⏺️ 31 ⏺️

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Malaikat itu melangkahi tubuh-tubuh yang tergeletak di lantai. Netranya sedingin es saat melewati Yong Jin yang sudah tak bernyawa. Tubuh-tubuh kaku itu hanya wadah. Jiwa mereka telah dikirim Shou ke Dunia Bawah.

Mereka kembali hidup atau meneruskan langkah ke gerbang kematian tergantung pada nasib Hee Young. Malaikat itu tak peduli pada kehidupan makhluk-makhluk fana di bawahnya.

Hanya satu yang dipedulikannya. Nasib manusia cantik berstatus istrinya.

Shou memasuki apartemen menengah di salah satu sudut Seoul. Dia menghidu aroma Hee Young.   Bibir sang malaikat perlahan melengkung ke bawah, membentuk kurva landai yang melambangkan isi hati.

Langkahnya berderap mengikuti esensi Hee Young. Dan menemukan pemandangan yang mencabik jiwa.

Wanitanya tengah meronta sekuat tenaga di bawah tindihan seorang lelaki. Shou mengenal sosok bejat itu. Orang dengan pertalian darah sama seperti Hee Young, tapi berjiwa lebih kotor setara dengan agma rendahan.

Suara kekasihnya teredam. Disumbat oleh bola mulut menjijikkan. Shou yang jarang marah, kini tersulut. Disarungkannya gaenari. Dengan tangan kosong, dia menghampiri sepupu Hee Young.

Sangat mudah Shou mengangkat tubuh yang sama besarnya dengan dirinya. Lalu, tanpa belas kasih dia melempar Dong Wan ke sudut kamar. Suara berderak akibat tumbukan tubuh dan tembok keras terdengar nyaring. Jerit lelaki itu membahana di dalam kamar.

“Siapa kau?” Air mata menetes dari mata Dong Wan. Ekpresi kesakitan yang amat sangat tergambar jelas di wajah itu.

Shou berjalan mendekat. Tangannya terjulur mencengkeram rusuk Dong Wan. Raungan kesakitan kembali terdengar.

“Aku sangat ingin membunuhmu. Sayangnya, diriku tak diperbolehkan melakukan tindakan hina itu pada manusia.” Shou menjepit dagu Dong Wan, memaksa lelaki itu mendongak. “Tapi tak masalah bagiku bermain-main sedikit dengan jiwamu.”

Mata Dong Wan membeliak lebar. Suaranya mencicit ketakutan. “Si—siapa kau?”

“Malaikat mautmu.” Shou menyeringai kejam.

Pria itu menjentikkan jari. Sangat mudah baginya memanipulasi pikiran Dong Wan. Tanpa kesulitan berarti, dia membentuk dunia imajiner dalam kepala lelaki itu, menjebak jiwa Dong Wan di ruangan serba putih dengan cahaya terang menyilaukan.

Tipuan waktu mulai dijalankan. Shou memperlambat tempo dimensi sehingga tercipta jarak periode yang berbeda dengan dunia nyata. Ruangan yang dihuni jiwa Dong Wan seolah mencapai puluhan tahun. Lelaki itu seperti berjalan tanpa henti dalam kesunyian. Hanya menyusuri dunia serba putih dan terang merusak mata.

Malaikat itu menyiksa Dong Wan dalam hukuman psikologis yang merusak mental. Mulai hari ini, diri lelaki itu tak akan pernah sama lagi. Dong Wan tak lebih dari mayat hidup yang masih bernapas.

Shou menatap tanpa belas kasih lelaki yang membeku di karpet. Mata Dong Wan hampa. Tak ada semangat kehidupan. Malaikat itu sudah memastikan hukuman bagi sepupu Hee Young. Akan lebih baik jika Dong Wan mati, daripada terjebak di dunia kosong yang membuatnya gila.

“Nikmati sisa hidupmu, Kim Dong Wan. Kau tak akan pernah pulih seperti dulu lagi.”


~~oOo~~


Hee Young merasakan beban berat di atasnya terangkat. Lalu terdengar teriakan melengking, suara percakapan orang, dan keheningan yang mencekam.

Selama itu dia tak berani membuka mata. Tubuhnya gemetar hebat. Campuran hawa dingin penyejuk udara yang menerpa kulit telanjangnya, dan perasaan traumatis yang datang kembali setelah bertahun-tahun terlelap, membuatnya nyaris lumpuh.

Saat sebuah sentuhan lain datang, Hee Young bereaksi histeris. Suara seraknya hampir habis karena terus menjerit. Hingga telinganya menangkap nada lembut yang terdengar akrab.

Chagiya, ini aku. Buka matamu.”
Perempuan itu tersentak. Tangan hangat melepas ikatan bola di mulut. Isaknya pecah.

“Shou!”

“Tenanglah, ada aku di sini.” Sangat mudah pria itu melepaskan ikatan tali di kaki Hee Young. Remasan kuatnya menghancurkan borgol di tangan sang kekasih. Shou membungkus Hee Young dengan selimut lalu menggendongnya.

Malaikat itu merentangkan sayap. Dia tak menuju ke pintu depan, melainkan melangkah ke balkon. Dengan kemantapan yang terlatih, Shou mengepakkan sayap lalu membawa Hee Young terbang menuju portal Langit.

Sekali lagi wanita itu tak menyadari ruang dan waktu. Deru kencang angin ditanggapinya dengan memejamkan mata rapat-rapat. Jemarinya mencengkeram selimut, pasrah ke mana Shou akan membawanya.

Saat hempasan angin mereda dan cuaca dingin berganti hembusan lembut udara hangat, baru Hee Young membuka mata. Mengerjap-ngerjap silau, dia terbelalak pada pemandangan asing yang tak pernah dilihatnya.

“Shou, ini?”

“Kita di rumahku, Hee Young.” Shou turun ke selasar lebar dengan jendela-jendela besar. “Selamat datang di Prunos.”

“Shou ....”

Malaikat itu mengecup puncak kepala Hee Young. “Panggil aku, Haes-sal. Itu namaku.”


~~oOo~~


Mimpi .... Ini pasti mimpi ....

Hee Young berbaring gelisah. Rasa gerah membuatnya tak bisa tidur nyenyak. Dia tahu cairan apa yang sudah diminumkan Yong Jin padanya. Namun, tak memiliki kesempatan untuk melampiaskan.

Di tengah gempuran hawa panas dari dalam tubuh, Hee Young menggigil. Perasaannya tak karu-karuan. Bagaimana jika Shou tak datang tepat waktu? Mengingat penistaan yang hampir terjadi padanya, perempuan itu nyaris ingin bunuh diri lagi.

“Hee Young?”

Kekasihnya mendekat. Malaikat tampan yang ingin dipanggil dengan nama Haes-sal membawa senampan makanan hangat. Hee Young mengeluh. Dia tak ingin makanan. Dia ingin Haes-sal.

“Bagaimana keadaanmu? Aku membawa ....”

Ucapan Haes-sal tak pernah selesai. Hee Young bangkit dan melemparkan diri ke arah malaikat itu. Nampan di pegangan terjatuh, isinya berhamburan ke mana-mana. Tanpa memedulikan apapun, Hee Young melumat keras bibir Haes-sal.

“Tolong aku,” rintihnya tak berdaya.

Haes-sal mengerjap. Dia menjaga keseimbangan dengan Hee Young yang melilit tubuhnya. Perempuan itu menenggelamkan wajah di lekukan lehernya. Napas Hee Young yang memburu terdengar jelas oleh sang malaikat.

Haes-sal menghela napas. Tanpa kesusahan dia membawa perempuannya duduk di kursi besar menyerupai sofa bed. Jendela di belakang kursi menampilkan pemandangan kolam teratai yang luar biasa indah. Wangi bunga menyegarkan ruangan diantarkan oleh embusan lembut angin.

“Hee Young.” Malaikat itu merapikan rambut yang berantakan di dahi Hee Young. Selimut yang menutupi tubuh perempuan itu melorot, memamerkan bahu mulus dan dada yang indah. “Kau berkeringat.”

“Aku sakit, Haes-sal,” bisik Hee Young. “Tolong, sembuhkan aku.”

Haes-sal mencengkeram panggul Hee Young. Perempuan itu melenguh keras. Kepalanya mendongak. Butir-butir keringat menuruni leher jenjang Hee Young.

“Aku punya penawar untukmu, Hee Young.” Haes-sal mengusap keringat di tubuh istrinya. “Akan kuambilkan sebentar.”

“Jangan pergi!” Hee Young memohon. “Hanya kau penawarku.”

Tangan Hee Young mencengkeram pakaian Haes-sal dan merobeknya kasar. Ujung jemari itu menyusuri dada bidang dan bahu lebar sang malaikat. Desahan terdengar saat dia berusaha menyatukan dirinya dengan Haes-sal.

Tak ada cumbuan. Tak ada rayuan. Hanya keinginan kuat untuk mencapai puncak. Dirinya sudah lebih dari siap untuk menerima Haes-sal. Hee Young bergerak cepat mencari jalannya sendiri. Erangan dan cengkeraman menyatu, berpadu dengan peluh yang membanjir. Saat pelepasan itu datang, Hee Young menjerit. Tubuh mungilnya ambruk di dada sang suami.

“Puas, Chagiya?” Haes-sal mengelus rambut lembap kekasihnya.

“Terima kasih,” senyum Hee Young. Tubuhnya terkulai lemas.

Sudut bibir Haes-sal terangkat tinggi. “Sekarang giliranku.”

Hee Young kembali memekik kala Haes-sal membawanya ke ranjang tanpa melepaskan diri. Sekali lagi tubuhnya terhentak keras, berusaha menyamai keperkasaan sang kekasih. Lenguhan panjang terdengar setiap Haes-sal menghunjam dinding ketat dan licin. Deru napas saling memburu. Mereka berpacu, berusaha menggapai kepuasan sekali lagi, dan luluh lantak bersama-sama setelah pelepasan dahsyat tercapai.

Haes-sal menarik Hee Young ke pelukannya. Perempuan itu dengan cepat terlelap di lekukan lengan kekar si malaikat. Dibuai oleh kedamaian bersama suaminya, Hee Young melupakan segala hal.

Berjam-jam kemudian, Haes-sal yang masih terjaga bangkit perlahan. Tanpa suara dia melepas tubuh hangat Hee Young lalu turun ranjang. Di luar langit mulai gelap. Netra emasnya sejenak menatap puncak pepohonan di luar kamar. Hening dan sunyi. Sangat berbeda dengan suasana malam Seoul yang seolah tak pernah tertidur.

Lalu Haes-sal berbalik. Dia berdiri di ujung ranjang, memandangi istri cantiknya yang tertidur pulas. Dia suka saat Hee Young bertindak agresif dan dominan. Semangat wanita itu membuatnya bergetar.

Hee Young membuatnya jatuh cinta.

Haes-sal menatap tubuh polos yang tak tertutup selimut. Kemurnian Hee Young menenteramkannya. Wanita itu menjinakkan sisi kejam dalam dirinya. Sang malaikat menarik napas dalam-dalam.

Dia tak ingin kehilangan wanitanya. Setelah malam ini, Hee Young akan menanggalkan status manusianya. Haes-sal tak akan pernah membuat hukum Langit dan Bumi bisa memisahkan mereka berdua.

Gaenari perlahan mewujud dari balik kilau cahaya yang muncul di telapak tangan Haes-sal. Pedang legendaris yang telah menemaninya dalam ratusan peperangan kini akan membagi dirinya.

Perlahan benda itu menekuk indah, seolah mencair oleh sentuhan cahaya dari tangan Haes-sal. Sang malaikat melepaskan gaenari dan pedang itu meliuk anggun seolah memiliki kehendak sendiri. Perlahan benda itu menyelimuti tubuh mungil Hee Young dan mulai membakarnya dalam lidah api kuning cerah.

"Aku mencintaimu, Hee Young."


~~oOo~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro