25. THE CHARMING PRINCESS

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana club house Sakura Premier sore hari itu sudah mulai ramai. Aula lantai dua didekorasi dengan indah dan meriah. Ratusan balon memenuhi ruangan. Ada yang dibiarkan sendiri, ada yang bergerombol membentuk bunga, pohon, hingga beraneka hewan.

Cupcakes dengan berbagai hiasan warna-warni, bolu, puding, dan buah-buahan berjajar di meja yang terletak sayap kanan ruangan. Dilengkapi dengan jus jeruk dan jus jambu yang terletak di ujung meja. Sementara di meja seberang, berjajar hidangan utama yang diletakkan dalam panci prasmanan. Ada sop ayam, rendang sapi, ikan crispy, hingga tempe mendoan.

Di bagian belakang juga terbentang meja panjang dimana souvenir pesta diletakkan berjajar. Setiap paketnya berisi berbagai camilan, cangkir, dan handuk kecil. Nama masing-masing tamu -calon pemilik souvenir- telah menempel di bagian depan.

Sebagai bintang utama pesta, sore itu Amore didandani layaknya putri kerajaan. Sebuah gaun putih berenda membalut tubuhnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dengan bando senada di pucuk kepala. Gadis itu bergayut manja di lengan sang ayah, menyapa para tamu undangan yang tengah asyik bercerita, sambil menanti acara dimulai.

“Hari ini jadi kan, Pa?” bisik Amore sambil mendongak, sebab tubuh sang ayah yang menjulang.

Mendengar pertanyaan itu, Titan pun mengambil posisi jongkok agar pembicaraan mereka tak berjarak. “Kamu yakin?” tanyanya memastikan.

Gadis itu mengangguk. Tekadnya sudah bulat. “Aku pengen ngenalin calon mama baruku ke teman-teman.”

Titan mengelus pipi kemerahan gadis kecil itu. Setelah menyunggingkan senyum, ia pun menjawab, “Today is your day. Apapun yang Amore mau, lakuin aja.”

Amore tersenyum puas mendengar persetujuan itu. Dia tahu sang papa akan menuruti segala pintanya, termasuk yang beberapa hari ini disampaikan. Gadis kecil itu pun semakin tak sabar menanti kedatangan Jatu.

Selama tiga bulan sebelumnya, Jatu telah berjuang keras. Berkat usahanya, doa orang tua, juga bantuan sang dosen, gadis itu akhirnya lolos dalam seleksi beasiswa ke Korea Selatan.

Hanya berselang dua hari pasca pengumuman, tepatnya pekan kemarin, Titan kembali menemui orang tua Jatu dengan topik utama: tanggal pernikahan. Hal itu menjadi pertanda resmi bahwa Jatu akan segera menjadi ibu sambung Amore.

Dalam rencana awal, perkenalan sang mama baru pada teman-temannya akan dilakukan bulan depan, setelah pernikahan dilangsungkan. Namun, Amore tidak sabar menanti datangnya hari itu. Dia ingin segera  mengumumkan berita bahagia itu pada dunia.

“Tapi papa belum bilang ke eonni kamu, loh,” ucap Titan setelah mengingat satu hal penting.

“Nggak apa-apa, Pa. Amore emang pengen bikin surprise buat eonni.” Gadis itu mengulum senyum sambil membayangkan reaksi Jatu.

Titan kembali tersenyum melihat tingkah Amore. Sejak hadirnya Jatu, gadis itu memang banyak berubah. Lebih ceria, lebih peduli, lebih terbuka. Hal itu semakin membuat dirinya yakin  bahwa Jatu memang ditakdirkan untuk mengisi kekosongan dalam kehidupan keluarganya.

Lima belas menit sebelum acara dimulai, Jatu tiba di lantai dua club house. Kehadirannya tertangkap oleh Titan dan Amore, yang langsung terdiam mematung. Celana jeans dengan kaos longgar. Di bahunya tersemat ransel dengan warna pink yang sudah pudar. Di bagian tali ransel tersampir jas almamater warna hijau. Padahal, gadis tersebut sudah tidak lagi menyandang gelar mahasiswa.

“Masih mau lanjutin rencana kamu?” bisik Titan di dekat telinga Amore.

Amore menelan ludah, tapi menolak untuk mundur. Dia mengangguk mantap. “Lanjut, Pa. Emang gaya eonni seperti itu.” Gadis itu menoleh pada Titan. “Nggak pa-pa kan, Pa?”

Titan menghela napas, tapi tak urung mengangguk.  Memang seperti itulah perempuan yang akan ia nikahi. Cuek dan berpenampilan seadanya. Dia bahkan tidak tidak repot-repot me-make over diri saat akan menghadiri ulang tahun calon anak sambungnya. Namun bagi Titan, Jatu tetap memesona.

Hello, birthday girl!” Jatu berseru riang sambil berlari menghampiri Amore dan Titan. “Eonni nggak telat, kan?” tanyanya setelah berada di samping Amore.

Amore menggeleng sambil tersenyum lebar, memamerkan gigi kelincinya. “Belum mulai kok, Eonni,” ucapnya.

Jatu memandangi Amore dari ujung kepala hingga kaki. “Wow, you look so pretty today! The charming princess! Cantik banget,” komentarnya saat melihat penampilan Amore.

Eonni juga charming,” balas Amore. “Seperti biasa.” Gadis itu lalu melirik ke arah Titan sambil mengedipkan mata.

Jatu mengikuti arah pandang Amore, lalu tersadar belum mengucapkan salam pada Titan. “Annyeong, Oppa!”

“Ini bukan di rumah!” Titan mengingatkan agar Jatu mengubah panggilannya. “Ransel kamu nggak dititip di lobby?” tanya pria itu. Rasanya tidak nyaman melihat Jatu membawa tas besar, seperti mahasiswa yang hendak masuk ke ruang kuliah.

“Emang boleh?” tanya gadis itu yang dijawab dengan anggukan Titan. “Ah, kenapa nggak bilang. Kan capek naik tangga bawa ransel. Ya udah, ntar saya titip. Saya mau ngasih ini dulu.”

Jatu membuka ritsleting ransel, mengaduk-aduk hingga bagian terdalam, lalu mengeluarkan satu paper bag yang sudah kusut karena tertindih benda-benda lain.

“Tadaa!” Jatu menunjukkan paper bag warna putih di hadapan Amore.

Saeng-il chughahamnida, saeng-il chughahamnida, saranghaneun Amore ui, saeng-il chughahamnida.” Sambil menggoyang-goyangkan kepala, Jatu menyanyikan lagu ulang tahun dalam Bahasa Korea.

Mata Amore berbinar menerima hadiah dan lagu tersebut. Dengan tak sabar, diraihnya bungkusan tersebut dan mengintip isinya. Gadis itu pun memekik tertahan saat menyadari apa yang ada di dalamnya.

Eonni emang the best,” ucapnya sambil memeluk Jatu.

Meski tidak mengetahui isi hadiah tersebut, senyum Titan terkembang sempurna. Bahagia rasanya melihat reaksi Amore. Tak ada yang lebih indah selain menyaksikan putrinya dekat dengan sang calon mama baru.

Sebenarnya, Titan tidak ingin mengganggu kebahagiaan kedua perempuan itu. Namun, lambaian tangan pembawa acara memaksanya untuk memisahkan mereka. “Amore, yuk! Kak Lexa udah manggil,” ucap pria itu sambil mengerling ke arah panggung.

Amore melepaskan pelukan, lalu berbisik pada Jatu. “I have surprise for you.” Ucapan itu ditutup dengan kedipan sebelah mata.

Gadis kecil itu lalu berjalan riang, setengah melompat, menuju panggung setinggi 30 cm. Dia segera menuju kursi berbentuk singgasana yang disesuaikan dengan tema acara. Sangat cocok dengan gaun yang dikenakan Amore.

Tidak lama setelah Amore duduk, pembawa acara pun membuka pesta ulang tahun. Acara sore itu akan diawali dengan berbagai permainan, dilanjutkan dengan doa, pemotongan kue, serta acara bebas. Di acara terakhir, selain menikmati makanan yang telah dihidangkan, para undangan juga dapat menggunakan kolam di lantai satu untuk berenang. Khusus hari itu, club house menjadi milik Amore dan para tamunya.

“Abis demo di mana?” tanya Titan saat acara games di panggung tengah berlangsung.

Jatu berpaling pada pria itu, lalu menyunggingkan senyum lebar. Sepertinya dia ketahuan. “Di Senayan,” jawabnya sambil cengar-cengir.

“Emang kamu masih mahasiswa?” komentar Titan ketus.

Gadis itu menyeringai sambil ikut bertepuk tangan karena pemenang games pertama telah didapatkan. “Ngisi waktu luang, Pak. Mumpung masih boleh juga. Kalo udah ke Korea, kan nggak boleh demo lagi,” terang Jatu.

Dia mengingat jelas nasehat Titan yang melarangnya berdemo ketika sudah menjadi mahasiswa pasca sarjana nanti. Terutama karena gadis itu kuliah dengan bantuan uang negara. Meskipun awalnya tak setuju, tapi Jatu harus patuh.

“Terus, kamu nggak sempat ganti baju?” tanya Titan sinis, sambil melihat busana yang dikenakan calon istrinya.

Jatu menggeleng pelan. “Emang kenapa sama baju ini? Don’t judge a woman by her clothes. Lagian, baju ini adalah saksi pengabdian pada rakyat. Cium, nih. Masih ada bau keringat tanda perjuangan.” Gadis itu menyodorkan bagian lengan atas bajunya yang membuat Titan mundur selangkah.

“Ya, ya, ya. I know it.” Titan memicing.

“Tenang aja, saya bawa parfum, kok.” Jatu mengeluarkan botol parfum pemberian Titan dan menyemprotkannya ke beberapa bagian tubuh. Wangi Cherry Blossom pun menguar.

“Ngomong-ngomong, katanya Amore punya surprise. Surprise apaan, sih?” tanya Jatu sambil memasukan botol parfum ke ransel.

“Dia mau ngumumin calon mama barunya,” jawab Titan singkat tanpa melihat ke arah lawan bicara.

“Ngu-ngumumin?” Jatu terbata, lalu menelan ludah.

“Dia nggak sabar nunggu bulan depan,” ucap Titan lagi.

“Tu-tunggu dulu.” Jatu mengacungkan tangan sambil mengatur napas. Gadis itu lalu melirik ke arah pakaian yang dikenakan. “Kenapa nggak bilang-bilang?” tanyanya dengan suara mulai meninggi. Jika saja ada pemberitahuan awal, dia bisa menyiapkan baju ganti di ransel.

Dengan ringan, Titan menjawab, “Kalo bilang-bilang namanya bukan surprise.”

“Tapi… tapi baju saya….” Jatu tidak melanjutkan kata-kata. Dia berjongkok, rasanya ingin menangis.

Diliriknya para undangan yang duduk di bawah panggung. Jatu mengira pesta ulang tahun Amore layaknya pesta anak tetangga di kampung. Pesta ulang tahun normal yang hanya dihadiri anak-anak kecil berbusana rapi; jeans, kaos berkerah, kemeja, atau terusan sederhana. Tak disangkanya, orang tua teman-teman Amore juga ikut hadir dengan penampilan glamor. Tidak ada satu pun yang mengenakan jeans atau kaos seperti dirinya.

“Nggak bisa ditunda, ya?” tanyanya sambil mendongak.

It’s Amore’s day. Kamu kan tahu, gimana kalo dia udah punya mau,” komentar Titan sambil berusaha menahan senyum. “Santai aja. Kamu tetap memesona dengan penampilan seperti itu. Don’t judge a woman by her clothes.”

Jatu semakin ingin meraung-raung mendengar kalimat ejekan tersebut. Bagaimana mungkin penampilan tidak penting? Dia melirik ke arah Amore lalu ke arah Titan, menyeksamai penampilan keduanya. Gadis kecil di depan berbusana layaknya putri dongeng. Sementara ayahnya yang tampan semakin memesona dalam setelan abu-abu dan dalaman kemeja putih. Penampilan ayah dan anak itu sangat bertolak belakang dengan dirinya.

Dalam hati, Jatu hanya mampu berdoa semoga terjadi keajaiban yang membuat Amore batal memperkenalkan dirinya sebagai sang calon mama baru. Meskipun dia tahu, harapan tersebut sangat sulit terwujud. Namun, bukankah tidak ada yang mustahil bagi Tuhan?

Setelah beberapa saat membiarkan Jatu hanyut dalam perenungan, Titan pun mengajak gadis itu untuk duduk di barisan paling depan, guna memudahkan saat pengumuman. Dalam hati, ia sungguh penasaran bagaimana calon istrinya mengatasi kekikukan nanti. Membayangkan wajah panik Jatu saja, sudah membuatnya ingin terkikik.

Jatu mengikuti langkah-langkah Titan menuju barisan paling depan di mana Sasti telah menanti. Selama menyusuri jalan di antara deretan bangku, nyalinya semakin menciut. Terutama saat melihat tatapan tajam ibu-ibu pada dirinya, padahal mereka memandang Titan dengan berbinar.

Menurut hipotesis Jatu, cuma beberapa dari orang tua itu yang memang berniat menemani anak mereka. Beberapa lainnya sekedar ingin kumpul-kumpul kecil. Sedangkan sisanya hanya ingin berjumpa ayah dari sang pemilik acara.

Semua terlihat jelas dari tindak-tanduk para wanita itu. Curi-curi pandang yang terang-terangan. Senyum malu-malu yang berani. Hingga sikap lemah lembut yang berbalut akting.

Jatu duduk di antara Sasti dan Titan. Selama acara berlangsung, sesekali diliriknya pria di samping sambil berharap pria itu berbisik, ‘Sorry. Yang tadi cuma prank!’. Namun, setelah berpuluh menit berlalu, harapannya tak kunjung jadi kenyataan.

Satu persatu acara terus bergulir. Setelah seluruh games selesai dimainkan, tibalah mereka pada acara inti. Pembawa acara meminta hadirin untuk tunduk sejenak, seraya mendoakan kebaikan bagi Amore dan seluruh keluarganya. Sesi doa yang khusyuk pun berlangsung selama satu menit.

Ketika doa selesai, Titan melangkah tenang menuju tempat pembawa acara berada. Setiap gerakannya mengundang bisik-bisik dari para tamu dewasa dan membuat Jatu bersiap menahan napas. Sambil mengedipkan sebelah mata pada Amore, pria itu bersiap dengan mikrofon di tangan.

“Selamat sore, semuanya,” sapa Titan sambil melayangkan senyum, yang disambut dengan salam serupa dari para hadirin. “Sebelum ke acara berikutnya, saya ingin mengumumkan satu hal spesial di hari spesial ini.” Pria itu mengawali pemberitahuan yang ingin disampaikan.

Setelah kalimat itu diucapkan, bisik-bisik mulai terdengar. Ada yang bertanya-tanya, menebak-nebak, hingga memberi spekulasi. Ada pula yang sekedar mengagumi dan menyanjung suara merdu Titan.

Di sisi lain, Jatu menutup mata sambil menata hati. Mentalnya tidak boleh down saat nanti berdiri di hadapan ibu-ibu sosialita tersebut. Terutama ketika nantinya ada tatapan tajam atau bisik-bisik menghujam. Bukankah dia sudah terbiasa mendapatkannya dari para penggemar Langit?

Terlebih lagi, meskipun penampilannya jauh dari kata memesona, bukankah kecantikan masa mudanya adalah satu poin yang patut dibanggakan? Muda, ceria, serta menjadi calon mahasiswa pasca sarjana salah satu universitas di Korea. Sempurna! Jatu berusaha membesarkan hati.

Titan berdehem, membuat para hadirin menutup bibir. Berusaha menyimak setiap kata yang akan terlontar dari pria tampan di hadapan.

“Sebenarnya, pengumuman ini masih terlalu dini. Tapi, ini adalah permintaan putri saya. Jadi, mau gimana lagi.” Pria itu menyunggingkan senyum, seolah-olah dirinya tidak berdaya dengan permintaan Amore.

“Baiklah,” sambung Titan. Namun, kalimat itu tak jua dilanjutkan. Tiba-tiba, rahang nya mengeras. Matanya berkilat saat menangkap sosok yang tengah berjalan dari arah tangga di belakang.

Hadirin yang bingung segera mengikuti arah pandang pria itu. Di sana, sosok itu tengah berjalan penuh rasa percaya diri dalam balutan dress biru sebetis dengan rambut panjang yang dibiarkan tergerai. Sebuah boneka karakter Elsa dari film Frozen, berada dalam pelukannya.

Suasana yang hening membuat setiap hentakan high heels-nya menimbulkan bunyi nyaring. Penampilannya sangat anggun, sangat feminim, sangat memesona. Sebuah perwujudan nyata dari defenisi the charming princess.

Raut wajah Jatu, Amore, hingga Sasti berubah saat wajah itu mulai terlihat jelas. Mereka terkejut. Namun, Titanlah yang paling terperanjat. Ada rindu sekaligus dendam berkecamuk. Ada rasa bersalah sekaligus marah yang bergemuruh. Ada sisa cinta sekaligus benci yang saling bertubruk.

Sosok itu terus maju menuju singgasana di panggung. Tanpa rasa bersalah dia mendekati Amore dan memeluknya erat. “Selamat ulang tahun, Sayang.” Kalimat itu ditutup dengan sebuah kecupan di ubun-ubun kepala.

Mata Amore berkilat, air matanya nyaris tumpah. “Kenapa mama datang?” tanyanya tajam.

🌹🌹🌹🌹🌹

Selamat pagi dari birthday girl.
🥰🥰🥰


Obrolan gaje Mamak Author (A) dan Titan (T) :

T : kok ujug-ujug udah nyampe di sini aja, Mak?

A : biar cepet masuk ke konflik utama. 😁

T : jadi, selama ini belum ke konflik sebenarnya, Mak?

A : belum, dong. Masih tipis-tipis. Kamu dan Jatu harus disiksa lebih perih. 😁

T : tapi, time skipnya jadi banyak banget.

A: Hem... Yang diskip itu maksudnya adegan gaje kamu sama Jatu?

T : hehehe... Iya.

A : time skipnya (pas sidang skripsi, jeda setelah lamaran, masa lalu kamu, dan time skip yang lain, termasuk extra part Raven-Yoga) dilengkapi di versi cetak dan atau e-book.

T : memang akan dijadikan buku, Mak?

A : iya. karena dari awal ini adalah project bersama karospublisher

T : di WP sampe tamat, nggak, Mak?

A : Mmm, maunya gimana? 🤔😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro