a good purpose|| 26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Letta tahu semenjak Fano berada di tempat ini, kehidupannya pasti tidak akan tenang lagi. Lihat saja bagaimana pria itu mempermalukan dirinya dengan datang ke ruang wardrobe, membuat semua pasang mata menatap dirinya tanpa berkedip. Letta yakin saat ini pasti dirinya telah menjadi bahan gunjingan orang-orang satu kantor. Dia sudah mendorong pria itu menjauh tapi dengan tidak tahu malunya Fano tidak mengidahkannya, bahkan ketika Letta menghindar dan mengabaikannya, Fano 1000 kali mendekat kepadanya.

"Saya bisa jalan sendiri tidak perlu dirangkul." Letta mencoba menjauhkan lengan Fano yang menempel mesra di pinggangnya. "Kamu pikir saya cacat." Sambung Letta saat mereka berjalan menuju elevator, akan ke lantai di mana pemotretan dilakukan. Pria ini benar-benar sengaja ingin mempermalukan dirinya melihat bagaimana semua pasang mata karyawan yang mereka lewati telah menatap mereka secara terang-terangan. Apakah pria ini amnesia bagaimana perlakuannya dulu terhadap dirinya?

"Aku tahu." Dia tahu namun tangannya masih saja terus nempel, membuat Letta geram.

"Lalu kenapa kamu tidak menjauhkan tanganmu dari pinggang saya, kamu sengaja ingin dekat-dekat dengan saya?!" tekan Letta geram.

Fano terkekeh lalu mengangguk mantap. "Jika sudah tahu kenapa masih bertanya?!" ujarnya dengan alis terangkat, menggoda Letta. "Aku memang tidak ingin jauh-jauh dari kamu. Karena menahan rindu itu enggak enak!"

Letta mengepalkan tangannya. Fano benar-benar membuatnya darah tinggi.

"Saya curiga padamu, kamu ke sini bukan benar-benar untuk bekerja, kan? tapi kamu memang berniat mengganggu saya." Tuduhnya tepat sasaran. Menerbitkan senyuman di bibir Fano, senyum yang mendekati seringaian.

"Memang bukan," balasnya mantap, Letta menoleh, menatapnya tajam. "Kurasa menjagamu dari pria-pria sialan yang mencoba mendekatimu jauh lebih penting daripada bekerja." Ada nada geram penuh penekanan yang Letta dengar.

Letta mendengus. "Berengsek, kamu justru sama sialannya!' umpatnya, menyerang Fano dengan nada sarkasme.

"Teruslah mengumpat sayang karena umpatanmu tidak berarti apapun untukku." Bisik Fano membuat Letta ingin sekali membunuh pria di sampingnya.

Mereka sudah di depan elevator, bersama para krew yang juga kebetulan berpapasan dengan mereka dan ingin ke ruang pemotretan. Ketika Fano ingin menarik Letta untuk menggunakan lift khusus direksi Letta telah lebih dulu melepaskan rengkuhan Fano dan gadis itu melangkah cepat memasuki lift khusus karyawan bersama Shopi yang mengikutinya sejak tadi. Dan mau tidak mau pria yang selalu anti satu lift dengan karyawan itu pun ikut masuk ke dalam lift yang Letta masuki. Tatapan tajam Fano berikan pada para krew laki-laki yang dengan terang-terangan menatap wanitanya. Membuat mereka sadar diri, mengalihkan tatapannya dan mundur memberikan tempat untuk Fano di samping Letta. Wajah dingin dan datar Fano membuat seisi di dalam elevator yang diisi oleh karyawannya terasa hening. Mungkin mereka merasa canggung dengan pemilik perusahaan yang baru.

"Jangan pernah berpikir untuk bisa lepas dariku, Sayang." Bisiknya penuh penekanan saat ia sadar kalau Letta memang mencari kesempatan untuk jauh-jauh darinya. Seperti saat wanitanya memilih menggunakan elevator ini di banding masuk ke dalam lift khusus direksi yang hanya berdua dengan Fano saja.

"Karena semakin kamu menjauh maka disaat itulah aku akan semakin mendekat." Dan tangan dengan otot kekar di balik tuxedo itu kembali menempel nyaman di punggung Letta yang tertutupi mantel tebalnya. "Kamu tahu bagaimana aku sejak dulu. Aku tidak suka ditolak." Tambahnya dengan intonasi angkuh di dalamnya.

Emosi Letta seakan dijadikan lelucon bagi pria ini. Ucapan dan kalimat Fano terasa memuakan untuk didengar. Sialan, memangnya pria itu tidak sadar siapa dirinya saat ini? Dia sudah bukan lagi perempuan lemah yang takut akan ancaman Fano. Letta mengepalkan tangannya, rahangannya mengeras, kepalanya berasap. Ingin sekali ia berteriak pada pria jahanam ini namun alih-alih melakukan itu ia malah mencoba mengendalikan diri sampai pintu elevator berbunyi di lantai yang mereka tuju. Membiarkan para krew dan Shopi keluar lebih dulu, Letta mulai memberikan pelajaran pada Fano, menyikut perut Fano dengan sikunya.

Fano mengaduh dan memegang perutnya yang disikut Letta.

Letta melipat kedua tangannya dan memandang sengit. "Kamu pikir saya akan terpengaruh dengan semua omong kosongmu," ujarnya lalu menyusul keluar elevator meninggalkan Fano yang tersenyum miring.

"Kita lihat saja nanti, Sayang." Gumamnya menatap punggung Letta yang berjalan di depannya, ia pun melangkah di belakang Letta, tetap mengikuti wanitanya ke ruang pemotretan.

Ketika sudah berada di dalam ruang pemotretan Letta di sambut oleh para juru kamera, dan beberapa model yang sudah bersiap menunggu giliran seperti dirinya. Di depan sana seorang model dengan dres kuning simpel namun memiliki ekor panjang di belakangnya tengah berpose. Di belakang si model dua orang tengah memegang ekor panjang dresnya. Hal itu menjadi pemandangan dan makanan Letta sehari-sehari. Berpose seperti itu sudah menjadi pekerjaan yang ia lakukan sejak dua tahun lalu.

"Mbak Letta sudah siap?!" salah satu krew yang bertugas menyiapkan segala keperluan pemotretan mendekati Letta. Letta mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Sekarang gilirannya Mba Letta, ya," ujarnya, lalu menatap pada MUA untuk menancap wajah Letta kembali dengan polesan bedak bermerk terkenal. Letta membiarkan saja ketika wajahnya harus kembali dipoles bedak sementara rambut tipis sehalus surtra miliknya yang tergerai indah pun ikutan menjadi sasaran MUA. Lalu ketika sudah selesai dengan segala sentuhan tangan MUA sang krew membantu Letta melepaskan mantel tebal yang sejak tadi menutupi tubuhnya, tubuh berbalut longdress tipis dengan bagian dada rendah yang menerawang paha mulus Letta pun menjadi pemandangan mereka.

Fano yang baru masuk ke dalam setelah menerima telpon dari sekretarisnya membelalak melihat pakaian yang dikenakan Letta, tatapannya langsung berubah tajam. Rahang pria itu mengeras dan tangannya terkepal. Sial, apa yang sedang dia pakai? Apa dia gila?

"Ayo Mba Letta --- "

"Kalian becanda!" seru Fano, menahan krew yang sudah akan membawa Letta ke depan.

Seruan Fano mengundang para krew dan sang juru kamera menoleh pada pria itu begitupun dengan Letta, Letta mengerutkan alisnya atas sikap aneh Fano. Mau apa lagi pria ini? pikirnya, dengan tatapan datar menatap Fano.

"Maaf, Pak, ada apa ya?" salah seorang krew mewakili rekannya untuk bertanya meski merasa takut dengan tatapan dingin Fano, ia memberanikan diri bertanya. Semua pekerja yang saat ini berada di naungan Fano tampak menatap bos baru mereka dengan wajah bingung tak mengerti.

"Aku tidak mengizinkan kalian memotret dia dengan pakaian seperti itu!" Fano berkata dingin, yang mampu membuat para krew di kantor ini terdiam mencerna setiap kalimat bernada posesif bos baru mereka pada sang model. Dan pertanyaan tentang apa hubungan bos baru mereka dengan Letta mulai berseliwuran.

"Tapi Pak ini kan sudah prosedur yang --- "

"Tidak! batalkan semuanya aku tidak peduli!" katanya final membuat Letta melotot tajam.

"Apa kamu sudah gila?!" Letta menatap sinis. "Kamu mengacaukan pekerjaan saya!" tambahnya dengan nada geram.

Fano menatapnya datar. "Yah aku memang gila, akan lebih gila lagi jika aku membiarkan kamu berpose dengan pakaian seperti itu." Balas Fano membuat Letta mengepalkan tangannya.

Letta mendengus. "Kamu tidak bisa melarang saya. Ini pekerjaan saya."

"Tentu saja aku bisa. Kamu bekerja di tempatku." Balas Fano santai.

"Kalau begitu saya mengundurkan diri." Kesal Letta, lalu berbalik arah hendak ke pintu keluar.

Namun Fano telah lebih dulu berjalan ke arahnya dan menarik tangannya. "Kamu tidak bisa semudah itu mengundurkan diri." Tekannya geram.

"Saya akan membayar uang ganti rugi atas kontrak kerja sama kita!" ujar Letta sambil berusaha menarik tangannya.

Fano malah tertawa atas ucapannya. "Kamu pikir bisa semudah itu lepas dariku, hm?" seringaian muncul di wajah Fano.

"Saya punya segalanya apapun bisa saya lakukan termasuk mendepak pria berengsek sepertimu." Sarkas Letta.

Lagi-lagi Fano tertawa atas perkataannya. "Dan kalau kamu masih ingat aku juga bisa melakukan apapun yang aku inginkan, termasuk menuntut kamu ke pengadilan karena kamu sudah menyalahgunakan aturan kontrak kerjamu sebagai modelku." Kata Fano yang langsung membuat wajah Letta berubah pias.

Letta menarik tangannya, menatap Fano penuh kebencian. "Berengsek, saya benci kamu." Serunya lalu pergi dari hadapan Fano.

"Mungkin lebih tepatnya kamu mencintaiku!" Teriak Fano penuh percaya diri yang di balas Letta dengan bunyi pintu yang dibanting.

Fano terkekeh senang kemudian kekehannya tergantikan oleh wajah dingin, saat ia sadar telah menjadi bahan tontonan. "Apa yang kalian lihat, kembali bekerja!" ujarnya setelah kepergian Letta dan menatap para krew yang sedang menatapnya. Wajah penuh godaannya beberapa saat lalu kembali dingin. Membuat mereka kembali mengalihkan pandangan mereka dan berpura-pura sibuk. Setidaknya sampai Fano ikutan melangkah keluar, menyusul Letta barulah bisik-bisikan mereka mulai berkoar membicarakan keanehan bos baru mereka dengan sang model. Sempat Fano dengar namun ia abaikan, Fano tidak peduli lebih baik ia mengejar wanitanya saja.

****

Letta berjalan tergesa ketika sudah berada di luar, bibirnya tidak berhenti mengeluarkan kalimat kasar yang ia tuju untuk Fano. Sialan, pria itu mulai berani mengacaukan kehidupannya lagi. Apa yang dilakukannya tadi? melarang dirinya hanya karena ia berpakaian seperti ini? Memangnya apa yang salah dari gaun ini, dia bahkan pernah hanya menggunakan bikini untuk model pakaian dalam. Hah, apa pria itu tidak tahu fakta yang satu itu? Jika berpakaian seperti ini dianggap berlebihan bagaimana jika ia memakai pakaian dalam. Tapi tunggu dulu, mau dia berpakaian seperti apapun itu, dia bahkan tidak berhak mengatur hidupnya? Memangnya siapa si berengsek itu bagi dirinya?

"Pria berengsek." Seru Letta, tangannya sudah saling mengepal. Wajahnya memerah menahan amarah.

"Aku memang berengsek karena sudah menyakitimu begitu dalam," ujar Fano, dari belakang Letta. Membuat tubuh Letta menegang. "Tapi kali ini aku akan menyakinkanmu kalau pria berengsek ini sudah berubah. Dia berubah untuk mendapatkanmu kembali ke kehidupannya." Fano menambahkan sambil menyampirkan jasnya yang ia lepas untuk ia pasangkan pada tubuh Letta yang masih memakai gaun terbukanya, Letta membiarkannya saja. Tangan Fano mulai berani menarik pergelangan tangan Letta, menggenggam tangan itu.

Namun Letta menepis tangannya, gadis itu segera mengambil langkah seribu,berjalan cepat ke pintu elevator untuk kembali ke ruang ganti pakaian. Lebih baik ia pulang saja daripada ada pria itu di tempat ini. Itu hanya akan membuat hari-harinya semakin buruk.

Di belakangnya Fano terus mengikutinya. "Aku tahu kamu masih membenciku."
Kata Fano saat mereka tiba di depan pintu elevator.

"Jika sudah tahu kenapa masih bertanya?!" balas Letta tajam setelah pintu elevator di depannya terbuka, ia segera masuk begitupun dengan Fano.

"Kamu tahu aku dan Shesil --- "

"Saya tidak mau tahu!" suara Letta meninggi. Ia tidak suka pria di sampingnya membahas tentang perempuan itu. "Berhenti mengganggu kehidupan saya dan tentang kamu dan si sampah itu saya tidak peduli kalian memiliki hubungan apa?! itu bukan urusan saya, karena tugas saya sekarang hanya bekerja dengan profesional tanpa mengait-ngaitan masa lalu di dalamnya. Mulai sekarang hubungan kita hanya sebatas pekerjaan, tidak lebih!" kata Letta datar tanpa menatap pria di sampingnya dan hanya menatap lurus ke depan.

Di sampingnya Fano tertawa. "Omong kosong. Aku tahu kamu masih mencintaiku." Begitu percaya diri saat mengatakan itu, tapi Fano memang merasa kalau Letta mencintainya.

Pintu elevator di depannya terbuka. "Terima kasih karena sudah menjadikan saya mainanmu sejak dulu!" ujarnya mengabaikan ucapan penuh percaya diri Fano, lalu beranjak keluar dari elevator.

Diluar dugaannya, Fano menarik tangannya hingga tubuhnya berbalik menabrak dada bidang Fano. Pria itu menatapnya dingin lalu merambatkan tangannya ke punggung terbuka Letta, memeluknya erat. Dia abaikan para karyawan yang menatap mereka.

"Aku tidak pernah sedikitpun menjadikanmu mainanku dulu." Jelas Fano dengan sorot tajam menatap Letta.

Letta mendorong tubuhnya dengan kuat. "Persetan apa katamu. Sekarang lepaskan saya!"

"Lepaskan?!" Fano menekan kalimatnya. "Kamu pikir aku akan semudah itu melepaskanmu! Tidak, aku tidak akan pernah melepaskanmu sebelum apa yang aku inginkan aku dapatkan." Fano menyeringai, sebelah tangannya naik dan mengelus wajah Letta.

"Kamu tahu itu, Sayang, sejak dulu kamu bahkan sudah tahu luar dan dalamnya aku!" ujar Fano, Letta diam saja tidak menanggapi. Gadis itu sedang menahan ledakan di dalam dirinya. Jika tidak melihat sekitarnya dan sedang menjadi bahan perhatian para staf di sini Letta sudah akan menendang pria ini.

"Dan, hmm, kamu selalu berbicara formal terhadapku seolah kamu dan aku dua orang asing yang tidak saling mengenal." Fano memajukan wajahnya, hingga jarak keduanya begitu dekat.

"Apa aku harus menciummu dulu supaya kamu tidak berbicara formal lagi terhadapku?!" kata Fano yang tidak membutuhkan izin dari Letta karena ia sudah mencium bibir Letta. Membuat para staf melongo melihat tindakan bos baru mereka.

Ciuman Fano terhenti saat Letta mendorongnya dengan kuat. "Berengsek, beraninya kamu -- "

"Itu yang akan selalu aku lakukan jika kamu masih berbicara formal terhadapku." Fano memotong kalimat Letta. Lalu berjalan terlebih dahulu meninggalkan Letta untuk kembali ke ruangannya.

Di tempatnya berdiri Letta terdiam kaku, belum ada seharian ia dikejutkan dengan keberadaan pria itu di tempat ini, Fano sudah berani menciumnya dan parahnya disaksikan oleh para karyawan di kantor ini. Sial, dan parahnya lagi kenapa jantungnya harus berdegup sekencang ini?

Tidak! Ia tidak boleh lemah. Cukup sudah pria itu dulu mempermainkannya. Sekarang tidak lagi. Sudah dari tiga tahun lalu ia menunggu kesempatan untuk membalaskan dendamnya pada Fano dan itulah yang seharusnya ia lakukan. Menghukum Fano atas dosa-dosanya dan bukannya malah menikmati debaran pada jantungnya yang menggila hanya karena ciuman singkat pria itu.




🌿🌿🌿

To be continued..
Selasa, 08 oktober 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro