⏺️ 39 ⏺️

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka berempat masih duduk mencangkung di reruntuhan paviliun. Yoseong dan Hwanung bercakap-cakap tentang dalang penculikan Hee Young. Saat itulah, sengatan tajam menembus hati Haes-sal. Dia berdiri cepat.

"Sial!" Haes-sal mengumpat keras. Koneksinya dengan gaenari sangat terasa. Malaikat itu bisa merasakan ketakutan Hee Young.

"Ada apa?"

"Tak ada waktu menjelaskan dalangnya, Yang Mulia. Teruskan saja mengobrol dengan kakakku."

Haes-sal mengepakkan sayap. Hembusan angin kencang membuat tiga makhluk di depannya menyipitkan mata. Saat suasana kembali tenang, Hwanung bertanya heran.

"Ke mana Haes-sal pergi?"

"Menjemput istrinya tentu saja." Sang ayah ikut bangkit. "Yang Mulia, Anda pasti lelah. Istri hamba baru memanen buah prem. Mau mencoba kudapan dari kebun Prunos?"

Hwanung terdiam. Dia terlihat mengamati langit yang biru bersih. Awan-awan berserak serupa gumpalan kapas. Angin berhembus lembut mengirimkan atmosfer ketenangan. Ada nuansa kedamaian di tengah keadaan serba kalut itu.

Dalam hati, Hwanung menghitung durasi Haes-sal tergolek lemah karena racun pelemah saraf. Hampir delapan jam. Dewa itu termenung. Perbedaan waktu antara Dunia Atas dan Bumi sangat besar. Delapan jam di Langit sama lamanya dengan delapan hari di Bumi.

Apa istri Haes-sal baik-baik saja?

"Yang Mulia?"

Hwanung melempar senyum pada Yeon-u. "Tentu, Paman. Siapa yang bisa menolak kelezatan hasil perkebunan Prunos?


~~oOo~~


Haes-sal kembali mencari jejak Hee Young. Dulu dia teledor. Cincin pelindung warisan keluarganya tak serta-merta melindungi perempuan itu dari sergapan Yong Jin. Namun, cincin yang melebur di jari manis istrinya adalah petunjuk penting siapa lawan yang dihadapinya.

Sekarang tabir penutup tak akan berfungsi lagi. Aura Hee Young memang tak terasa. Seperti dugaannya, seseorang—atau sesuatu—telah menurunkan tabir seperti peristiwa tempo hari. Tentu saja tujuannya agar Hee Young tak terlacak oleh Haes-sal.

Namun, malaikat itu sudah mengantisipasinya. Haes-sal mencibir sinis. Kebodohannya di masa lalu tak akan diulanginya lagi. Dia tak akan kehilangan Hee Young untuk kedua kalinya.

Haes-sal mengeluarkan gaenari. Pedang khusus yang ditempa dari spirit taman Prunos yang legendaris. Hampir semua senjata klan Prunos berasal dari spirit taman itu. Entitas berwujud roh yang memberikan kekuatan pada tiap-tiap senjata para lelaki Prunos.

Pedang cahaya itu meliuk anggun di udara, mencari keberadaan saudaranya yang tertanam di tubuh Hee Young. Sang malaikat menipiskan bibir teringat cara liciknya membuat Hee Young diakui sebagai jiwa Dunia Atas. Menyusupkan bagian gaenari ke raga sang istri otomatis membuat wanita itu memiliki spirit Prunos.

"Kau sudah menemukannya, Kawan?" Haes-sal bergumam senang.

Tangannya melepas gaenari. Pedang itu berubah wujud menjadi cambuk cahaya yang melingkar sempurna. Dari pedang, ke cambuk, dan kini menjadi cakram kuning keemasan yang menarik Haes-sal ke arah utara.

Apartemen bobrok Hee Young.

Haes-sal melesat secepat kilat. Deru angin musim gugur bak penyenandung irama keras jantung. Saat berada cukup dekat dengan lokasi, hatinya mencelus.

Dua warna api berkobar-kobar menyelimuti gedung. Lantai terbawah dilalap si jago merah yang meliuk kencang tertiup angin. Namun, pemandangan di lantai teratas gedung meremas jantung Haes-sal.

Lantai teratas adalah tempat di mana Hee Young tinggal. Otaknya mendadak lumpuh kala mengenali liukan lidah api. Dua elemen panas dari dua dunia bersatu. Cengkeraman Haes-sal pada gaenari makin kencang sementara dia berusaha mengembalikan ketenangan dirinya.

Sayangnya, suara sirine pemadam kebakaran dan mobil polisi membuat Haes-sal kalut. Baru kali ini kepanikannya meningkat berkali-kali lipat. Situasi yang belum pernah dialaminya selama berkarier di militer.

Netra emasnya serasa ingin menerkam api putih yang meliuk-liuk liar. Warnanya yang kontras dengan kebakaran di bagian bawah gedung memberitahu Haes-sal keganasan panasnya. Dibangunnya tabir pelindung untuk menghindari pandangan orang-orang selama dia mendekati puncak gedung.

Kapan kebakaran ini terjadi?

Haes-sal hinggap di atap gedung sebelah. Nyalang dipandanginya apartemen yang menjadi hunian Hee Young. Seluruh bangunannya terbakar api, menyisakan dinding-dinding bata yang terkelupas di sana-sini. Dipan di samping tangga ke bawah hangus tak bersisa. Koleksi anggrek Hee Young lenyap menjadi abu.

Butuh lebih dari sekedar tabir untuk merangsek masuk ke kobaran yang bergulung-gulung hebat. Haes-sal masih mencari-cari keberadaan istrinya. Gaenari jelas menemukan saudaranya di apartemen roof top itu. Namun, tak ada tanda-tanda tubuh Hee Young di sana.

Haes-sal menjejakkan kaki kuat-kuat. Dia melakukan lompatan tinggi di udara, lalu menukik tajam ke tengah kobaran api. Lidah putih itu seolah mengetahui kehadirannya dan menyambar bak sabetan cambuk. Haes-sal terpelanting jauh.

"Sial, apa itu?" Sang malaikat menyipitkan mata. Nyeri di dada membawa separuh kesadarannya. Haes-sal terhuyung. Torehan lidah api membentuk garis memanjang dari bahu kanan ke pinggang kiri. Darah segar membanjiri bajunya.

"Hee Young," gumamnya khawatir. Tak memedulikan kondisi diri, dia kembali terbang berputar-putar. Mencari celah memasuki kobaran tanpa menyulut kemarahan si api.

Haes-sal kembali menukik. Sekali lagi jilatan lidah api menyambarnya. Namun, dia sudah mempersiapkan diri. Sayapnya melengkung ke depan membentuk kubah, cukup melindungi bagian depan badannya. Hanya saja, ternyata strateginya berakibat fatal.

Api putih terlalu kuat untuk ditahan. Bulu-bulunya meleleh. Haes-sal melenguh kesakitan saat kobaran api lain mulai menyasar tulang sayapnya.

Malaikat itu berusaha terus menerjang maju. Sekali lagi lidah api menyambar tajam. Haes-sal mengernyit. Luka parah ditambah efek racun yang belum pulih total menurunkan kegesitannya. Saat dia hendak mencoba lagi, sepasang tangan memeluknya dari belakang. Praktis menahan malaikat itu untuk bergerak maju.

"Jangan ke sana, Haes-sal!" Angae muncul tiba-tiba.

Malaikat itu sengaja membuntuti kepergian Haes-sal atas perintah Yoseong. Beruntung dia datang tepat waktu. Jika tidak, tubuh Haes-sal saat ini pasti sudah jadi abu.

"Lepaskan aku!" Haes-sal meronta dari Angae. "Hee Young ada di sana. Dia terbakar. Aku harus menyelamatkannya."

"Hee Young baik-baik saja," kata Angae. "Kau yang tak akan baik-baik saja jika nekat menerobos api."

"Lepaskan, Angae!"

"Gunakan akal sehatmu, Haes-sal!" Angae setengah membentak. Ditunjuknya lidah api yang menyala-nyala. "Hee Young dilindungi tabir dewa. Dia baik-baik saja. Hanya pingsan."

Haes-sal menyipitkan mata. Di tengah kepanikannya, dia tak mampu memusatkan perhatian hingga melewatkan detail penting. Netra emasnya menemukan bola biru transparan berukuran sangat besar. Benda itu melayang anggun di tengah kobaran lidah api. Jantung Haes-sal berdetak kencang melihat sosok yang meringkuk seperti bayi.

Istrinya tertidur lelap dalam bola biru.

Dia sudah menduga pelaku semua ini. Namun, Haes-sal tak cukup siap menerima kenyataan bahwa tebakannya benar. Otak cerdasnya dengan cepat menghubungkan berbagai variabel.

Api putih, bola biru, racun lidah naga, penculikan Hee  Young, Song-hee yang menjadikan Haes-sal target.

Kepingan informasi itu akhirnya membentuk puzzle utuh. Haes-sal memandang kekasihnya yang terayun-ayun dalam bola biru. Sorot matanya sarat kesedihan. aran itu datang, semua sudah terlambat.

"Bertahanlah, Hee Young. Aku akan menjemputmu."

Haes-sal mencengkeram lengan Angae. Tanpa kesulitan, dia memuntir tangan yang masih menahannya. Jerit kesakitan sepupunya tak dihiraukan Haes-sal. Di saat bersamaan, tungkainya mengunci kaki lalu mengangkat tubuh Angae.

Sepupunya terbanting di udara. Haes-sal lantas mendorong Angae menjauh. Pergerakan itu memancing liukan si api putih lagi yang segera menyasar Angae. Haes-sal sudah memperkirakan jarak aman agar sepupunya tak terluka, dan memberi celah kosong untuknya memasuki kobaran api. Angae adalah pengalih perhatian selagi dia berusaha menyelamatkan sang istri.

Tinggal beberapa meter lagi jaraknya dengan puncak gedung apartemen. Panas luar biasa membakar Haes-sal. Malaikat itu berusaha menahan dengan tenaga dalamnya yang menipis. Dia makin mendekati Hee Young yang masih terbuai dalam bola biru. Hingga sentakan tajam terasa menembus dadanya.

Haes-sal menunduk. Sebatang panah tertancap lurus di dada kiri. Rasa panas dari luar dan dalam menghantamnya sangat kuat. Haes-sal limbung. Sayapnya berhenti mengepak. Sangat cepat tubuh itu terjun menyasar beton roof top.

Haes-sal tak mengingat apapun. Kecuali wajah cantik istrinya yang masih terlelap. Satu kata terlontar sebelum tubuhnya menghantam bangunan apartemen dan meruntuhkan gedung.

Aku mencintaimu, Chagiya.


~~oOo~~


"Sudah cukup pertunjukkannya, Dewiku?"

Cheong-he membeku di balik awan. Tangannya yang memegang busur panah gemetar hebat. Air mata mulai merebak, tapi dewi cantik itu segera mengusapnya kasar .

"Hatinya sudah bukan milikmu lagi. Sekarang kau bisa berhenti mengharapkannya."

"Kenapa kau melakukan ini padaku, Yang Mulia?" Suara halus itu bergetar.

Dangun merengkuh istrinya. "Karena aku mencintaimu, Istriku."

Cheong-he mulai terisak hebat. Bahunya terguncang-guncang keras. Pelukan hangat sang suami justru membuat kesedihannya menggila.

Beratus tahun dia mengabaikan keberadaan suaminya. Pernikahan dewa dan dewi tak boleh dipisahkan kecuali oleh maut. Namun, kehidupan perkawinannya sendiri sangat menyakitkan.

"Mau berpamitan dengan mereka, Dewiku?"

Cheong-he susah-payah mengangguk. Manik matanya masih mengamati hiruk-pikuk yang terjadi di bawah. Tak ada seorang pun manusia menyadari peristiwa abnormal yang terjadi di atap bangunan. Kebakaran di bagian bawah lantai roof top mengaburkan perhatian orang-orang itu. 

Dangun tersenyum lembut. Jemarinya menjentik pelan. Lalu bola biru yang sama dengan milik Hee Young perlahan terbentuk, membungkus Haes-sal yang terkapar di bawah reruntuhan bangunan. Jentikan kedua, bola biru yang membawa Hee Young dan Haes-sal berputar cepat dan menghilang.


~~oOo~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro