AMD 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Through the dark, through the door
Through where no one's been before
But it feels like home


Pemuda dengan surai kecoklatannya itu menatap langit yang sudah bersemu oranye. Dia enggan masuk ke dalam rumah, memilih diam di ayunan tua. Kakinya yang telanjang menginjak rerumputan yang basah bekas hujan tadi siang. Bibirnya tidak berhenti menggumamkan senandung yang terdengar begitu asing di telinga.

Aku berjalan mendekat lalu duduk di ayunan yang lainnya. Menyadari kehadiranku ia mengulas senyum tipis. "Mencariku ya?" pertanyaannya aku hadiahi anggukan pelan. Dia semakin melembarkan senyumnya.

"Taehyung-ssi, ayo masuk hari sudah senja."

"Aku akan masuk setelah kau mendengarkan ceritaku."

Ah, aku lupa jika Kim Taehyung senang bercerita. Mengenai berbagai hal. Tentang apapun yang dia tahu. Dia akan menceritakan segalanya padaku. Hanya padaku.

"Tapi setelah bercerita harus langsung masuk ya?" Dia mengangguk setuju. "Memangnya aku pernah ingkar janji?" Aku menggeleng pelan. Ya memang benar ia tidak pernah sedikit pun mengingkari janji yang dibuatnya.

"Jadi ..., mau cerita apa hari ini?"

"Tentang segala hal yang sudah kutempuh. Tertarik?"

Katanya sambil melempar pandangannya padaku. Aku mengangguk antusias tidak peduli sudah mendengar cerita ini ratusan kali. Bagiku ini sama seperti saat pertama kalinya.

"Kau tahu aku sudah melewati banyak kesulitan. Banyak sekali, sampai rasanya aku lupa apa saja yang sudah aku lewati." Ia menjeda, bibirnya bergetar menahan buncahan perasaan yang menggelegak di dalam dada. "Melewati itu semua sendirian, rasanya sangat menyakitkan. Tidak ada yang peduli atau memang mereka tidak pernah mau peduli padaku."

"Taehyung kau bi--"

"Sssttt--" ia memotong "biarkan aku ceritakan segalanya padamu hari ini."
Dan aku hanya mengangguk pasrah membiarkan Taehyung bercerita semaunya. "Baiklah," putusku akhirnya.

"Aku melewati banyak hal. Termasuk orang-orang yang tidak pernah sedikit pun mau berada di sampingku. Mereka hanya melewati begitu saja. Aku tidak marah, sungguh. Aku hanya bertanya-tanya kenapa mereka begitu padaku."

Mata segelap jelaga itu berkaca-kaca satu kedipan dan likuid bening akan berjatuhan. Taehyung mendongak menahan lelehan air matanya, dadanya kembang kempis menahan sesak yang merayap mengikat kuat.

"Hingga akhirnya aku berakhir di tempat ini, bertemu dengan mereka yang ternyata sama saja. Tapi aku menemukan satu orang yang begitu berbeda. Satu orang yang memberi harapan sederhana tetapi begitu membangkitkan asa dalam diriku yang sudah lama mati. Hanya satu orang ...."

Taehyung menatap tepat pada manikku. Mengunci kedua mataku agar tetap pada onyx hitamnya. Lalu ia berujar setengah berbisik, "Aku menemukan seseorang yang bisa aku sebut rumah. Bukan tempat ini tetapi seseorang di dalamnya. Yang memelukku saat ketakutan datang menyapa, yang menenangkan saat ingatan tak mengenakan terlintas."

"Kau terasa seperti rumah, Park Jimin."

Aku menganga tak percaya pada rungu. Sudah kubilang jika ini bukan pertama kalinya aku mendengar Taehyung bercerita mengenai masa lalunya. Tapi ini adalah kali pertama pemuda itu menyebut jika aku terasa seperti rumah baginya. Sebuah rumah tempatnya pulang. Yang melindungi saat dunia tidak bisa menerimanya.

"Jadilah rumahku untuk selamanya, Park Jimin."

GhibahWriters

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro