2. Terakhir Kali (Mbol)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nama: Mbol
Jurusan:
1. Romance
2. Fantasi

❤❤❤

Seorang gadis menekuk tubuhnya di balik selimut yang ia tarik hingga menutupi kepalanya. Mencoba melangkah ke alam mimpi dengan memejamkan kedua matanya erat-erat. Pria itu datang lagi. Pria yang beberapa bulan belakangan selalu muncul di kamarnya. Padahal ia sudah memasang entah berapa banyak jimat penangkal, tapi pria itu selalu muncul.

"Aku tahu kau belum tidur, Suzu."

Suara rendah lembut seakan berbisik di dekatnya, menandakan pria itu lagi-lagi duduk di sisi tempat tidurnya. Suzu mendesah kesal. Ia membuka selimut yang menutupi kepalanya, lalu duduk sambil melipat kedua tangan di depan dada.

"Kau mau apalagi, sih? Aku sudah berkali-kali bilang kalau aku bukan orang yang kau cari."

Suzu menatap galak pria di hadapannya. Pria ifu tak jelek. Bahkan ia sangat tampan. Walaupun senyumnya sangat tipis tapi terpancar di matanya yang berarti ia sungguh tulus tersenyum. Rasanya jika pria ini lebih lama lagi mengganggunya, Suzu bisa saja berakhir jatuh cinta padanya.

"Dan sudah berkali-kali juga kukatakan bahwa aku akan menunggumu mengingat semuanya."

Pria itu lagi-lagi tersenyum lembut. Suzu kembali menghela napas, pasrah. Sialan! Mimpi apa ia hingga dihantui setan tampan ini. Anehnya, ia sama sekali tak merasa takut jika pria ini berada di dekatnya. Dalam hati ia memohon pada para dewa untuk segera melenyapkan pria itu sebelum ia jatuh cinta pada setan tampan itu seperti komik-komik yang selama ini ia baca.

"Baiklah, Sky... Coba ingatkan aku lagi kenapa aku harus mengingat sesuatu?? Dan kau tak pernah memberitahuku apa yang harus kuingat. Jadi kau ingin aku bagaimana, hah?"

Suzu mengomel dengan wajah cemberut. Sungguh, bagaimana mungkin pria itu mengharapkan Suzu mengingat sesuatu yang ia sendiri tak tahu. Pria sialan itu tak pernah mau memberitahunya. Pria itu tertawa.

"Agar aku bisa pergi dari hadapanmu? Hanya itu syaratku, Suzu. Kau harus mengingatku, atau aku akan terus mengganggumu."

Gadis berambut hitam panjang itu menghela napas panjang. Membuat catatan di kepalanya untuk berkonsultasi dengan Hiro, kawannya yang bisa berkomunikasi dengan hantu. Mungkin Hiro bisa membantunya mengusir hantu itu. Suzu mengangguk setengah hati sambil melambaikan tangannya, mengusir pria itu.

"Baiklah... Baiklah... Aku mengerti. Sekarang pergilah. Aku mau tidur."

Kemudian ia kembali berbaring dan menarik selimut biru mudanya hingga menutupi kepala. Mengabailan hantu tampan yang masih duduk di tepi ranjangnya dengan senyum yang tampak sedih.

******

Menjelang malam di Tokyo, jalanan masih dipenuhi orang lalu lalang. Keramaian kota besar tak pernah hilang. Sepasang muda-mudi duduk berhadapan di sebuah coffee shop. Si pria sibuk menyeruput kopi dingin di tangannya sambil mendengarkan si wanita bercerita. Dan tak lama kemudian, cerita sang gadis sukses membuatnya tersedak kopi.

"Uhuk! Uhuk... Uhuk... Apa kau bilang?? Ada hantu tampan yang sering datang ke kamarmu?"

Suzu mengangguk, merapatkan coat hitam yang ia kenakan. Musim gugur tahun ini terasa agak dingin. Gadis itu meniup segelas cokelat hangat diantara tangannya.

"Dia... Tidak melakukan hal aneh padamu, 'kan?"

Suzu mendelik menatap Hiro. Heran! Kenapa hanya hal mesum yang muncul di otaknya.

"Ah, bukan begitu. Maksudku, dia tidak bermaksud mencelakaimu."

Suzu menghela napas lalu menggeleng perlahan.

"Sama sekali tidak. Dia hanya memintaku mengingatnya. Katanya, ia akan pergi jika aku berhasil mengingatnya. Tapi ia sama sekali tak memberitahuku apa yang seharusnya kuingat."

Hiro meletakkan gelas kopinya di atas meja, lalu memainkan jarinya sambil berpikir.

"Apa ada hal yang kau lupakan?"

Suzu mengangkat bahu.

"Entahlah. Rasanya ingatanku baik-baik saja. Aku tak kenal orang itu."

"Mungkin teman masa kecilmu?"

Suzu menggeleng. Ia yakin sekali tak pernah punya teman bernama Sky.

"Cuti berikutnya aku akan pulang ke rumah orang tuaku di Kyoto. Semoga saja ada petunjuk disana."

Ya, ia harus segera menuntaskan masalah ini. Suzu tak ingin terus menerus ditemani hantu pria tampan seperti itu. Mungkin ada ingatan masa kecilnya yang terlewat. Yang ia sendiri tak menyadarinya. Tapi ia yakin sekali kalau dirinya tak mengenal pria campuran bernama Sky itu.

********

Suzu memejamkan matanya seraya bersandar pada jendela shinkanzen. Tak ingin menghabiskan waktu 7 jam dalam perjalanan, ia akhirnya memutuskan untuk menggunakan kereta cepat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Semalam, Sky datang lagi menemuinya. Ia tersenyum puas saat Suzu bilang ia akan kembali ke rumah orang tuanya. Mungkin memang akan ada petunjuk yang ia temui di sana.

Tiba di stasiun Kyoto, ayah dan ibunya sudah menunggu sambil melambaikan tangan mereka. Suzu dengan gembira menghampiri mereka, di kepalanya sudah terbayang aneka masakan ibu yang siap mengisi perutnya. Masakan ibu selalu bisa membuat air liurnya mengalir.

"Bu, album foto lamaku disimpan di mana, ya?"

Pertanyaan itu langsung mengalir dari bibirnya segera setelah mereka tiba di rumah. Ibu menatap Suzu heran. Tak biasanya anak itu mencari barang lama.

"Ada di gudang. Di rak yang bertuliskan namamu."

Suzu melangkahkan kakinya ke bangunan kecil di samping rumahnya. Aroma musim gugur tercium bersamaan dengan helaian daun ginko yang berserakan di halaman rumahnya. Pintu gudang berderik nyaring saat Suzu menariknya. Di pojok ruangan, sebuah rak kayu dengan papan bertuliskan namanya berdiri kokoh. Raknya dipenuhi dengan buku dan album, serta berbagai macam barang lama miliknya.

Ia duduk bersimpuh di hadapan rak itu sambil membuka album foto satu persatu. Sampai ketika ia menemukan sebuah foto di album sekolahnya. Foto itu diambil ketika mereka sedang berlomba dalam pekan olahraga. Ia bersama beberapa teman sekelasnya. Ada satu anak yang menarik perhatiannya. Anak laki-laki berwajah campuran duduk di atas rumput sambil tersenyum, sementara ia memeluk leher anak itu dengan gembira.

"Ini? Siapa?? Wajahnya mengingatkanku pada Sky."

Suzu membawa foto itu dan berlari menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk menonton televisi.

"Ibu... Kenal anak ini?"

Ibu menoleh, melirik sekilas foto yang dipegang Suzu.

"Dia temanmu waktu kelas 8. Kau lupa?"

Teman? Kelas 8? Suzu mengingat semua teman-temannya. Kenapa hanya anak itu yang ia lupakan?

********

Suzu berlari kembali ke gudang, meninggalkan sang ibu yang tampak bingung melihat tingkah anak semata wayangnya. Sebenarnya, apa yang ia lupakan? Kenapa Sky, ah bukan, Aoi sampai menghantuinya? Di rak yang sama, Suzu menemukan buku harian lamanya.

Di sana tertulis hari-harinya bersama Aoi. Cinta pertamanya, pacar pertamanya. Air matanya menetes tanpa bisa ia bendung. Kenapa ia bisa melupakan hal seperti ini? Benturan di kepalanyakah yang membuatnya amnesia? Tapi kenapa hanya Aoi??

"Kau sungguh tak ingat, ya?"

Ibu berlutut di belakangnya sambil membelai lembut rambut panjang Suzu. Ia menggeleng. Ibu menghela napas.

"Aoi koma karena kecelakaan, karena menolongmu agar terhindar dari kecelakaan. Kau terus menerus menemaninya di rumah sakit sepulang sekolah. Hingga saat kita harus pindah ke Tokyo, kau berjanji padanya untuk datang berkunjung. Setelah itu, kau terpeleset di tangga dan kepalamu terbentur. Ibu pikir tak ada yang aneh karena kau mengingat semua temanmu. Hanya saja, kau tak pernah meminta kami mengantarmu kembali ke sini untuk mengunjungi Aoi."

Tangis Suzu belum juga berhenti. Berbagai potongan ingatan mulai memenuhi kepalanya sedikit demi sedikit. Ingatan yang selama ini ia lupakan. Ingatan tentang 'langit biru'-nya. Pantas saja ia menggunakan nama Sky, karena Aoi yang merupakan kependekan dari Aozora memang berarti langit biru.

"Bu, dimana dia sekarang?"

Sejenak, Suzu lupa kalau yang menemuinya adalah hantu. Ia masih berharap akan menemukan Aoi yang tergeletak koma di rumah sakit dengan roh yang terbang mencarinya. Berharap ia masih bisa bertemu dengan pria itu.

Ibu sekali lagi menghela napas berat, seolah enggan memberi tahunya.

"Ibu akan berikan alamatnya padamu. Pergilah menemuinya."

*********

Suzu menatap ke luar jendela. Pepohonan yang menguning serta daun yang berguguran memenuhi sepanjang jalan yang ia lalui. Udara pagi itu sedikit berkabut karena kini ia telah memasuki daerah pegunungan. Angin dingin berhembus ketika ia turun dari bus. Karangan bunga mawar putih di tangannya terasa berat, seberat langkah kakinya menyusuri jalan setapak yang dikelilingi pepohonan bambu.

Ia tiba di depan sebuah batu besar, Higashi Aozora terukir dengan cat emas diatasnya. Diletakkannya bunga yang ia bawa di hadapan batu itu. Kedua tangannya terkatup, matanya memerah menahan butiran air yang sejak beberapa hari lalu selalu menetes ketika memikirkan pemilik nama itu.

"Suzu..."

Suara lembut bagai desau angin terdengar memanggilnya. Suzu menoleh dan menemukan pria tampan itu berdiri di belakangnya, dengan senyum yang sama yang ia akhirnya ingat saat mereka kecil.

"Aoi... Aku..."

Aoi menggelengkan kepalanya. Memintanya tak melanjutkan pembicaraan.

"Maaf... Atas keegoisanku membawamu kemari. Membuatmu harus mengingat tragedi menyakitkan itu lagi. Seharusnya kubiarkan saja kau lupa. Tapi aku ingin sekali menemuimu untuk terakhir kalinya."

Bendungan air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya mengalir jatuh.

"Kau akan pergi?"

Aoi tertegun. Tak menyangka kalimat itu yang keluar dari mulut Suzu, mengingat ia sangat ingin Aoi pergi sebelumnya. Ia menyunggingkan seulas senyum.

"Ya."

Ia berjalan mendekati Suzu. Meletakan sebelah telapak tangannya di pipi Suzu, tak menyentuhnya hanya seolah meletakkannya di sana. Jantung Suzu berdegup kencang. Dadanya terasa sesak. Ia memaksakan seulas senyum sedih.

"Terima kasih sudah menungguku selama sepuluh tahun ini. Maafkan aku karena tak menemuimu."

Suzu meniru Aoi dan meletakkan tangannya di atas tangan Aoi.

"Pergilah. Aku akan baik-baik saja."

Aoi menatapnya dalam dan tersenyum lebar seolah mengucapkan selamat tinggal dalam diam. Sosoknya perlahan mengabur dan akhirnya menghilang bersama kabut yang menyelimuti tempat itu. Suzu jatuh terduduk menahan suara tangisnya. Hingga ia mendengar suara Aoi yang tertiup angin.

"Berbahagialah. Kau harus hidup bahagia untukku juga."

Suzu menangis sejenak. Setelah puas menangis, ia menghapus air matanya. Memasangkan dupa di makan Aoi dan berkata pada dirinya sendiri.

"I will live my life to the fullest, for your sake too."

End.
TheodoraMel

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro