⏺️ 40 ⏺️

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Haes-sal terbangun dengan rasa sakit luar biasa. Bulu-bulu sayapnya meleleh, tulang sayapnya serasa dipatahkan, tubuhnya pun remuk redam. Namun, dia tetap memaksakan diri membuka mata dan duduk. Spontan dia meraba dada karena hal terakhir yang diingatnya adalah sebatang panah yang melesat cepat.

Sudah tak ada. Haes-sal mengernyit.

“Bagus kau sudah siuman, Jenderal.”

Netra emas Haes-sal berserobok dengan bola mata cemerlang milik sosok yang familiar. Serta-merta dia mengayunkan tangan, memunculkan gaenari dari ruang hampa.

“Jangan bermain-main denganku.”
Sosok itu menjentikkan jari.

Tubuh Haes-sal terdorong ke belakang oleh sapuan angin maha dahsyat. Punggungnya menabrak tembok hingga hancur berantakan. Malaikat itu meringis menahan sakit. Darah segar mengalir di salah satu sudut bibir.

“Yang Mulia Dangun,” ujarnya dengan napas tersengal. “Mengapa Anda melakukan ini?”

“Sejak kapan kau tahu aku adalah pelakunya, Jenderal?”

Haes-sal meludahkan darah. Dia berdiri sempoyongan, bertumpu pada gaenari. Pedang itu menyokongnya agar cukup stabil, tapi tenaganya terkuras habis.

“Di mana istriku?” Alih-alih menjawab, dia justru melemparkan pertanyaan balik.

“Istri manusiamu? Menyedihkan sekali. Malaikat sehebat dirimu harus berakhir di pelukan makhluk rendahan seperti dia.” Mata besar Dangun sedikit menyipit. Satu sudut bibir penuhnya tertarik ke belakang.

“Jaga bicara Anda, Yang Mulia!” Haes-sal menggertak. “Di mana dia?” Malaikat itu tak suka dengan hinaan yang terlontar dari sosok jangkung Dangun.

“Masih tertidur.” Dangun duduk di sofa. Ekspresinya jemu. Tatapannya terhunjam ke sang malaikat yang sudah kepayahan berdiri.

Haes-sal mungkin sangat hebat dalam pertempuran dengan agma. Namun, kekuatannya tetap berada jauh di bawah para dewa. Melawan api putih milik Dangun, cheonsa itu sudah mendekati ambang sekarat.

“Katakan padaku, Haes-sal.” Dangun menanggalkan formalitasnya. “Sejak kapan kau menyadari semua ini adalah ideku?”

“Ini bukan ide Anda,” jawab Haes-sal dingin. “Dewi Cheong-he sudah turun ke Bumi sejak lama. Ide ini berasal darinya, tapi Anda menambahkan variabel lain.”

Dangun tampak tertarik. Sorot matanya bersinar-sinar. “Jadi inikah kemampuan Jenderal Imoogi yang terkenal?”

“Anda menahan jiwa Yong Jin dan menyamar sebagai lelaki itu. Kita bertemu di lokasi syuting dan Anda memberikan minuman padaku.”

Dangun menaikkan alis sejenak. “Bagaimana kau mencurigai itu adalah aku? Ada agma yang bisa menyamar sebagai manusia.”

“Aku sudah memastikan tak ada agma di tubuh Yong Jin.” Haes-sal melorot kehabisan tenaga. Pertemuannya di Gangnam dengan lelaki muda itu adalah saat dia merasa yakin bahwa otak rencana ini adalah Dangun.

“Dari golongan malaikat, tak banyak yang menguasai ilmu botani selain kakakku. Dia sudah jelas dikesampingkan. Namun, aku tahu banyak dewa yang mahir dengan tetumbuhan dan segala jenis racun. Yang Mulia Hwanung bisa jadi tersangka dari keracunan lidah naga yang kualami. Namun, bukan tipikal beliau bermain belakang.”

Mata emas itu menatap tajam Dangun. “Hanya Anda yang paling mencurigakan, Yang Mulia. Apa lagi Jung Sora—yang sudah kuketahui sebagai Dewi Song-he—mencuri tanaman obat dari rumah kaca kakakku. Tak sulit menarik korelasi. Dewi Song-he selir Anda, Dewi Cheong-he istri utama Anda, dan Anda sendiri dinyatakan tak berada di tempat bersamaan dengan kedatangan Dewi Cheong-he ke Bumi.”

Dangun mengusap-usap dagu. Senyum simpulnya terpatri permanen. Kekaguman yang ditampakkan dewa itu sangat jelas terlihat.

Sementara Haes-sal makin kepayahan akibat luka bakar milik api Dangun. Malaikat itu mencibir sinis.

“Anda memanfaatkan kemampuan yang dimiliki Yang Mulia Hwanung untuk mengaburkan jejak. Sayangnya, Anda lupa bahwa aku adalah pemimpin Imoogi, pasukan terelit di Langit yang bertugas khusus menjaga keamanan keluarga kekaisaran. Sudah tugasku mengetahui segala detail kemampuan tiap anggota kekaisaran. Dan aku mengetahui kemampuan Anda.”

Dangun bertepuk tangan. “Kukira kau pasti sudah tahu kapan aku mengambil alih tubuh manusia rendahan itu?”

Tak ada balasan dari Haes-sal. Dewa Dangun menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kiri. Gestur tubuhnya santai.

“Di klub malam bernama Octagon. Hari di mana dia mengikuti kemauan Song-he untuk menjual sahabatnya sendiri. Manusia bernama Yong Jin itu sudah mabuk saat bertemu denganku di toilet. Tak sulit membuatnya makin teler dengan ganja.”

“Dan Anda mengambil jiwanya?”

“Rasanya menjijikkan harus menjadi sosok berhati jahat itu.” Dewa Dangun tak sadar bergidik. “Namun, aku merasa berkewajiban menunjukkan pada kekasih manusiamu itu bagaimana bobroknya sang sahabat.”

Haes-sal menggigit bibir. Gumpalan rasa panas menghantam perutnya dari dalam. Dangun yang menyadari kesakitan sang malaikat segera bangkit. Disodorkannya sebutir pil kehijauan pada Haes-sal.

“Telan ini. Luka dalam akibat api putihku bisa berkurang.”

“Anda masih punya nurani, Yang Mulia?” ejek Haes-sal.

“Aku tak mau menambah hukumanku dengan membunuh jenderal kesayangan Hwanung,” gumam Dangun.

Haes-sal menerima pil yang disodorkan sang dewa. Tak mempermasalahkan bahwa bantuan itu datang dari pihak yang notabene mencelakakannya. Saat ini yang dibutuhkannya adalah sadar dalam waktu selama mungkin.

“Kenapa Anda melakukan semua ini, Yang Mulia?”

Dangun menatap dalam-dalam malaikat yang bersimpuh kesakitan di bawahnya. Senyum di wajahnya memudar.

“Aku ingin menunjukkan pada istriku kekuatan cintamu.”

“Apa?” Haes-sal mengernyit tak mengerti.

“Bukan wewenangku menjelaskan padamu, Haes-sal. Tapi Cheong-he sedang terpuruk sekarang. Dia mencintaimu, Jenderal Imoogi.”

Haes-sal terperangah. Mulutnya ternganga lebar. Matanya membeliak tak percaya. Dangun tertawa geli melihatnya.

“Takdir sungguh lucu, kan? Kau melamar Cheong-he, tapi dia memilihku. Asal kau tahu, Haes-sal. Sejak hari pertama pernikahan kami, Cheong-he tak pernah bahagia.”

Pandangan Dewa Dangun menerawang. “Dia menyesali pilihannya menikahiku. Hanya saja, perpisahan dengan jodoh yang dipilihkan Kaisar Langit sangat tak bisa dimaafkan. Selama ini Cheong-he bertahan dengan keyakinan bahwa cintamu hanya tertuju untuknya.”

Dangun mengalihkan pandangan kembali pada Haes-sal. “Hingga kau bertemu manusia bumi itu. Cheong-he cemburu dan berusaha memisahkan kalian. Dia mengutus Song-he, selir baruku sekaligus sepupunya, untuk menyamar di Bumi. Alasannya sangat sederhana. Itu karena dia tahu kau akan membongkar penyamarannya di awal pertemuan.”

“Tapi aku belum melihat Dewi Cheong-he sama sekali.” Haes-sal kebingungan. “Penyelidikanku mengatakan dia turun ke Bumi, tapi aku tak pernah bertemu dengannya sekali pun.”

“Apa kau yakin? Selama ini dia sangat dekat denganmu.” Dangun tersenyum misterius. “Aku memutuskan ikut bermain. Kupertaruhkan perkawinanku. Jika kau sangat mudah meninggalkan manusia itu, maka aku akan merelakan berpisah dengannya. Namun ....”

“Namun apa, Yang Mulia?”

“Namun jika suamiku berhasil menunjukkan kekuatan cinta Jenderal dengan manusia, maka Dewi Cheong-he harus bersedia kembali ke Langit dan merelakan dirimu.”

Haes-sal menoleh. Sosok dewi dengan muka cacat memasuki ruangan. Di tangannya terdapat piring penuh buah-buahan.

“Aku minta maaf, Jenderal Haes-sal. Perbuatanku sangat keji. Kau benar, bukan begini caranya bermain di dunia manusia.”

Dewi Song-he tak merasa risih dengan luka di wajahnya. Dia memandang lembut pada Dewa Dangun.

“Aku pun tak mengira jika Yang Mulia Dangun menyamar menjadi Yong Jin. Sekarang aku harus menerima hukuman untuk semua dosaku.”

“Istriku ....”

“Yang Mulia, aku telah melakukan kesalahan besar dengan membebaskan Nakai. Hukuman yang diberikan Dewi Hea jauh lebih ringan dibanding perkiraanku.”

“Hukuman apa?” Haes-sal penasaran.

Song-he meletakkan piring sarat buah-buahannya. Kali ini tak ada sikap ketus dan menjengkelkan. Dewi itu terlihat tenang dan damai. Seluruh aura buruknya musnah.

“Status dewiku dicabut dan aku harus menjadi pelayan Dewi Hea selama seribu tahun. Sesudah masa hukumanku selesai, aku baru bisa bertemu suamiku kembali.”

“Aku akan menunggumu, Song-he.”

Song-he tersenyum dan mengangguk. “Terima kasih, Yang Mulia.”

“Manis sekali perpisahan kalian.” Ujung-ujung bibir Haes-sal berkedut. Cibiran sinis yang ditujukannya pada Dangun beriringan dengan ucapan menohok dari mulutnya.

“Seharusnya Anda dan Dewi Cheong-he juga mendapat hukuman yang sama, Dewa Dangun. Bukankah tak adil jika hanya Dewi Song-he yang harus menerima vonis?”

“Apakah kau layak bicara keadilan, Haes-sal? Kau terbukti melanggar hukum dua dunia dengan menikahi seorang manusia.”

Haes-sal tersenyum mengejek. “Jangan terbutakan oleh aturan dengan membabi buta, Dewa. Aku tak pernah melanggar aturan apapun. Sejak awal tak pernah ada pernikahan di antara aku dan Hee Young.”

Dangun mengernyit. Perlu beberapa saat baginya mencerna ucapan Haes-sal.

“Kau tak menikahi istrimu di Langit.”

“Hukum dua dunia dilanggar jika malaikat menikahi manusia murni, di Bumi dan di Langit. Jika salah satunya tak dilakukan dalam batas waktu tertentu, maka pernikahan itu dianggap tak pernah terjadi.”

Haes-sal mencoba bangkit. Tenaganya mulai terkumpul. Sayangnya, luka di sayap akan membuatnya kesulitan untuk terbang. Sekali lagi, suara luar biasa dingin keluar dari mulutnya.

“Hee Young bukan manusia murni, Yang Mulia. Dia spirit Prunos sekarang. Tak ada yang salah dengan rencana pernikahan kami. Anda yang justru melakukan kekacauan di Bumi. Apa aku perlu mengabsen satu demi satu dosa Anda pada para manusia, Yang Mulia?”

Gaenari terhunus. Pedang itu teracung lurus ke leher Dangun. Ujungnya yang tajam mengiris kulit leher dewa tampan itu.

“Aku tak berniat mengembalikan jiwa manusia itu,” ucap Dangun lembut. “Dia sudah rusak. Jiwa kotor seperti itu lebih cocok tinggal bersama agma daripada manusia.”

“Kau belum melenyapkannya?” Haes-sal terperanjat kaget.

Dangun menatap lekat-lekat netra emas milik malaikat yang menyandera lehernya. “Aku hanya menempatkannya di Dunia Bawah.”

Haes-sal tertegun. “Jika jiwa Yong Jin tidak dimusnahkan dengan jalan kematian, dia akan menjadi agma, Dewa.”

“Nasibnya tetap akan berulang meski dia mati secara alami. Butuh banyak siklus reinkarnasi sebelum dia harus membayar karmanya.”

“Itu tak lantas membenarkan tindakanmu mengambil jiwanya, Dewa.”

Haes-sal bergerak maju. Memanfaatkan momen ruang sempit, dia mengeluarkan api cahaya yang membuat gaenari melentur. Pedang itu dengan cepat membelit leher Dangun.

“Jangan bunuh suamiku!”

Haes-sal membeku. Suara itu sangat dikenalnya. Suara yang tak pernah bisa dilupakannya selama ratusan tahun, dan pernah mendiami salah satu ruang di hatinya sebelum diisi oleh Hee Young.

Memutar kepala ke samping dengan sangat pelan, netra emas Haes-sal akhirnya bertemu dengan sosok yang pernah menjadi dewi pujaan hati. Namun, malaikat itu sama sekali tak mengira bentuk penyamaran Cheong-he.

Jagganim?”


~~oOo~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro