Bab 10: CARAKU vs CARAMU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Saya masih kagak ngarti, Bu," aku Ibib tulus.

Farah menghela napas. Ada sedikit kesal karena kemampuan murid jenius itu tidak sesuai ekspektasinya. Sudah sejak 40 menit yang lalu ia menjelaskan tentang konsep logaritma. Namun, Ibib masih belum paham juga.

"Enggak ngertinya di mana?" tanya Farah selembut mungkin. Sisi dirinya yang lain menyerah dengan kejujuran Ibib. Bukankah lebih baik bertanya pada guru saat pelajaran berlangsung, daripada bertanya pada teman saat ujian diadakan?

"Sekarang ini saya ingat jika a log b = c, maka b = ac. Tapi saya masih kagak ngarti kenape begitu. Kalo dikasih soal yang lain, saya pasti keder, Bu." Ibib menggaruk-garuk kepala. "Log ini bahasa sederhananya ape, ya, Bu? Dia itu siape? Kenapa ujug-ujug ade?"

Farah melemparkan pandangan ke seisi kelas. "Selain Alva Habiebie, ada lagi yang belum mengerti?"

Hening. Tidak ada jawaban.

"Berarti jika saya kasih soal, kalian semua sudah bisa mengerjakannya, kan?"

Hening. Namun hanya beberapa saat. Satu persatu, tangan murid-murid mulai teracung. Farah menghitung. Jumlahnya hampir setengah dari total keseluruhan murid-murid.

"Saya belum terlalu ngerti, Miss."

"Saya juga," ucap beberapa yang lain.

Farah menarik napas panjang. Ia hampir kehabisan kesabaran. Namun, perempuan itu teringat metode mengajar Dexa. Kali ini, ia ingin mencoba. Farah ingin bertaruh apakah metode itu berhasil atau tidak.

"23 sama dengan 8." Farah menulis sederet angka di papan tulis. "Kalo ini, kalian mengerti?"

"Mengerti, Miss," sahut murid-murid serempak.

"Ada yang bisa jelaskan dari mana angka 8 ini?" tanya Farah sambil melingkari angka 8.

Malahayati mengacungkan tangan. "Dari 2 pangkat 3, Miss. Artinya, angka 2 dikali dengan dirinya sendiri sebanyak 3 kali. 2 x 2 x 2 = 8."

"Smart! Lalu kalo saya menulis 8 akar 3 sama dengan 2," Farah menulis di papan. "Ada yang tahu dari mana asal angka 2?"

Kali ini Archi yang mengacungkan tangan. "Kebalikan dari soal yang tadi, Bu Miss. Bilangan berapa yang kalo dipangkatkan 3, hasilnya 8? Betul, kan?"

"Good job!" Farah bertepuk tangan. "Dari dua contoh ini, kita sudah menjadikan 8 dan 2 sebagai tokoh utama. Tokoh yang dicari. Nah! Enggak adil, dong, kalo 3 hanya menjadi figuran. Betul, tidak?"

"Betul, Miss." Lagi-lagi murid-murid serempak mengiyakan.

"Untuk membuat angka 3 menjadi tokoh utama, kita butuh bantuan crew yang bernama log. Jadi kalo tadi ada pertanyaan dari mana asal si log ini? Ya, dari kebutuhan untuk menjadikan angka 3 sebagai tokoh utama."

Murid-murid termasuk Ibib mulai mengangguk-angguk.

"Log atau crew tadi, bahasa sederhananya adalah 'dipangkatin berapa agar menjadi'. Jadi kalo saya tulis 2log 8 = 3, kalimat matematika ini bisa kita baca: 2 dipangkatin berapa agar menjadi 8. Hasilnya sama dengan 3. Sampai di sini, mengerti."

"Mengerti, Miss!"

Farah menoleh ke arah Ibib. "Do you understand?"

"Yes, Bu. I understand!" seru Ibib.

Murid berambut cepak itu kemudian melihat buku yang terbuka lebar di meja. "Jadi kalo ada soal 4log 16, berarti dibaca 4 dipangkatin berapa biar jadi 16?" Sambil menatap Farah, Ibib berpikir sejenak. "Jawabannya 2, Bu?"

"Excellent!" seru Farah sambil tersenyum lebar.

Dalam hati, Farah bergumam, Dexa memang benar. Terkadang penjelasan panjang lebar memang diperlukan untuk membuat murid-murid paham terhadap materi yang diberikan. Untuk membuat pengetahuan terukir lebih jelas di ingatan.

***

"Pak, ada singkatan gampangnya, enggak?" protes Bima.

"Singkatan untuk yang mana?"

"Rumus itu, Pak." Bima menunjuk deretan rumus yang dilingkari dengan spidol berwarna merah. "Saya takut lupa."

Dexa menatap rumus tersebut, lalu berpaling ke arah Bima. "Ini singkatan yang paling singkat. Rho sama dengan m dibagi v."

"Tapi, saya takut ketuker sama rumus lain yang ada m-nya juga, Pak. Misalnya, rumus gaya." Bima cengengesan.

Dexa berjalan menuju meja guru, lalu duduk di pinggirannya. "Ibib!" panggilnya. "Apa defenisi gaya?"

Ibib berdiri, lalu menjawab, "Gaya itu tarikan atau dorongan yang bisa bikin benda jadi bergerak, pindah tempat, atau pindah bentuk."

"Satuannya?"

"Newton."

"Rumusnya?"

"Rumusnya, F = m x a. F-nya gaya, m-nya massa benda, a-nya percepatan," jawab Ibib, meski sedikit terbata.

Dexa mengangguk lalu berpaling ke arah barisan ketiga. "Archi! Sebutkan defenisi, satuan, dan rumus massa jenis!"

Yang ditanya langsung berdiri. "Massa jenis atau kerapatan atau densitas atau kepadatan adalah besarnya massa zat setiap satuan volume. Satuannya kg/m3. Rumusnya, rho sama dengan m dibagi v."

Lagi-lagi Dexa mengangguk, lalu berpaling pada Bima, "Gaya dipakai kalo bendanya mau kamu gerakin. Terus, kamu mau hitung berapa besar dorongan atau tarikan yang harus dikasih ke benda itu. Seperti kalo saya mau gerakin meja ini. Berapa besar dorongan atau tarikan yang harus saya berikan ke meja agar bergerak?

"Sedangkan massa jenis dipakai cuma untuk tahu nilai kepadatan suatu benda. Misalnya saya mau tahu kepadatan meja ini." Dexa menepuk meja kayu yang diduduki. "Meja ini bergerak atau tidak, tidak akan mempengaruhi massa jenisnya."

Dexa memberi jeda, lalu melanjutkan, "Jadi meskipun rumus gaya dan rumus massa jenis menggunakan variabel massa benda atau m, pengertian dan rumus keduanya sangat berbeda. Sampai di sini, kamu paham."

Bima mengangguk, tapi sedetik kemudian, dia mengernyit. "Saya cuma takut pas ujian, otak saya tiba-tiba nge-lag, Pak. Terus saya jadi bingung mau pakai rumus yang mana. Makanya saya tanya, ada enggak singkatan gampangnya? Seperti buat menghafal tabel periodik, Pak. Jembatan apa, ya, namanya?"

"Jembatan keledai!" Salah seorang murid berteriak.

"Iya, Pak. Namanya jembatan keledai," seru Bima, bersyukur karena salah satu temannya mengingatkan. "Karena jembatan itu saya jadi hafal tabel periodik golongan 1, Pak. Hari libur nanti kita robohkan castil Fir'aun. H – Hidrogen, Li – Lithium, Na – Natrium, K – Kalium, Rb – Rubidium, Cs – Cesium, dan yang terakhir Fr – Francium."

Sontak seluruh murid-murid bertepuk tangan. Mereka tidak menyangka, Bima yang biasanya mengerjakan soal ujian dengan mengandalkan insting dan tebakan, ternyata bisa menghafal tabel periodik unsur Kimia.

Dexa menghela napas panjang. "Saya belum menemukan atau membuat jembatan keledai untuk rumus-rumus Fisika yang sudah atau akan kita pelajari. Tapi dalam kondisi darurat, ketika kamu lupa rumus, saya punya satu trik yang mungkin berguna. Meskipun tidak bisa berlaku setiap saat."

"Apa, Pak?" tanya Bima bersemangat. Menyadari dirinya kesulitan menghafal hal-hal asing, Bima berharap agar setiap materi memiliki tip dan trik yang dapat membantunya.

"Jika kamu lupa rumus, lihat satuan dari hal yang ditanyakan. Biasanya soal akan mencantumkan ini," ucap Dexa.

Pria itu lalu berjalan menuju papan tulis dan menunjuk keterangan satuan pada rumus yang sejak tadi mereka pelajari.

"Misal, soal yang menanyakan rho atau massa jenis suatu benda. Umumnya pertanyaan yang diajukan seperti ini: massa jenis benda tersebut adalah titik-titik kg/ m3. Dari bocoran ini, kamu bisa tahu apa yang harus dilakukan, yaitu membagi angka yang memiliki satuan kg dengan angka yang satuannya m3.

"Tapi untuk gaya, satuannya, kan, Newton, Pak," tanya Ibib. "Gimana cara kite tahu angka-angkanya harus diapain?"

"Pertanyaan bagus!" Dexa lalu menulis di papan tulis. "Sebenarnya, Newton adalah nama lain untuk menyebut satuan kg.m/s2. Kalo tahu ini, kalian jadi bisa menyelesaikan soalnya, kan?"

"Bisa, Pak!" seru murid-murid dengan antusias.

Dexa tersenyum puas. Dalam hati dia bergumam, ternyata Farah memang benar. Ada kalanya murid-murid perlu diajarkan tip dan trik dalam mengerjakan soal. Bukan ingin membatasi pengetahuan. Namun untuk digunakan dalam keadaan-keadaan tertentu, termasuk di kondisi darurat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro