Bab 13: SAINGAN 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng



"Selamat pagi, anak-anak semua." Sukma menyapa murid-murid yang berbaris untuk apel pagi pada hari itu.

Apel pagi menjadi rutinitas SMA 514 setiap hari. Beragam agenda akan dilakukan untuk mengisi apel yang berlangsung selama 30 menit tersebut, mulai dari upacara bendera, senam bersama, latihan pramuka, pembiasaan literasi, acara keagamaan, hingga kerja bakti. Termasuk memberikan pengumuman untuk semua warga sekolah.

"Seperti yang anak-anak lihat, hari ini ada wajah baru di sekolah kita," lanjut Sukma, lalu memberi isyarat agar sosok baru yang dimaksud menghampirinya.

Guru perempuan baru dengan rambut sebahu berjalan ke depan lapangan. Meski berbalut seragam biru dongker, wajah mudanya membuat orang-orang menyangka bahwa guru tersebut masih berstatus sebagai pelajar SMA.

"Anak-anak, perkenalkan, ini Bu Diva. Guru Matematika yang baru."

Mendengar kalimat Sukma, Dexa langsung sumringah. Dengan jam belajar yang banyak, tiga guru Matematika untuk SMA 514 memang sangat kurang. Apalagi salah satu guru pengampu juga merangkap sebagai wakil kepala sekolah sehingga jam mengajarnya lebih sedikit. Hal ini membuat guru lain mendapat jam mengajar yang kelebihan. Termasuk Farah. Dexa berharap, kehadiran Diva membuat jam mengajar Farah menjadi berkurang.

"Halo, anak-anak semua. Nama saya Diva. Karena saya baru lulus kuliah tiga bulan lalu, yang artinya usia kita tidak terlalu beda jauh, jadi, panggil saya Miss Diva aja."

Mendengar kalimat Diva, Farah langsung merengut. Ia yakin, Diva adalah guru honorer karena dalam satu semester terakhir tidak ada tes untuk penerimaan ASN. Farah marah karena alih-alih menambah budget untuk Dexa dan Farah, Sukma malah menganggarkan dana bantuan dari pemerintah untuk menggaji satu guru honorer lagi.

"Terima kasih untuk perkenalannya, Miss Diva," ujar Sukma setelah mengambil alih mikrofon. "Miss Diva akan mulai mengajar pekan depan. Dan karena ada guru baru, maka beberapa kelas yang tadinya diajar oleh Bu Farah dan Pak Dirga akan diajar oleh Miss Diva."

Gumaman 'hu' dan sontak bergema di lapangan. Dengan metode belajar yang menyenangkan, bertabur tip dan trik dalam mengerjakan soal, hampir separuh murid di SMA 514 ingin diajar oleh Farah.

Di sisi lain, ada pula murid-murid yang berseru 'yeay'. Metode mengajar Dirga yang ketinggalan zaman dan seperti bicara sendirian membuat kehadiran guru baru menjadi angin segar bagi mereka.

"Ibu rasa perkenalan untuk Miss Diva cukup. Jika mau mengenal lebih jauh, kalian bisa kenalan sendiri nanti."

🏀🧮🏀🧮🏀

"Permisi, Miss Farah. Aku ganggu enggak?"

Farah mendongak. Ia mendapati sosok guru baru tersebut sudah berdiri di samping meja kerjanya. Sejujurnya, ia terganggu dengan kehadiran guru yang baru seminggu mengajar itu. Namun demi sopan santun, Farah menggeleng.

"Ini buat Miss Farah." Diva mengulurkan satu kardus brownies. "Kemarin aku dari Bandung. Karena ingat teman-teman di sini, jadi sekalian aku beliin."

"Wow!" Farah menerima kardus brownies senyum merekah, lalu berkata, "Thank you, Miss Diva."

Sebagai penggemar berat cokelat, brownies menjadi salah satu camilan yang tidak bisa dilewatkan oleh Farah. Bahkan jika itu diberikan oleh guru yang mengambil anggaran kenaikan gaji yang harusnya ia terima.

"Ngomong-ngomong, nama panggilan kita sama, ya. Miss. Miss Farah dan Miss Diva. Kita kaya kakak beradik, ya!" seru Diva dengan ceria.

Farah menyengir. Ia tidak tahu rasanya punya adik. Dan sepertinya, ia enggan menganggap Diva sebagai adik.

"Aku boleh, kan, nganggep Miss Farah sebagai kakak aku?" bujuk Diva dengan manja.

Lagi-lagi, Farah menyengir. Berat rasanya harus mengiyakan permintaan Diva. Namun menolak sepertinya juga bukan pilihan tepat karena akan menimbulkan kesan tidak sopan. Mungkin saja Diva hanya sekedar basa-basi.

Ingin pembicaraan tersebut segera berakhir, Farah akhirnya mengangguk.

Diva pun bersorak riang. Berjingkrakan seperti anak kecil yang baru diberikan mainan.

"Kak Farah!"

Farah hampir-hampir tersedak mendengar panggilan tersebut. Ia pikir, Diva hanya main-main. Ternyata perkara kakak-adik ini tidak akan selesai begitu saja.

"Sebagai hadiah untuk merayakan hari jadi persaudaraan kita, aku boleh ngajuin sebuah permintaan enggak?" tanya Diva dengan tangan ditangkupkan di depan dagu dan mata yang berkedap-kedip.

Ingin segera urusan dengan Diva selesai, Farah pun mengangguk. Koreksi penilaian harian, soal untuk ujian akhir semester, pembuatan rencana pembelajaran, juga soal untuk latihan olimpiade, Farah punya banyak tugas yang menanti.

"What do you want?"

"Aku pengen tukeran tempat duduk sama Kak Farah."

"Kamu mau duduk di belakang sini?" tanya Farah yang disambut anggukan Diva.

Farah lalu melongok ke arah barisan paling depan, tempat meja kerja Diva berada.

"Saya enggak masalah kalo diminta tukeran tempat. But, not today. Tugas saya banyak dan barang-barang saya juga banyak." Farah mengerling ke tumpukan map dan kardus.

"Tenang. Aku akan bantuin Kak Farah pindahan. Kak Farah tinggal bawa laptop aja. Nanti aku yang bawain semua barang Kak Farah."

"Seriously?" Farah mengernyit.

Tanpa ragu, Diva mengangguk. Guru baru itu pun mulai mengangkat gelas minum Farah dan box brownies yang tadi diberikan. "Aku mulai dari ini, ya," ucapnya, lalu berjalan menuju meja di depan. Meninggalkan Farah yang masih heran.

Hampir sebagian barang-barang Farah sudah berpindah tempat, tapi rasa penasaran perempuan itu belum terjawab. "Miss Diva, selain untuk merayakan hari jadi persaudaraan, apa ada alasan khusus kamu minta tukeran tempat?" tanya Farah.

Mengulum senyum, Diva mendekati Farah. "Aku pengen duduk dekat Kak Dexa," bisiknya sambil mengerling ke arah meja di samping. "Kak Farah enggak keberatan, kan, kalo aku PDKT sama Kak Dexa."

Farah tersenyum tipis. Tidak dulu, tidak sekarang. Sepertinya Dexa selalu menjadi pujaan. Dan lagi-lagi, sepertinya Farah selalu dianggap sebagai saingan.

🏀🧮🏀🧮🏀

Tujuh tahun lalu.

"Oh, jadi lo yang bikin Dexa malu di depan kelas?" tanya seorang murid berkucir satu.

Farah mengamati ketiga orang yang menghadangnya di lorong sekolah. Yang satu memiliki rambut yang dikucir dua, satunya lagi berkacamata, dan yang terakhir berambut sebahu. Ia tahu bahwa mereka bertiga adalah murid kelas XII, sama seperti dirinya. Hanya saja, mereka tidak pernah sekelas dengan Farah.

"Jangan sok cantik, deh. Apa susahnya, sih, ngerjain makalah bagian Dexa?" Kali ini murid berkacamata yang angkat bicara sambil memandang sinis ke arah Farah.

"Apa relationship-nya beautiful sama ngerjain paper?" tantang Farah.

Perundungan di lingkungan sekolah bukan isu baru bagi Farah. Ia pun sudah terlatih bagaimana cara mengatasinya.

"Ngejawab lagi!" ketus murid berkucir satu. "Lo pikir dengan lo kaya gini, lo bisa narik perhatian Dexa? Sadar diri, dong! Dexa itu harta karun SMA 514. Dia enggak bakal serasi sama siluman bule kaya lo. Saingan lo adalah peri-peri cantik di sini."

Belum juga Farah menjawab, murid berkaca mata sudah berkata, "Gue bilangin, ya, lo harusnya beruntung bisa sekelompok sama Dexa. Dan lo juga harusnya beruntung dimintain tolong sama dia buat bikin makalah."

Kesal dengan pembicaraan yang tidak ada ujungnya, Farah memutar kedua bola mata. "Ya udah, you bilang aja sama Dexa kalo you bersedia buat bikinin paper dia. You enggak usah lapor ke i. And I juga enggak bakal bilang ke Miss Nawang."

Ketiga murid tersebut terdiam. Bagaimana mungkin mereka berani mengajukan diri untuk membantu tugas Dexa. Bukankah itu hanya akan melukai harga diri pujaan mereka itu?

"Problem solved, kan?" Penuh penekanan, Farah bertanya.

Merasa tidak perlu menunggu jawaban, Farah pun berjalan memecah barisan ketiga murid tersebut. Ia ingin segera pulang. Namun baru beberapa langkah, Farah berhenti dan memutar tubuh. "For your information, I enggak minat buat jadi saingan you semua."

🏀🧮🏀🧮🏀🧮🏀

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro