony yang membantuku," jawabnya.

Hal tersebut sudah biasa kami alami. Yah, tidak ada yang bisa kami perbuat selain menerima dan meminta maaf walau bukan kami yang melakukannya. Pelanggan adalah raja dan jika kami berbuat hal yang tidak menyenangkan hati pelanggan, maka kami akan kehilangan pekerjaan kami. Aku membersihkan luka Hendri sedangkan Tony membuatkan teh dan roti isi untuknya. Kami bertiga adalah sahabat baik. 

"Makan dan minumlah dulu. Setelah itu baru kembali bekerja," kata Tony.

"Terima kasih, Tony dan juga Ian. Kalian adalah sahabat terbaikku," kemudian Hendri mengambil roti isinya dan melahapnya. 

"Ada apa ini!?" Burg datang dengan tergesa-gesa.

"Hendri dipukul oleh salah satu pelanggan. Tapi dia sudah tidak apa kok," jawabku.

"Benarkah? Syukurlah. Hen, setelah makan istirahatlah sebentar. Kamu sudah bekerja sejak kemarin malam, bukan?" ujar Burg yang kemudian membuatku terkejut.

"Dari malam? Dari kemarin malam!?" tanyaku kaget.

"Hm, ada pelanggan yang memintaku menemaninya. Dia baru saja putus dengan pacar perempuannya karena diselingkuhi oleh temannya sendiri. Dialah yang kemudian memukulku karena berpikir aku adalah teman yang merebut pacarnya," jelas Hendri. 

"Baiklah, setelah ini kamu pulang saja dulu dan nanti malam baru bekerja lagi," ujar Burg.

"Tidak boss, terima kasih. Aku hanya butuh tidur sebentar dan setelah itu aku akan bekerja lagi."

"Baiklah jika itu maumu. Aku akan berada di kantorku jika kalian membutuhkanku," Burg kemudian meninggalkan kami.

Setelah mengantarkan Hendri di kamar tamu, aku dan Tony memutuskan akan kembali bekerja. Kemudian, ada pelanggan yang datang bersama dengan beberapa temannya. Aku mengambil beberapa daftar menu dan notes kemudian pergi menemui mereka.

Aku menyambut mereka dan memberikan daftar menu tersebut kepada mereka. Aku meninggalkan mereka dan menunggu mereka memanggilku untuk memesan makanan dan minuman. Tak berapa lama kemudian, merekapun memanggilku.

"Hotdog 5, kopi 3, dan teh 2. Teh dan kopi jangan pakai gula," kata salah seorang pelanggan.

"Baik, akan saya ulangi. Hotdog 5, kopi 3, dan teh 2 tanpa gula, ada yang mau ditambah?" 

"Tidak itu saja, dan oh jangan lupa setelah mengantarkan makanan, panggil beberapa temanmu kemari," ujarnya.

"Baik, mohon tunggu sebentar ya," kataku.

Setelah memberikan pesanan kepada salah satu juru masak di bar ini yang juga adalah temanku, Beni, aku memanggil 5 orang temanku untuk melayani tamu yang duduk di meja 12. Setelah makanan yang dipesan selesai, aku mengantarkan pesanan tersebut kepada mereka dan aku putuskan akan istirahat sejenak. Aku pergi ke lokerku dan mengambil bekal makan siangku. Hm, aku ingin makan siang diatap. Suasananya akan lebih nyaman disana.

"Rian, aku akan berada diatap jika kalian mencariku," kataku kepada Rian teman kerjaku.

"Baiklah," jawabnya singkat.

Sesampainya diatas atap, aku duduk di lantai dan membuka kotak makananku. Aku memandang kota London ini. Kota yang sangat damai dan indah. Kota yang terlihat bahagia. Aku menoleh kearah makananku. Meatball adalah makanan kesukaanku. Aku teringat pada saat pertama kali, aku diberikan makanan ini oleh paman Hans. Kira-kira, kabarnya bagaimana ya? Apakah dia sehat? Bagaimana dengan keadaan istrinya? Apakah istrinya masih membenciku?

Aku menghabiskan bekalku dengan cepat. Setelah selesai, aku akan kembali bekerja. Aku memeriksa pelanggan yang datang tadi dan sepertinya beberapa dari mereka pergi. Mungkin mereka sedang bersenang-senang? Disana, aku melihat Tony yang melayani salah seorang pelanggan. Pelanggan itu memeluknya dan menciumnya. Kemudian aku teringat dengan Hornburg. Astaga, pipiku kembali memanas. Dasar bodoh! 

"Ian, bisakah kamu membantuku?" Hendri memanggilku.

"Ada apa Hen?" tanyaku.

"Bisakah kau buang sampah-sampah yang berada di dapur? Aku harus melayani pelanggan yang baru datang," ujarnya.

"Dengan senang hati."

"Terima kasih, Ian!"

Aku pergi ke dapur dan melihat tumpukkan sampah disana. Aku mengambil beberapa kantong plastik besar itu dan pergi ke pintu belakang untuk membuangnya. Aku berjalan kearah bak tempat pembuangan sampah yang ada di seberang jalan.

Setelah semuanya kubuang, aku meregahkan otot-ototku dan memutuskan untuk kembali sampai akhirnya samar-samar kudengar suara seseorang sedang minta tolong. Hm? Apa aku sedang bermimpi?

"SIAPAPUN TOLONG AKU!!!"

"Shit, siapa yang minta tolong?! Aku harus menolongnya!" segera aku berlari mendatangi suara minta tolong tersebut. Disana, ada seorang wanita yang dikerumuni oleh tiga orang pria. Sepertinya dia dirampok.

"HEI!! TINGGALKAN WANITA ITU SENDIRI!!" teriakku. Sial, sepertinya aku harus bertarung disini.

"Heh? Siapa kau pria cantik?" ujar salah seorang pria tersebut yang memakai jaket hitam.

"Pergi sana, pria cantik! Ini bukanlah urusanmu!" kata seorangnya lagi yang botak.

"Atau kau mau bermain dengan kami huh, lady boy?" sambung seorang lagi yang bertubuh agak besar dan bertatto.

La-lady boy? Beraninya!

Aku mendatangi mereka dan menghajar mereka satu per satu. Awalnya aku sempat kewalahan bahkan, si besar bertatto ini mengunci tubuhku.

Sial!

Segera aku menghantamkan kepalaku ke wajahnya dan akhirnya dia melepaskanku. Aku menendang wajahnya dan menonjok wajahnya.

Si botak mengambil pistol dari celananya dan menembakan pelurunya kearahku. Dengan sigap aku menghindar dan memukul tangannya. Pistol tersebut terjatuh dan aku memungutnya. Kuarahkan pistol tersebut ke mereka dan melindung gadis tadi. Dia memegang punggungku dan menarik bajuku dengan erat. 

"Pergi atau kalian akan kubunuh!" perintahku. Bagaikan seekor anak anjing, mereka mendengarkan perkataanku dan pergi dengan tergesa-gesa. Ku jatuhkan pistol tadi dan membalikkan tubuhku untuk melihat gadis yang sekarang berada di depanku.

"Nona, anda tidak apa?" tanyaku.

"A-aku tidak apa-apa. Terima kasih banyak, um, sir?"

"Adrian."

"Sir Adrian. Aku sangat berterima kasih! Jika tadi tidak ada kamu, mungkin aku sudah terbunuh sekarang," ujarnya. 

"Tidak apa-apa. Apakah ada yang terluka?" tanyaku sambil memeriksa dirinya. 

"Tidak sir, aku baik-baik saja. Bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu?"

"Huh? Tidak usah, kau tidak perlu repot-repot. Aku ikhlas kok. Tidak apa-apa." 

"Tidak-tidak, tidak boleh begitu. Ah, bagaimana jika aku mentraktirmu? Boleh aku minta IDmu?"

"B-baiklah. IDku 0386-jhsd-8736-ih38."

"Baiklah, akan aku akan menghubungimu nanti. Sekali lagi, terima kasih. Sampai jumpa~!" setelah mengucapkan terima kasih, dia meninggalkanku sambil melambaikan tangannya.

Aku melambaikan tanganku juga dan melihatnya sampai dia tak terlihat lagi dan akupun kembali ke tempat kerjaku. Pada saat aku membuka pintu, disana ada teman-temanku dan juga Hornburg.

Pada saat mereka melihatku, Hornburg langsung memelukku. Ada apa ini?! Dia memelukku dengan erat dan pipiku juga mulai memanas. Yang lainnya terlihat sangat lega dan senang. Sebentar, ada apa ini sebenarnya!?

"Syukurlah Ian, kami kira ada terjadi hal yang buruk kepadamu! Syukurlah kamu tidak apa-apa! Apa yang harus kulakukan tanpamu!?" ujar Burg. 

"A-ada apa?"

"Kamu pergi sampai lama sekali padahal kamu hanya membuang sampah! Kami sangat mengkhawatirkanmu!" lanjut Burg. Sepertinya sedang terjadi kesalapahaman? Aku melepaskan pelukanku dan aku menceritakan kejadian yang baru saja terjadi.

....

"Jadi, bagaimana dengan gadis itu?" tanya Burg.

"Dia selamat dan dia akan mentraktirku sebagai balasannya. Yah, walau sudah kutolak tapi dia tetap memaksaku. Jadi, kuterima saja," jawabku. Burg kembali memelukku dan tertawa.

"Astaga, tidak kusangka kalau uke-ku akan sekuat ini," ujarnya. Semua yang berada disini juga tertawa.

"Aku tidak selemah yang kalian pikirkan," jawabku. Mereka adalah teman-teman serta pacar yang baik, bukan?

End of Adrian's POV

.

.

.

Beberapa jam sebelumnya...

Jeovana's POV

Piip... piip... piip... piip...

"Huh? Sudah pagi?"

Aku mematikan alaram di handphoneku. Aku melihat jam di handphoneku yang sudah menunjukkan pukul 8.00 a.m. Sial, aku kesiangan! Aku harus segera bersiap-siap atau mommy akan memarahiku lagi.

Oh Tuhan, aku tidak kuat mendengar ocehannya lagi!!! Aku beranjak menuju kamar mandi dan membasuh tubuhku. Setelah itu, aku pergi ke dapur dan melihat apakah ada makanan yang bisa kumakan. Kebetulan, bibi Emma sudah menyiapkan roti isi untukku.

"Bi Emma, terima kasih banyak! Bibi yang terbaik!" ujarku.

"Tak apa non. Aku sudah hapal sifat non Anna. Pasti kemarin non membaca novel sampai larut malam lagi," katanya. 

"Iya bi. Habisnya mau bagaimana lagi? Bagus sih ceritanya," setelah aku memakan roti isi ini, aku meminum susu yang sudah disiapkan dan berpamitan kepada bi Emma.

Setelah itu, aku meminta salah satu pelayanku untuk menyiapkan mobilku untukku dan tak lama menunggu, pelayan tersebutpun datang dengan membawa mobil Lamborghiniku tersayang.

"Anakku Lamborghini~! Apa kabarmu? Apa tidurmu nyenyak? Hari ini setelah bekerja, kita akan berjalan-jalan berkeliling kota, bagaimana menurutmu?" aku mengelus mobilku ini.

Pelayan yang ada dibelakangku menghembuskan napas pasrah dan menggeleng kepalanya.

Segera aku menaikki mobilku ini dan menancapkan gas ke kantorku. Memerlukan waktu 15 menit untuk sampai kesana.

Setelah aku sampai, seperti yang sudah kuduga, mommy pasti menungguku. Aku berjalan takut-takut dan menyapa mommyku. Astaga, apa yang harus kulakukan?!

"Selamat pagi mo--,"

"KAMU MEMANG TIDAK BISA DIHARAPKAN! KAMU TAU INI SUDAH JAM BERAPA? CEPAT PERGI KE RUANGANMU DAN SELESAIKAN TUGASMU!"

Setelah mengatakan kata-kata pedas tersebut, mommy langsung pergi meninggalkanku yang diikuti oleh asisten kepercayaannya. Semua orang yang berada diruangan ini melihatku dan berbisik. Biasa, orang terkenal susah memang.

Segera aku menaiki lift dan pergi ke ruanganku. Ketika aku membuka pintu ruangan kantorku, aku tercengang. Wow, banyak sekali dokumen-dokumen yang harus kubaca dan kutanda-tangani.  Aku berjalan ke arah kursi dan memulai kegiatan yang membosankan ini.

Setelah beberapa jam, aku melihat jam tanganku dan jarum jam sudah menunjukkan pukul 12.30 a.m. Aku juga sudah merasa lapar. Sudah saatnya bagiku untuk istirahat dan mengunjungi cafe langgananku yang berada tak jauh disini. Aku membereskan barang-barangku dan keluar dari ruangan yang banyak berisi dokumen ini.

Pada saat aku berada di lift, aku bertemu dengan musuh bebuyutanku, Helen. Ah, nasibku sial sekali hari ini. Mending jika mommy hanya memarahiku, tidak harus sampai bertemu dengan b*tch ini. Siapkan mental Anna, siapkan mental.

"Ah, pas sekali. Aku baru saja ingin menemuimu," ujarnya.

Tuh kan benar.

"Apa yang kau inginkan, b*tch?" tanyaku.

Setelah mendengar aku mengatainya, raut wajahnya berubah. Haha, aku sangat menyukai raut wajah ini.

"B*tch katamu?! Sepertinya aku harus membelikanmu kaca!"

"Tidak perlu repot-repot. Uangku banyak, jika aku menginginkan kaca, aku tinggal menelpon asistenku untuk membelikannya," jawabku dengan enteng. Sepertinya dia makin kesal, haha.

"Jeovana Llyod, asal kau tahu saja, kau pasti tidak akan menjadi penerus dari perusahaan ini! Kau gadis pemalas dan juga kampungan! Ibumu juga pernah bercerita, jika kau tidak berubah, maka ibumu akan memberikan perusahaan ini kepadaku!" jelasnya. Apa? APA?!

"Heh! Kau pikir kau bisa mendapatkan peruhasaan ini? Aku adalah anak sah dari Emillia Llyod dan David Llyod! Aku adalah keturunan murni keluarga Llyod! Dan kau bukan siapa-siapa! Dasar J*l*ng!" Setelah mengucapkan kata-kata itu, aku membuka pintu liftnya dan langsung pergi.

Dasar! Sialan! Sialan! Sialan! Sialan!

Mengapa nasibku bisa sesial ini?! Mengapa hari ini nasibku bisa sangat sial! Memangnya kenapa jika aku suka membaca?! Apakah itu buruk?! Aku bukanlah seorang mafia! Aku bukanlah seorang agen FBI! Aku hanya ingin menjadi seorang penulis! Apakah itu salah?!

Pada saat aku berjalan, aku bertemu dengan 3 orang pria yang ... aneh. Astaga, gawat. Sepertinya mereka preman. Aku harus segera pergi dari sini. Kemudian, salah satu dari mereka melihatku dan pada akhirnya, mereka mengikutiku.

ASTAGA, SIAL SEKALI AKU!!!

"Hey cantik, mau kemana kau?" salah seorang dari preman tersebut menarik tanganku.

"Um, aku harus pergi. Sudah ada janji," ujarku sambil melepaskan cengkramannya. Tetapi, cengkramannya terlalu kuat dan dia menarikku dan sekarang, aku berada di pelukannya. Argh!

Aku memukul lelaki yang memelukku ini. Aku menonjoknya, memukulnya, tetapi hal itu tidak mempan. Astaga, mengapa tidak mempan? Biasanya jika aku memukul orang, pasti orang itu sudah berdarah sekarang. Apa karena kemarin aku kurang tidur dan sekarang tubuhku lemas sekali? Aduh, sial!!

"Ahahaha, tidak akan mempan, gadis cantik. Bermainlah dengan kami!"

"T-tidak! Lepaskan!"

"Teruslah mencoba. Kami suka gadis yang penuh dengan tantangan," ketiga orang ini mengerumuniku dan mengambil tasku.

ARGH, SESEORANG TOLONG AKU!!

"TOLONG!" aku berteriak.

"Heh heh, tidak akan ada orang yang akan menolongmu."

"SIAPAPUN TOLONG AKU!!"

"Usahamu tidak akan berhasil gadis cantik~!"

"UGH! SIAL! LEPASKAN!!!!"

"HEI!? TINGGALKAN WANITA ITU SENDIRI!?" tiba-tiba, ada seorang lelaki yang datang.

Akhirnya, terima kasih ya Tuhan!!

Terjadi percekcokan dan perkelahian antara ketiga preman ini dengan lelaki tersebut. Lelaki ini menolongku. Aku sangat berterima kasih!! Setelah aku meminta IDnya dan berterima kasih, aku melambaikan tangan dan segera pergi dari tempat ini.

Aku harus memberitahukan mommy tentang kejadian ini dan aku harap, mommy tidak akan marah karena aku keluar tanpa memberitahu dan ini juga sudah lewat dari jam makan siang. Gawat jika aku dimarahi. Bisa-bisa, aku tidak bisa mengendarai anakku lagi!!

Sesampainya di kantor, aku langsung pergi ke ruangan mommy. Aku mengetuk pintu dan menunggu sampai ada suara yang menyuruhku masuk. Aneh, Steven tidak ada di tempat kerjanya. Apakah mommy dan Steven sedang pergi?

Setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada jawaban, aku kembali ke ruanganku. Aku membantingkan tubuhku ke sofa sesaat setelah sampai di ruanganku. Aku lapar. Gara-gara kejadian tadi, aku tidak sempat membeli makanan. Atau lebih tepatnya aku lupa.

Aku mengambil telepon kantor dan meminta OB untuk membawakanku kopi dan juga roti isi. Kopi dapat menghilangkan penatku dan kegelisahanku. Sambil menunggu OB tersebut mengantarkan pesananku, aku kembali mengerjakan dokumen-dokumen yang tadi kutinggalkan.

---

"Ah~ akhirnya aku bisa pulang juga!!" aku meregangkan otot-ototku.

Aku teringat akan kejadian tadi siang. Aku belum menceritakannya kepada mommy tadi. Sebaiknya sebelum pulang, kubicarakan dulu. Aku membereskan barang-barangku dan pergi ke ruangan mommyku.

Aku mengetuk pintu dan kali ini, ada suara yang menyuruhku masuk. Aku membuka pintunya dan terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang memandang laptopnya. Semoga mommy tidak marah!!

"Mom, dirampok itu membuatku lebih lelah daripada sebelumnya," ujarku. Mommy langsung menghentikan aktivitasnya dan menatap tajam kearahku. Kemudian dia berjalan kearahku dan memeriksa apakah aku terluka apa tidak.

"Kau tidak apa kan? Anna mengapa hal ini bisa terjadi?!"

"Tenang mom, aku tidak apa. Tadi ada seseorang yang menolongku~!"

"Oh baguslah! Kita harus menghadiahkannya! Siapa namanya dan tinggal dimana dia?"

"Namanya Adrian. Dan aku tidak tahu dimana dia tinggal. Tapi aku sudah menanyai IDnya dan aku berencana ingin mentraktirnya,"

"Baguslah. Bawa dia ke restoran paling mewah di London. Akan kubayar semua tagihannya!"

"Baik, thanks mom." Aku memeluk ibuku. Untunglah mommy tidak marah kepadaku.

Setelah berpamitan dengan mommy, aku ke bagasi dan berpikir ingin makan ke sebuah cafe tempat langgananku. Aku sudah berjanji dengan temanku Diana. Dia juga adalah pemilik cafe tersebut. Sesampainya disana, aku langsung menemui sahabatku ini.

"Hei, Diana," sapaku.

"Hei, Anna. Kondisimu sangat kacau sekarang. Butuh sesuatu?" tanya Diana dengan raut wajah cemasnya.

"Yah, aku butuh kopi, seperti biasa dan kau tahu? Aku hampir dirampok hari ini." Perkataanku membuatnya diam bagaikan patung.

"APA?! BAGAIMANA BISA?!" Diana berteriak dan tanpa sadar, semua pelanggan yang berada di cafe ini memalingkan wajah mereka untuk melihat kami. Aku hanya bisa menggeleng.

"Hush! Pelankan suaramu. Tadi aku sedang berjalan dan aku berniat ingin makan siang disini. Kemudian aku bertemu dengan 3 preman dan aku dicegat. Untungnya ada seseorang yang menolongku. Namanya Adrian. Dia sangat lihai berkelahi. Dia juga sangat cute~" jelasku.

"Heh? Apa kau jatuh cinta padanya?" tanya Diana dengan nada menggoda. Astaga!

"Tentu saja tidak! Dasar! Kopiku mana?"

"Huh! dasar nona galak!"

Kami membincangkan banyak hal setelahnya.

---

Aku membanting tubuhku ke ranjang nyamanku ini. Ah~ akhirnya~ Tubuhku rasanya sudah mau tumbang karena seharian aku bekerja. Dan lagi, kejadian hari ini sangat tidak disangka. Oh ya, aku lupa mengabari sir Adrian!! Aku harap besok dia punya waktu luang.

Aku mengadahkan kepalaku ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8:30 p.m. Aku harap dia belum tidur, takut akan mengganggunya. Aku mengirimkan pesan singkat kepadanya. Tapi, kira-kira mau bagaimana ya?? Apa aku telepon saja~? Hm, bukan ide bagus.


Sir Adrian, selamat malam. Maaf jika aku mengganggumu. Ini aku, perempuan yang kamu tolong tadi. Aku ingin mentraktirmu di restoran The Ivy. Aku harap besok kamu mempunyai waktu luang. Jika ada, kabari aku ya~


Sesudah mengirim pesan singkat tersebut, aku pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Kemudian, aku bersiap-siap untuk tidur. Aku harap, besok sir Adrian mempunyai waktu luang~!

End of Jeovana's POV



Author's Note:
HEI DAN SELAMAT DATANG DI A CHANCE FOR A GAY!

Kami harap kalian akan menyukai crita yg kami buat desu~ jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya! Maaf jika terdapat salah2 kata atau gmn, maklum kedua author ini msih newbie. Jangan lupa vote, komen, dan follownya ya! Kritik dan saran sangat diperlukan. Well then, sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Jangan lupa follow main akun kita:
Christine3099
Parfaitchan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro