⏺️ 36 ⏺️

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Pasangan itu bertukar pandang cepat. Haes-sal menggeleng-gelengkan kepala. Hee Young melipat tangan di depan dada. Tatapannya sengit pada sang suami.

“Kalian berdua saling mengenal? Apa yang kalian sembunyikan dariku? Apa di sini hanya aku satu-satunya yang tidak tahu apa-apa?” Hee Young berkacak pinggang.

“Kau tak tahu siapa dia?” tanya Haes-sal geli. Dagunya menunjuk wanita muda yang berjalan ke arah mereka.

Tatapan Hee Young mengikuti Haes-sal. “Tentu saja aku tahu. Dia Hana, temanku di lokasi syuting. Bagaimana bisa dia ada di sini?”

“Kenapa tak kau tanyakan sendiri padanya?” Haes-sal tersenyum misterius.

Hee Young cemberut. Dia menunggu Hana hingga cukup dekat dengannya, lalu memberondong segudang pertanyaan.

“Siapa kau? Kenapa kau ada di sini? Bagaimana Haes-sal bisa memanggilmu Dewi Hea?”

“Karena aku memang Dewi Hea, istri Yang Mulia Hwanung.” Wanita itu menjentikkan jari. Metamorfosisnya terlihat jelas. Sosok imut dan manis Hana menghilang, berganti wanita cantik dengan tatapan setajam pedang. Yang paling mencolok dari perubahan itu adalah rambut biru Hea yang sangat kontras dengan iris hijaunya.

“Kalian bersekongkol menipuku, ya?” geram Hee Young.

“Kau tak terkejut?” Hea mengambil tempat duduk di depan Hee Young.

“Jantungku sudah cukup berolahraga. Kejutanmu tak fantastis lagi,” gerutu perempuan itu kesal.

Hea terkikik geli. Dia meraih lengan Hee Young dan melempar tatapan pada Haes-sal. “Yang Mulia Hwanung bilang, kalian akan segera meresmikan pernikahan. Mengingat gelagatmu yang tak peduli dengan detail, aku berkewajiban membantu Hee Young mempersiapkan pernikahannya.”

“Eh, apa maksudnya itu?” Hee Young menyipitkan mata curiga.

“Nyonya Kaeren, ibu mertuamu, sudah menunggu untuk pengepasan gaun pengantin. Kita akan pergi ke ibu kota. Kencanmu terpaksa ditunda, Hee Young.”

Perempuan itu protes berat. Dia menolak tarikan Hea. Namun, saat meminta bantuan pada Haes-sal lewat isyarat mata, malaikat itu hanya menahan tawa geli. Hee Young tak bisa berkutik kala Hea setengah menyeretnya keluar gazebo.

“Haes-sal, kupinjam istrimu dulu. Ngomong-ngomong, Dewi Cheong-he sudah kembali. Kau tak ingin menemuinya?”

“Siapa Dewi Cheong-he?” Hee Young menyingsingkan ujung gaunnya. Gerakan cepat Hea membuatnya hampir terjerat kain gaun.

“Oh, kau tak tahu? Itu dewi yang sangat dicintai suamimu. Kisah mereka jadi legenda hidup di Imoogi sebelum dipatahkan oleh kisah cinta epik Jenderal Yoseong.”

Haes-sal melotot garang. Tangannya gatal ingin menghunus gaenari pada Dewi Hea. Namun, tatapan mematikan Hee Young membuatnya tak berkutik. Wanitanya seolah ingin menelannya bulat-bulat.

Haes-sal mundur selangkah. Otaknya cukup bijak untuk membuat jarak aman. Dia meringis pasrah. Dia tahu kecemburuan Hee Young hanya dengan melihat ekspresi mukanya saja. Alasannya sudah jelas. Tak ada istri yang rela mendengar suaminya masih mencintai wanita lain.

Malaikat itu sempat melayangkan pandangan memperingatkan pada Dewi Hea. Sang dewi mengulum senyum jenaka sebelum mendorong si mungil naik kereta. Lecutan sais di punggung kuda bersayap menghentikan apapun niat Haes-sal untuk membela diri.

Di dalam kereta mewah dengan kursi berlapis beledu super lembut, Hee Young duduk termenung. Batinnya kembali terguncang. Rasa rendah diri menghantamnya telak. Betapa kerdil dirinya yang tak mengetahui apapun tentang jati diri sang suami.

“Kau memikirkan apa?” Hea menyodorkan minuman dingin.

Hee Young tersenyum kecut. “Dunia ini, Haes-sal, dirimu.”

“Apa Jenderal tak bercerita soal Dunia Atas padamu?”

“Sudah, sebagian besar. Dia bilang secara teknis Dunia Atas tak jauh berbeda dengan Korea Selatan. Mungkin hanya penggunaan ilmu magis menggantikan teknologi yang membuat perbedaan itu tampak nyata.”

“Lalu?” Hea menunggu dengan sabar. Dia duduk bersilang kaki. Terlihat santai di kereta yang melayang-layang.

“Kim Shou yang kukenal sangat berbeda dengan Haes-sal. Di Bumi dia ramah dan akrab pada semua orang. Tapi di sini ....”

Hee Young tak meneruskan ucapan. Dia membuang pandangan ke luar jendela. Hamparan pepohonan serupa karpet alami membentang di mana-mana, berpadu dengan petak-petak kebun bunga dan sayur serupa noktah yang membentuk pola indah. Penampakan Danau Sagsim makin kabur. Firasat Hee Young mengatakan kereta yang dinaikinya mulai menjauhi Prunos.

“Jenderal Haes-sal dijuluki Pedang Langit bukan tanpa sebab. Dia dikenal dingin dan kejam. Sikapnya juga sulit. Dia selalu menjaga jarak dan tak mudah percaya orang lain. Itulah Haes-sal yang kami kenal selama ini.” Hea menjelaskan tanpa diminta.

“Maksudmu, Kim Shou hanyalah samaran saja?” Hee Young terkejut.

“Sebelum menjadi jenderal menggantikan kakaknya, Haes-sal adalah komandan Imoogi terbaik. Kemampuannya sebagai telik sandi sungguh luar biasa. Tak sulit baginya memerankan karakter Kim Shou yang jauh berlawanan dengan kepribadiannya.”

Hee Young bersandar lemas di kursi. Helaan napasnya sangat berat. Dia memutar-mutar botol minuman di tangan. Sorot matanya hampa, tapi kelegaan membanjiri dadanya.

Aneh menyadari dia tak terkejut lagi dengan fakta itu. Dia merasa dibutakan oleh cinta hingga tak keberatan dengan penipuan terang-terangan yang dilakukan suaminya.

“Ada yang ingin kuberi tahu padamu, Hee Young.” Hea berpindah tempat duduk. Dia menggenggam erat kepalan tangan Hee Young. Mimik mukanya sangat serius.

“Kuharap Haes-sal sudah menceritakan gentingnya situasimu sekarang. Ada yang menjadikanmu target untuk menyakiti Haes-sal.”

Hee Young sontak terduduk tegak. Nanar matanya memelototi Hea.

“Sesuatu yang besar dan kuat sedang mendekatimu, Hee Young. Dia sudah memanfaatkan Yong Jin. Kini, dia menjadikanmu sebagai umpan selanjutnya.”

“Ap—apa? Si—siapa?”

“Yang Mulia Hwanung melarangku turun ke Bumi.” Hea mengabaikan desakan pertanyaan Hee Young. “Tapi aku tak bisa berdiam diri. Tidak di saat aku bisa melakukan sesuatu untuk menjagamu.”

“Tung—tunggu dulu. Kau menjadi Hana untuk menjagaku?” Hee Young terbelalak. “Dari Jung Sora?”

Kali ini Hea menelengkan kepala. Alisnya terangkat sedikit dengan mimik muka kaget.

“Baiklah, kuanggap kau sudah paham situasinya karena menebak Jung Sora. Tapi tidak, sosok yang menyasarmu kali ini bukan dia.”

“Lalu siapa?”

“Dewi Cheong-he,” jawab Hea singkat. “Mau kuceritakan tentang masa lalu Haes-sal hingga Cheong-he begitu membencimu?”


~~oOo~~


Hee Young masih terus membisu. Benaknya berkecamuk liar. Pikiran-pikiran yang datang membuatnya terus melamun. Dia bahkan tak menyadari Hea dan ibu mertuanya yang tak henti berdebat tentang corak gaun pernikahan.

Cheong-he adalah cinta pertama Haes-sal.

Batin Hee Young perih. Sakitnya bak teriris sembilu. Cerita Hea tentang patah hati sang jenderal yang sangat legendaris membuatnya nyaris ingin menghilang dari muka bumi.

Kisah Haes-sal yang mengasingkan diri ke Bumi karena cinta bertepuk sebelah tangan sangat legendaris. Ratusan tahun malaikat itu tak pernah melupakan perasaannya pada sang dewi.

Ratusan tahun! Meski kecewa dan sakit hati, tapi dia dibuat terkesima dengan dalamnya cinta sang jenderal pada Cheong-he. Fakta yang akhirnya membuat Hee Young mempertanyakan keseriusan Haes-sal padanya.

Dari awal malaikat itu menikahinya untuk membuatnya terlindungi. Saat skenario berkembang ke arah yang makin tak terduga, Haes-sal bahkan memberikan spirit keluarganya pada Hee Young. Meski berbalut kata-kata indah bahwa sang jenderal mencintainya—dan ditegaskan lagi oleh calon ibu mertuanya—tetap saja perasaan ragu masih bergelayut kuat.

Apa Haes-sal benar-benar mencintainya?

“Hee Young, jangan melamun terus. Kau mau pilih warna putih atau peach? Ibumu tak percaya saat kukatakan warna putih adalah tren gaun pernikahan di Bumi.”

Tepukan keras di bahu Hee Young menyadarkan perempuan itu dari lamunan. Suasana hatinya hancur total sejak di kereta. Mengurus pernak-pernik pernikahan membuat Hee Young makin terperosok lebih dalam di jurang kesedihan.

Dia hanya ingin bergelung di balik selimut. Tak ingin merepotkan diri dengan tetek-bengek warna gaun pengantin. Namun, rasa sungkan pada calon mertua menahannya bersikap kurang ajar.

“Aku tak mempermasalahkan warna apapun,” jawab Hee Young sopan.

Itu jika memang benar-benar akan terjadi pernikahan. Dia menambahi dalam hati. Karena, jujur saja, sekarang Hee Young tergoda untuk meninggalkan Haes-sal.

“Jangan begitu. Kau harus tampil semenawan mungkin. Dewi Cheong-he dan Yang Mulia Dangun akan ada di pernikahanmu nanti.” Ibu yang duduk di pojokan ruang desainer gaun berkomentar.

“Yang Mulia Dangun? Siapa dia?” Hee Young kebingungan.

“Suami Dewi Cheong-he,” jawab Hea.

Api kejengkelan berkobar lagi di dada Hee Young. Setengah ketus, dia bertanya asal. “Kenapa juga dia harus dipanggil Yang Mulia? Dia kan, bukan putra mahkota.”

Hea melirik perempuan berwajah keruh di sampingnya. Dia tahu persis kegalauan hati Hee Young. Tersenyum menghibur, Hea menjawab pertanyaan sembrono Hee Young dengan jawaban serius.

“Semua anggota keluarga kekaisaran harus dipanggil dengan tambahan Yang Mulia di depan namanya. Tak peduli statusnya apa dalam kekaisaran. Itu bentuk penghormatan pada keluarga Yang Mulia Hwanin.”

Hee Young menggigit lidah agar tak meluncurkan ejekan feodalisme pada Hea. Sebagai gantinya, dia memainkan tumpukan manik-manik di kotak.

“Jadi aku juga harus memanggilmu Yang Mulia?”

“Terserah kau saja. Kau masih gegar budaya. Bisa-bisa kau membenciku jika kupaksa menyebut gelar bangsawan.”

Hee Young meringis. Hea yang ini adalah Hana yang dikenalnya. Blak-blakan dan apa adanya.

“Jadi, warna apa yang akan kau pilih?” Hea mengembalikan topik pembicaraan.

Hee Young mengamati dua wanita beda kasta di hadapannya. Seorang dewi dan malaikat yang akrab karena hubungan suami dan anak mereka. Persahabatan Hwanung dan Yoseong sepertinya menular pada Hea dan ibu Haes-sal.

“Apapun yang kalian inginkan akan kupakai,” senyum perempuan itu hambar. “Dan, apakah aku bisa minta camilan? Perutku lapar sekali.”


~~oOo~~


Cheong-he menyabetkan selendangnya ke arah Sora. Wanita itu terpelanting hingga beberapa meter ke belakang. Darah segar mengalir dari dahinya yang terbentur dinding.

"Apa yang sudah kau lakukan, hah?" Cheong-he meradang.

Song-he, wanita yang menyamar sebagai Sora, terisak keras. "Aku minta maaf, Dewi Cheong-he. Hanya itu yang terpikir di benakku untuk memisahkan Jenderal Haes-sal dan istrinya."

Cheong-he meremas kertas di tangannya. Ekspresi datar di wajah jelas tak sebanding dengan emosi yang meninggi. Kemarahan dewi itu tak muncul di permukaan. Tak ada yang bisa mengetahui apa isi hatinya.

Kecuali Song-he yang harus merasakan sakit di bahu. Tempo hari istri utama suaminya itu melukai bahunya sedemikian rupa hingga Song-he kesakitan. Itu hukuman yang harus diterima sebagai imbalan mengecewakan istri suaminya.

"Kau pikir menggunakan Nakai adalah ide brilian?" Cheong-he mondar-mandir di ruang tamu besar itu. "Rencanamu itu sungguh bodoh. Kau malah membuat diriku ikut dicurigai."

"Dewi, maafkan aku." Song-he menyembah di lantai. Keputusannya membebaskan Nakai memang bersifat sepihak. Meski tak bisa disebut kesalahannya seratus persen. Karena, Dewi Cheong-he adalah alasannya bertindak sesembrono itu.

Cheong-he kembali mengibaskan selendang. Dewi cantik di bawahnya terpental, kali ini cukup jauh. Derak tulang yang patah mengiringi jerit kesakitan Song-he. Namun, sang istri tak peduli.

Dia menggigit-gigit ujung kuku. Kedoknya hampir terbongkar. Ide Song-he cukup sempurna awalnya. Dewi itu mengadu domba Yong Jin dan Hee Young untuk membuat Shou marah. Hanya saja, Song-he bertindak gegabah dengan membebaskan Nakai. Kesalahan fatal yang harus ditebus oleh dirinya dan Song-he.

"Kau menggunakan Nakai untuk mengulur waktu, sementara Yong Jin melakukan rencananya pada Hee Young?" Cheong-he sekali lagi memastikan.

Song-he mengangguk dalam diam. Dia tak memiliki energi lagi untuk bersuara. Rasa sakit teramat hebat membuatnya serasa ingin pingsan.

"Tapi ada yang meletakkan tabir pelindung sehingga Hee Young tak terdeteksi oleh Haes-sal?"

Sekali lagi Song-he mengangguk. Dia pun masih keheranan. Ide yang digagasnya rusak berantakan karena kedatangan penyusup tak dikenal. Wajahnya memucat. Dewi itu memejamkan mata.

Energinya terkuras habis. Dia sudah menghabiskannya untuk memasuki Dunia Bawah dan membuka segel Nakai, salah satu agma terkutuk yang menjadi musuh bebuyutan Jenderal Haes-sal. Lalu harus menerima hukuman dari Dewi Cheong-he. Ditambah lagi seorang gadis bernama Hana yang mengumpankan dirinya pada Nakai.

Hanya keberuntungan yang berhasil membawa Song-he lolos dari amukan agma. Saat Hana lengah, dia segera menghilang dan pergi ke tempat Dewi Cheong-he. Nyatanya, otak di balik rencana jahat itu justru menghajarnya habis-habisan. Lalu melemparkan begitu saja kesalahan padanya.

"Siapa yang sudah memberi tabir penutup pada Hee Young?" Dewi itu mondar-mandir lagi. Kakinya tak sengaja menabrak laptop di lantai dan menendangnya tanpa ampun. Benda elektronik itu hancur berantakan menghantam dinding.

Song-he terbelalak. Sosok lembut dan rapuh dewi di hadapannya sirna sudah. Kekuatan tersembunyi Dewi Cheong-he mulai membuatnya takut.

"Siapa pula Hana itu?" Cheong-he menghentikan langkah di teras balkon. Matanya menyipit kala menatap kejauhan.

"Kau yakin benar-benar lolos dari Hana itu, Song-he?"

"Tentu saja, Dewi." Song-he susah-payah berdiri. Dia meringis setelah nyeri hebat berdenyut di rusuk.

"Persiapkan dirimu, Song-he." Cheong-he mengubah wujudnya menjadi manusia lagi. "Nakai datang ke sini."


~~oOo~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro