13. GIRLS TALK

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sesusai perjanjian, Jatu tidak lagi mengajarkan tari K-Pop pada Amore saat les berlangsung. Untuk menyiasatinya, ia menawarkan pada sang murid les untuk mengikuti K-Pop Aerobik di hari minggu. Tentu saja, tidak atas sepengetahuan Titan.

Waktu masih menunjukan pukul 5.45 pagi ketika Jatu memasuki Kompleks Sakura Premier di hari Minggu. Tidak ada hambatan berarti di gerbang karena para penjaga telah mengenalnya. Berbekal sepeda yang dipinjam dari Raven, ia pun segera menuju salah satu rumah yang telah sering dikunjungi.

Pintu rumah Amore terbuka lebar. Setiap pagi, pemilik rumah memang membuka seluruh pintu dan jendela untuk mempersilahkan udara pagi masuk dan bertukar tempat dengan udara yang telah mengendap semalaman.

Tanpa ragu, Jatu bergegas menuju pintu depan. “Assalamu’alaikum,” teriaknya tepat di depan pintu.

“Wa--”

Gubrak!

Titan yang tengah berbaring sambil membaca buku di sofa, terjungkal karena terkejut. Segera dia bangkit dan menatap sang tamu. Apakah dia bermimpi? Kenapa mahasiswi tomboi itu datang ke rumahnya di pagi buta. Hari Minggu pula.

Sementara di ambang pintu, Jatu hanya mampu tercengang saat melihat adegan akrobat yang seakan-akan menjadi rangkaian upacara penyambutan. Yang lebih membuatnya terkejut adalah penampilan sang dosen duda. Kaos putih yang dipadu celana salur gombrang membuat Titan sangat berbeda. Ditambah lagi, poni yang diikat satu. ‘So cute,’ gumam Jatu sambil menikmati pemandangan yang diyakini akan dilihatnya setiap pagi, di masa mendatang.

Setelah mengucek-ngucek mata untuk memastikan apa yang dilihat bukan khayalan, Titan pun menghampiri gadis berkaos lengan panjang dan celana olahraga itu. Sambil menatap tajam, dia menduga-duga alasan yang akan dilontarkan Jatu. Apakah alasan tersesat saat olahraga pagi atau lagi-lagi ingin pinjam uang untuk pulang? Tidak mungkin alasan mau berangkat demo, kan?

Oenni udah nyampe?”

Suara Amore bergema dari arah belakang. Sekali lagi Titan terkejut dan segera berpaling. Berdasarkan rekam aktivitas sepanjang hidup, gadis kecil itu harusnya sedang menghabiskan Minggu pagi dengan melanjutkan mimpi. Namun, kenapa sekarang dia sudah berdiri rapi?

Titan mencermati Amore yang telah siap dengan kaos favorit bergambar alpaka dan celana olahraga, lengkap dengan sneaker yang baru sekali itu dipakai. Padahal, sepatu itu sudah hampir setahun tiba di rumah mereka. Dengan cepat pria itu menyimpulkan apa yang hendak dilakukan kedua perempuan itu.

Titan menghampiri Amore lalu berlutut di dekatnya. “Amore mau olahraga di mana?” tanyanya lembut. Dia bahagia sang putri akhirnya mau berolahraga. “Joging trek, lapangan, atau club house?”

Sakura Premier memang dilengkapi dengan fasilitas olahraga indoor dan outdoor untuk para penghuninya. Ada joging trek, lapangan basket, dan area memanah untuk olahraga outdoor. Sedangkan fasilitas indoor seperti gym dan kolam renang berada di club house. Bahkan jalanan di dalam kompleks juga bisa menjadi pilihan untuk bersepeda atau berskuter-ria.

“Kita mau sepedaan di CFD Pemuda-Pramuka, Oppa,” jawab Jatu mewakili Amore. Tak lupa menyematkan kata oppa yang meski masih terasa kaku di bibir, tapi menyenangkan saat diucapkan.

“CFD?” Titan melirik Jatu, lalu kembali berpaling pada sang putri. “Kenapa Amore nggak bilang? Biar papa siap--”

“Nggak usah, Pa,” potong Amore.

Titan mengernyit, lalu berpaling dan menatap curiga pada Jatu.

“Kita sengaja nggak bilang, takutnya oppa sibuk. Biasanya kan dosen punya banyak kerjaan. Apalagi menjelang akhir semester gini. Bikin soal ujian, rekap nilai, atau mikirin tugas tambahan buat bikin mahasiswa tetap sibuk.” ucap Jatu yang disambut dengan mata melotot Titan. “Tapi, oppa bisa nyusul, kok.” Ia buru-buru memberikan saran.

“Kenapa kita nggak bareng aja sekarang?”

No, Pa!” tegas Amore. Gadis kecil itu segera memutar otak. “Aku sama eonni mau em... mau ngobrol. Girls talk! Karena papa bukan girl, jadi papa nggak boleh ikutan.”

Girls talk?” ulang Titan.

Amore mengangguk tegas. Dia harus melakukan apapun agar rencana mereka berjalan lancar. Kali ini, sang papa tidak boleh menghalangi keinginannya untuk menari.

Titan menghela napas, lalu bangkit. “Oke. Hati-hati di jalan. Nanti papa jemput jam setengah sembilan,” ucapnya pasrah. Sepertinya kali ini dia harus mempercayakan Amore pada Jatu.

Titan kemudian berpaling dan menghampiri Jatu, lalu menjulurkan tangan. “KTP!”

“KTP?” Jatu mengernyit.

“Jaminan kalo kamu nggak akan macam-macam.”

Jatu memanyunkan bibir, tapi tak urung mengeluarkan benda itu dari tas pinggang ungu. Ternyata, ia belum mampu mendapatkan kepercayaan dari duda itu. “Nih. Jangan lupa difotocopy!”

“Buat apa difotocopy?” tanya Titan sambil meraih KTP yang disodorkan.

“Siapa tahu Senin besok mau langsung daftar ke KUA,” ucap Jatu sambil mengulum senyum.

Mendengar kalimat itu, Titan membelalak. Ingin rasanya melempar benda kecil itu jauh-jauh. Namun, dia tak mungkin menjilat ludah sendiri.

Ditelisiknya kartu pengenal itu, lalu mendengkus. “Dua puluh satu. Pantes masih kaya bocah.”

“Jangan salah! Menurut teori, bergaul sama bocah memiliki banyak faedah. Salah satunya bisa bikin awet muda. Namun, karena dalam kajian ilmiah setiap teori memerlukan pembuktian, maka kita harus membuktikan untuk tahu kebenarannya. Jadi, kapan oppa mau kolaborasi sama saya untuk membuktikan teori tadi?” tantang Jatu sambil cengar-cengir.

Titan sudah siap-siap meledak marah, tapi Jatu buru-buru lari dan meraih tangan Amore. “Yuk, Amore! Keburu kesiangan.”

Sambil menahan tawa, keduanya pun berlari menuju sepeda masing-masing. Sementara Titan hanya bisa menyaksikan keduanya pergi menjauh dengan perasaan kesal. “Awas aja!” ucapnya geram.

🌹🌹🌹🌹

Di Car Free Day Pemuda, terdapat sekelompok anak muda yang senam menggunakan lagu-lagu idol K-Pop. Kehadiran mereka membuat para pengunjung CFD terhibur dan banyak yang ikut bergabung. Termasuk Jatu dan Raven. Keduanya telah menjadi bagian komunitas tersebut hampir setahun terakhir.

Demi memenuhi keinginan Amore, Jatu mengajak gadis kecil itu bergabung. Bukankah mereka tidak melanggar peraturan dari Titan? Waktu senam dilakukan di luar jam les, tempatnya pun bukan di Sakura Premier. Dan yang terpenting, instrukturnya bukanlah Jatu.

Suara musik kembali mengalun. Lagu dari BTS menjadi lagu kedua yang digunakan untuk Aerobik hari itu. Dengan semangat, Amore, Jatu serta Raven mengikuti gerakan instruktur. Begitu seriusnya hingga mereka tidak menyadari sepasang mata telah mengintai sejak lagu pertama dimulai.

“Salah satu trik PDKT. Dekati anggota keluarganya.” Langit mengulang petuah yang diberikan Yoga.

Seandainya dosen itu tahu bahwa orang yang diberi nasehat tengah bersaing dengan sahabatnya, mungkin dia akan terkejut seperempat hidup.  Bisa saja keduanya bahkan bertengkar. Mengingat hal itu, Langit  menyeringai. Semua adalah kesalahan Titan yang tidak jujur pada Yoga.

Dengan langkah penuh percaya diri, pria itu melenggang masuk ke barisan para pesenam yang didominasi kaum hawa. Kehadirannya sontak sempat membuat kehebohan. Namun, para pesenam itu kembali melanjutkan gerakan ketika mendengar seruan dari instruktur.

“Hai, Cantik!” panggil Langit yang telah berada di samping Jatu.

Akan tetapi, gadis itu seolah-olah tak mendengar dan terus fokus pada gerakan.

“Hai, Cantik!” ulang Langit.

Merasa terganggu, Jatu pun menghentikan gerakan lalu berpaling ke arah Langit. “Kamu ngapain, sih?” ketusnya.

Akan tetapi, seketika ia terkejut saat melihat pria itu tengah membungkuk dan menatap Amore yang ada di samping. Yang ditatap pun sedang tersenyum balik.

Selama sedetik Jatu terdiam. Ternyata ia sudah ke-Ge-eR-an. Detik berikutnya ia tersadar dan berniat melayangkan protes. Namun, seruan instruktur menghentikan niatnya.

“Tukar tempat, dong,” ucap Langit lagi.

Dengan enggan, Jatu pun memberikan tempatnya, tepat di samping kanan Amore. Ia tak ingin memperpanjang masalah sepele ini. Lagipula, jika merasa tak nyaman, Amore tidak akan hanya berdiam diri.

“Hai, Cantik!” Langit kembali menyapa Amore yang dijawab dengan senyuman. Baginya, itu cukup. Sekarang adalah waktunya unjuk kemampuan untuk menarik hati gadis kecil itu. Meskipun tidak bisa menari, dia akan berusaha sekuat tenaga.

🌹🌹🌹🌹🌹

“Langit nggak tahu kalo Amore anaknya Pak Titan?” bisik Raven di sela-sela gerakan senam.

Jatu dan Raven masih bertahan di dalam barisan, sementara Langit dan Amore sudah beristirahat tidak jauh dari lokasi senam. Tadinya, Jatu hendak menemani Amore. Namun, karena Langit bersikukuh ingin menemani gadis kecil itu, ia pun mengalah dan memilih melanjutkan senam. Rasanya tidak nyaman untuk bergabung. Seolah-olah mereka adalah sepasang suami-istri yang menikah dini dan telah memiliki seorang putri.

“Kayanya sih nggak tahu. Tapi, biarin aja, deh,” ucap Jatu dengan senyum licik, sambil sesekali melirik ke arah Amore yang tengah menghabiskan Zuppa Soup.  “Lumayan, ada yang ngasuh Amore.”

🌹🌹🌹🌹🌹

“Amore mau minum yang lain nggak?” tanya Langit dengan senyum terkembang.

“Nggak usah, Oppa. Air putih ini aja,” tolak Amore sambil mengacungkan botol air yang dibawa dari rumah.

“Beli yang lain lagi, yuk. Oppa masih haus,” ucap Langit sambil memindai pedagang minuman yang berjejer tidak jauh dari lokasi mereka.

Amore menghembuskan napas panjang. “Ya udah, kalo Oppa terus-terusan maksa. Kita beli jelly drink aja, deh.”

Langit menyeringai. Padahal dia baru sekali memaksa. Namun, gadis kecil itu malah mengatakan kata terus-terusan, seolah-olah dia telah memaksa sepanjang hari. Amore memang pandai bersilat lidah. Sama seperti Jatu, kakak perempuannya. Entah bagaimana hubungan kekerabatan antara mereka berdua. Langit berencana menanyakan hal itu nanti-nanti.

Langit menggandeng Amore menuju salah satu pedagang milky jelly drink dengan bermacam-macam varian rasa. Diambilnya empat botol. Strawberry untuk Amore yang akan dipikat hatinya, green tea untuk Raven yang telah berbaik hati membocorkan kegiatan Jatu hari ini, serta dua capucinno untuknya dan gadis pujaan hati.

Saat Langit tengah menunggu kembalian, Amore sudah pergi ke lapak sebelah yang menjajakan berbagai merchandise idol K-Pop. Gadis kecil itu terpaku pada satu lampu tidur tempel berbentuk alpaka.

“Berapaan, Mbak?” Langit berjongkok sambil menunjuk benda yang tengah dipandangi Amore.

“Dua ratus ribu.”

“Nggak kurang?”

“197, deh, Kak."

"Nggak kurang lagi?" tawar Langit.

"Ih, Kakak. Masa ganteng-ganteng nawar mulu," balas sang pedagang yang membuat wajah Langit bersemu merah. Harga dirinya terluka.

Langit lalu mengambil sang alpaka dan menyerahkannya pada Amore. “Amore mau, kan?”

Ragu-ragu, Amore mengangguk.

“Nggak sekalian mini handy fan sama sandal tidurnya, Kak? Ada tumbler juga, loh. Atau hair pin? Tempat koin? Selimut hoodie juga ada.” Sang pedagang tak ingin kehilangan peluang.

Langit mendelik, ingin rasanya menghardik. Namun, urung saat pedagang itu berpaling pada Amore. Dia amat mengetahui siapa targetnya.

“Mau ini juga nggak, Dek? Belum punya, kan? Ini keren, loh,” rayunya sambil menyodorkan selimut putih berbentuk alpaka.

Amore melirik Langit yang tengah berusaha tersenyum paling manis.

“Amore mau?” tanya Langit lembut.

Tanpa ragu, Amore mengangguk. “Aku belum punya yang ini sama yang ini. Yang ini juga. Yang itu juga belum. Terus … sama itu.” Gadis itu menunjuk beberapa aksesoris berbentuk alpaka.

Tak ingin harga dirinya kembali tercoreng, Langit pun mengiyakan semua barang pilihan Amore. Lagipula, gadis kecil ini pasti akan menceritakan kebaikan hatinya pada Jatu. Ah, mungkin saja itu bisa membuat Jatu tersentuh.

Setelah membelikan delapan jenis merchandise bertema alpaka, Langit mengajak Amore kembali berkeliling. Kali ini mereka berhenti di pedagang yang menjual beraneka bentuk pancake. Ada bentuk Doraemon, Mickey Mouse, Donald Duck, Spongebob, hingga Crayon Sinchan.

Antrian yang cukup panjang tidak menyurutkan keinginan Amore untuk membeli camilan itu. Maka, di sanalah Langit menemani gadis kecil itu untuk sebuah pancake. Meskipun begitu, dia menjalani seluruh kegiatan dengan senang. Demi menaklukan hati gadis pujaan.

🌹🌹🌹🌹🌹

Titan tidak menyangka pengunjung CFD hari itu sangat ramai. Dalam kerumunan, dia mencari-cari sosok Jatu di jalanan sekitar Mall Arion. Lokasi itulah yang disebutkan sang mahasiswi sebagai titik keberadaannya.

Setelah beberapa menit, akhirnya dia menemukan sosok Jatu tengah asyik mengobrol dengan beberapa perempuan. Namun, dia tertegun. Amore sama sekali tidak ada di sekitar lokasi itu. Dengan penuh kegeraman, Titan segera menghampiri Jatu. ‘Gadis yang tidak bertanggung jawab,’ umpatnya dalam hati.

Titan berdehem saat Jatu berada dalam jarak dua meter. Gadis itu pun berpaling. Bukan karena deheman sang dosen, tapi karena tatapan teman-temannya.

“Jadi, ini girls talknya?” tanya Titan tajam.

Jatu segera keluar dari kumpulan teman-temannya dan menarik kaos bagian pinggang Titan. Namun, sang dosen segera menepisnya.

“Jangan narik-narik!” hardiknya.

Mendapat hardikan itu, Jatu malah cengar-cengir. “Maaf, maaf. Saya nggak tahu kalo oppa maunya digandeng,” ucap Jatu dengan ekspresi penuh penyesalan.

Titan melotot. Dia tak ada waktu untuk berdebat atau mendengar ocehan gadis itu. “Mana Amore? Kamu jual, ya?”

Jatu meringis. Sepertinya ada yang salah dengan otak Titan hingga berpikiran terlalu berlebihan. “Oppa,” ucapnya pelan. “Nggak ada untungnya saya jual Amore. Yang ada, kerugian besar. Saya jadi nggak punya sekutu dan nggak bisa ke rumah oppa lagi. Hanya orang bodoh yang akan melakukan hal itu.”

Titan memicingkan mata, tapi tak urung mengangguk-angguk. Perkataan Jatu ada benarnya. Bukankah kedua gadis itu sudah bersekutu. Hanya orang bodoh yang …. “Tunggu! Jadi kamu bilang saya bodoh?” tanyanya setelah tersadar.

Yang ditanya segera geleng-geleng sambil melambaikan tangan. “Nggak, kok. Siapa yang bilang gitu? Oppa aja yang terlalu kebaperan,” kilah Jatu sambil bersungut-sungut.

Titan membuang muka. Terlalu baper? Apa dia harus meminta penjelasan tentang hal ini juga? Tunggu! Ada yang lebih penting. “Jadi, mana Amore?”

Mendengar pertanyaan itu, Jatu pun gelagapan. Segera dicermatinya lokasi sekitar. Langit tidak mungkin membawa Amore jauh-jauh. Pria itu sudah berjanji hanya akan berkeliling di lokasi yang dekat.

Melihat wajah panik Jatu, Titan segera ikut mengedarkan pandang. Sepertinya, dia telah  mengambil keputusan yang salah. Harusnya, dia berkeras untuk membersamai Jatu dan Amore sejak perjalanan dari rumah.

Selama beberapa menit, Jatu dan Titan mengedarkan pandang. Hingga akhirnya, gadis itu menangkap sosok Langit yang tinggi menjulang di dalam kerumunan. Sejenak, ia bernapas lega.

“Di sana!” ucapnya sambil menunjuk satu titik kerumunan pada Titan. Namun, tiba-tiba napas leganya berubah sesak. Terlebih lagi saat melihat perubahan ekspresi di wajah sang dosen. Jatu menelan ludah sambil mengikuti langkah-langkah besar Titan menuju tempat Langit dan Amore berada.

🌹🌹🌹🌹🌹

Untuk mengusir kebosanan saat mengantri, Langit berpaling ke arah Jatu berada. Gadis itu tengah berada dalam kelompok kecil berjumlah tujuh orang. Terlihat mereka tertawa ceria, entah apa yang sedang dibincangkan. Namun, di mata Langit, Jatu tetap menjadi yang paling bersinar.

Dia sungguh tak jemu menyaksikan pemandangan ini. Bahkan, dia bisa menghabiskan seluruh hari hanya untuk menyeksamai setiap gerak-gerik gadis yang dicintai. Hingga tiba-tiba, entah dari mana sosok itu hadir. Sosok yang bagi Langit adalah kuman yang harus segera dibasmi.

Jatu menarik kaos sang dosen. Tentu saja. Mungkin gadis itu marah karena Titan telah mengganggu kegiatan girls talknya. Pria dari generasi yang berbeda mana bisa mengerti kegiatan anak muda zaman sekarang. Langit  bersungut dalam hati.

Begitu seriusnya dia bersungut, hingga tak menyadari sejak kapan sang dosen  melangkah menghampiri. Dengan matanya yang melotot tajam, seakan-akan penuh kemurkaan. Langit mengerti, Titan mungkin tak menyangka bahwa dia berada di lokasi yang sama dengan Jatu.

Langit bahkan penasaran pada reaksi sang dosen jika tahu bahwa dia dan Jatu menghabiskan waktu untuk senam bersama. Terutama rekasi sang saingan jika mengetahui bahwa dia berhasil menjalin hubungan dekat dengan salah satu kerabat dari gadis yang mereka perebutkan.

Dengan pose siap menerima tantangan, Langit tersenyum penuh kemenangan. Senyum yang oleh Titan dianggap sebagai senyum kepuasan karena berhasil membuatnya panik mencari-cari Amore. Pria itu segera menghampiri Langit dari arah samping kiri antrian, lalu berdiri tepat di samping sang mahasiswa yang masih terus membusungkan dada.

“Papa!” Amore berseru riang. Seruan yang melenyapkan senyum Langit seketika. “Papa, kenalin ini Oppa Langit. Dia baik banget. Udah jajanin aku macam-macam,” sambungnya sambil menunjuk tiga paper bag besar yang tengah dipegang Langit.

Langit menatap tas-tas di genggaman. Jadi, dia mengeluarkan hampir satu juta hanya demi anak sang saingan. Nonsense!

🌹🌹🌹🌹🌹

Selamat pagi semua...

Dari Titan yang baru bangun tidur


Dan dari Langit yang lagi bete

Semoga Minggu kalian menyenangkan. 🤗🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro