Bab 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hari ini akan saya umumkan ketua bawahan Ruang Iblis."

Mas Seng berdiri di hadapan semua bawahan. Meski perban melingkari kepalanya, pembidai membungkus lengan kiri yang ditekuk, karismanya sebagai Master tetap terpancar kuat.

Krista dan Bram tampak berebut. Pasti Krista yang dapat. Bukan, jelas Bram yang jadi. Namun kemudian, yang keluar dari titah sang Master berbeda.

"Selamat kepada Erikarina."

Keduanya tercengang.

Bawahan lain bersorak gembira menyelamati ketua baru mereka.

Erikarina yang dimaksud terlihat malu-malu. Perempuan berambut panjang hitam tergerai itu, kemudian dengan percaya diri berlagak sebagaimana ketua yang ditunjuk orang dewasa.

"Harap tenang, anak-anak!" serunya. "Mulai sekarang perintah dari Mas Seng adalah mutlak. Aku enggak menerima keluhan dan keributan. Mengerti?"

"Hei, di mana sopannya, Dek?" Bram sangat tersinggung.

Krista berkacak pinggang. "Bukannya kamu kalau ngomong pakai 'saya', 'tidak'?"

Erikarina mendengkus. "Formalitas tidak diperlukan ketua kepada anggotanya." Tambahnya, demi menjaga citra, sangat diperlukan sikap yang tegas. Dengan demikian, karisma sang pemimpin tertangkap jelas. Begitulah ajaran Mas Seng.

"Omaiga, Suhu!" Bram dan bawahan lain bertelut di lantai menghadap Erikarina.

Adegan di paragraf atas hanya terjadi di dalam kepala Krista.

Mas Seng geleng-geleng, lalu pemuda itu memberi isyarat untuk beranjak. "Saya serahkan sementara Ruang Iblis kepada kamu. Saya mau pergi dulu."

Erikarina menerima sehelai jarik batik jenis parang bermotif seperti ombak sebagai tanda penyerahan kekuasaan.

Sementara itu, Krista masih bertanya-tanya tentang terpilihnya Erikarina sebagai ketua. Pasalnya, kemarin perempuan SMP itu ikut mengumpulkan sesuatu mirip krustasea dalam ember khusus.

"Bagaimana bisa kamu yang dipilih Mas Seng, Erika?" tanya Krista. Bram ikut penasaran.

Erikarina menoleh, seperti menanti pertanyaan ini. "Tindakan kalian benar pergi ke sungai untuk menenangkan naga. Tapi, naga itu memang sudah dari awal ditarget Mas Seng. Kunci sebenarnya ada di ...."

"Ada di ... ?"

"Saat itu Ala lainnya yang bersinar ditangkap ...."

"Tunggu!" sela Krista, "Jadi Mas Seng membuka pintu Ruang Iblis sebanyak tiga dalam waktu bersamaan?"

Terdengar sesuatu terbanting keras. Mas Seng ambruk di depan pintu.

Seorang laki-laki jangkung bertubuh kurus dengan sigap menghampiri,  menggotong tubuh pemuda yang lemah seketika. "Zain!" seru yang lain.

"Aku yang akan mengurusnya," kata laki-laki itu, keluar membawa Mas Seng.

Setelah keadaan menjadi sedikit tenang, Krista dan Bram melanjutkan percakapan mereka dengan ketua baru.

"Tolong jelaskan."

"Baik, mulai dari kalian."

"Saat itu kami ...."

Kain batik panjang yang dililit dari pinggang hingga mata kaki, berkibar baju beskap hitam dengan dalaman putih polos. Terdapat motif mega mendung di bagian bawahnya dan agak ke kanan yang sangat cemerlang. Keris yang diselipkan di belakangnya, terkesan mengusir segala kejahatan. Blangkon dari kain yang menutup kepala agar terhindar kemalangan. Sandal bertutup dari kulit dan kayu yang mengentak bebatuan.

Mas Seng dengan pakaian kerja lengkapnya berada di atas sungai, memijak permukaan salah satu bongkah besar. Mata biru langitnya mencelang ke atas, pada sesuatu yang berada di luar nalar manusia. Sebuah gumpalan panjang yang bergerak, merupa garis-garis jelas nan detail, menyerupai makhluk bertubuh ular dan berkaki dua dengan cakar, sebesar dan sepanjang kereta, kepalanya bertanduk dan memiliki kumis, serta bertaring tajam. Adalah sesuatu mirip naga, 'Ala'.

Menurut Krista, Mas Seng tampak berniat menangkap sesuatu mirip naga itu, guna mengirimnya kembali.

Dia bersama Bram yang menghampiri, berseru untuk membantu. "Mas Seng, kami akan alihkan perhatiannya!"

Mas Seng agak terkejut, lalu mengangguk. "Baik. Saya akan mengirimnya di saat yang tepat."

Namun kemudian, sesuatu mirip naga itu menukik, membawa tubuh Mas Seng yang lengah ke langit, menjatuhkannya. Pemuda tersebut jatuh di antara pepohonan, lengannya mengenai dahan yang besar dengan ranting tajam, menyobek kulitnya hingga dalam, mengucurkan darah dengan deras, kepalanya mengenai batang pohon, menghantam cukup keras, tubuhnya tersangkut di antara semak-semak yang menggores sekujur kulit.

"Mas Seng!" seru Bram dan Krista.

Untungnya, di serangan kedua musuh, mereka mendapatkan perhatiannya, membuat pergi ke arah Krista. Di saat yang bersamaan Mas Seng dalam keadaan sekarat, mengerahkan tenaga untuk menciptakan pintu di sebelah Krista.

Pintu kembar berupa kayu panel yang diukir dengan hiasan dekoratif yang menggabungkan dua gaya ukiran, diukir dengan motif khusus bunga timbul dan kegiatan manusia bertani, terbuka.

Bram dan Krista bersorak saat sesuatu mirip naga itu memasukinya di saat menukik dalam kecepatan tinggi, hampir menerbangkan kedua siswa. Mereka segera menghampir Mas Seng yang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Sementara itu, di tempat lain yaitu rumah di antara wahana bermain,
Erika menghampiri seorang pria berpakaian kasual, Pak Theo.

Pria itu terkekeh. "Kamu sudah tahu, ya."

Erika mengangguk, tampak penuh keyakinan. "Iya, Bapak ini sebenarnya Ala juga, kan?"

Pak Theo mengejam mata. "Bisa dibilang begitu, bisa dibilang bukan."

Lalu dia melanjutkan setelah duduk di kursi tamu.

"Pernah dengar DID? Keistimewaan yang membuat seseorang memiliki kepribadian ganda yang berbeda. Dalam kasus ini, kepribadian yang lain adalah Ala. Orang ini berusaha keras untuk hidup denganku. Dia pekerja keras, susah payah membangun bisnis taman bermain ini dari nol. Taman ini dekat dengan SMA 19 dia dulu bersekolah."

Dia berhenti sejenak.

"Kamu murid SMP 19, kan? Di sebelahnya. Semoga kamu lanjut di SMA 19 juga." Dia tersenyum. "Saat itu kami bertemu. Pertama kalinya dia mendapatkan kepribadian yang lain, Ala. Kami sangat akrab, menjadi sahabat bahkan sampai ssperti kakak adik. Sampai sekarang pun tak akan lekang walau dunia yang berbeda memisahkan kami."

Tatkala cahaya biru muncul di mata, merambat ke dahi, ubun-ubunnya, menampakkan isi yang berbeda, tetapi sama-sama fisik Pak Theo.

"Ala memang sesuatu yang misterius, bukan?"

Wujud itu memisahkan diri dari jasad Pak Theo, sesuatu yang mirip dengannya.

"Tolong jaga dia untukku."

Erika mengangguk. Pak Theo tertidur di dekatnya. "Selamat jalan, Ala dari bentuk manusia."

Bersama itu, sesuatu itu pergi bersama 'Ala' lain, menuju pintu bermotif tradisional di ruangan. Mereka kembali ke dunia asal, dunia bawah.

Selepas usainya kejadian yang beruntun, dimulai keseharian Erika sebagai ketua bawahan Ruang Iblis. Dari sudut pandang Krista, baru hari pertama perempuan nan tegas itu sudah banyak melakukan penataan.

Salah satunya, Bram yang selalu mengajak bertengkar atas hal sepele, selalu ditegur oleh Erika. Sayang, baik Bram maupun Krista sama-sama keras kepala. Jadi tidak mempan, maka dibiarkanlah mereka.

Kemudian, seseorang datang dari pintu. Tanpa Mas Seng, berarti mereka melewati pintu yang asli. Butuh usaha lebih, tandanya sesuatu yang penting. William, nama laki-laki sebaya yang masuk, membawa tiga orang perempuan yang pada kombinasinya terkesan paman bersama keponakan. Padahal aslinya, menurut akuan William, mereka adalah bawahan Ruang Iblis yang baru. Sayang, karena tak ada Master, sementara mereka belum bisa direkrut secara resmi, tetapi yang penting sudah diterima.

"Sudah selesai urusannya? Ayo pergi." Di ambang pintu, adalah Ren, laki-laki rambut cepak yang tampangnya dingin dan terlihat tidak terlalu menyukai berada di dalam Ruang Iblis, meski begitu dia tetap loyal, begitu menurut Krista.

Sementara Bram, Krista membawakannya kursi untuk dia naiki. Sekarang tinggi mereka setara. Katanya, William, Ren, dan Zain, semuanya akan dia susul. William memberi ucapan semoga berhasil.

Baru semua hendak meninggalkan ruang, terdapat notifikasi bahwa ada permintaan. Ditandai suara ketukan tiga kali pada pigura bergambar pemandangan menara akulturasi dan langit cerah serta kebun bunga, lalu suara dari seberang telepon jadul. Erika segera menerima permintaan itu, lantas ekspresinya segera memucat.

"Gawat!" Semuanya menoleh. "Mas Seng hilang dari kamar rumah sakit!"

Orang-orang di sana terkejut tak percaya.

###

Klaten, 29 Desember 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro