#26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mingyu menyapu pandangan ke sekeliling. Kepul asap terlihat menggumpal ketika dia meloloskan napas yang entah mengapa terdengar gelisah sejak tadi. Udara malam musim gugur yang berembus di Yeouido semakin membuat tubuh menggigil. Dia menilik jam di ponsel, lalu menoleh ke kanan-kiri, memastikan bahwa dia tidak melewatkan sesuatu.

Untuk beberapa alasan, Kim Mingyu mengakui kalau yang sekarang dia lakukan lebih konyol. Kakinya bergerak, sesekali menendang kecil daun ginko yang gugur tertiup angin. Toko bunga sebentar lagi tutup. Hari ini dia mendapat shift sore. Dan dia memiliki firasat kalau orang yang ditunggu kehadirannya bakal pulang larut. Entah gagasan dari mana itu berasal. Yang jelas, dia hanya mencoba membuktikan intuisinya, apakah benar atau tidak.

Tatapannya tiba-tiba berhenti pada sebuah standing banner yang ditaruh di depan sebuah toko kecil di seberang jalan yang menjual es krim kekinian berbagai rasa. Seseorang dengan senyum lebar sedangkan tangannya memegang cup es krim varian stroberi dan matcha terpampang jelas di sana. Mingyu mendengus kecil di antara senyumnya yang tak kentara. Nyeri di lengan seketika timbul lagi. Meski tak sesakit sebelumnya, tetap saja, ini masih nyeri.

"Apa aku baru saja menyelamatkan seseorang?" Mingyu bergumam rendah, kemudian beralih mengamati telapak tangannya yang berubah merah akibat suhu rendah.

Tangan itu adalah saksi bagaimana dia menghabisi banyak nyawa. Tangan itu telah terbiasa mengecap kematian dari orang-orang yang telah ditargetkan untuknya. Lalu tiba-tiba di suatu kesempatan tak terduga, dia membantu seseorang bertahan hidup, meski setelah itu yang dia lakukan malah menghubungi Jeon Wonwoo, dan meminta lelaki itu mengurusnya sebab dia tak mungkin menghubungi polisi. Dia tak ingin berhubungan sedikit pun dengan mereka. Dan gara-gara itu pula, dia merasa menjadi orang paling bodoh karena membiarkan penggemar gila itu lolos begitu saja.

"Iya, kau baru saja menyelamatkan seseorang."

Mingyu refleks menoleh begitu sebuah suara menceletuk tepat di samping telinga. Agak terkejut, tapi dia bisa mengatasi mimik mukanya dengan cukup baik.

Jung Chaeyeon telah berdiri di sana. Dengan mantel cokelat tebal serta rekahan lebar yang berpendar hangat sekali. Setidaknya itu yang dirasakan Kim Mingyu sewaktu melihat senyuman gadis Jung tersebut. Mungkin dia lupa, tapi penantiannya di sini selama satu jam lebih tidak sia-sia. Jung Chaeyeon akhirnya muncul, dengan muka lelah, tapi tetap terlihat cerah dan berbinar. Dan juga ... cantik. Benar, lagipula orang yang sekarang tengah berdiri di sampingnya ini selalu terlihat cantik. Seketika Mingyu merasa geli karena memiliki pemikiran seperti itu di dalam kepalanya. Entah sejak kapan.

Alis Mingyu terangkat sedikit. "Apa maksudmu?"

"Aku sempat khawatir jalanan akan sepi. Tapi untungnya aku menemukanmu di sini. Kau juga akan pulang, bukan?"

Chaeyeon sedikit ngeri kalau harus mengingat ketika dia berlari-larian karena dikejar seorang ahjussi seperti waktu itu. Dan yang patut dia syukuri adalah selalu ada Kim Mingyu yang seolah-olah dihadirkan khusus untuk menyelamatkannya. Atau mendampinginya? Chaeyeon menggeleng. Atau menjadi teman mengobrol? Dia menggeleng lagi. Baiklah, kalau begitu, untuk hmm ....

"Ya, begitulah." Mingyu membalas singkat, seperti tak minat. Lalu dia berbalik, berdeham kecil, bersikap seakan yang terjadi saat ini cuma kebetulan, sebelum kakinya melangkah mendekati toko yang belum dikunci.

Chaeyeon mengekor usai mengenyahkan pikiran-pikiran tak pentingnya barusan. Langkahnya dibawa bersandingan dengan pria Kim yang tinggi tubuhnya tepat seperti pria idamannya. Tinggi, punya senyum manis—atau setidaknya punya gingsul yang menawan, suara sedikit berat, serta alis yang tebal—agak tebal pun tak jadi masalah. Dan tentu saja, dia sepertinya baru saja menyebutkan kalau tipe idamannya tak jauh-jauh dari Kim Mingyu. Atau memang benar bahwa itu Kim Mingyu.

"Astaga." Chaeyeon membulatkan mata tak percaya sambil menutup mulut yang setengah menganga. Dia buru-buru menggeleng. "Itu tidak mungkin," imbuhnya.

"Apanya yang tidak mungkin?" Mingyu tak mengerti. Dia menoleh ke samping, ke arah Chaeyeon yang kini mengerjapkan mata dua kali sambil melihat dirinya dengan tatapan tak biasa, kemudian menggelengkan kepala dengan gerakan kaku.

"Apa yang kaulakukan? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Mingyu lagi.

"Tidak apa-apa." Chaeyeon langsung membuang pandang ke depan, ke arah jalanan yang cuma tersisa beberapa saja pejalan kaki.

"Omong-omong, apa yang kaulakukan di depan toko? Sedang menunggu seseorang?" Dia berusaha mengalihkan pembicaraan.

Ditanya begitu berhasil membuat tubuh Mingyu langsung memanas tanpa sebab. Bahkan ketika Chaeyeon beralih menatapnya, dia berpura-pura memandang ke arah jalan raya yang mulai lengang. Sudah tidak ada bus yang beroperasi. Taksi pun jarang-jarang. Hanya kendaraan pribadi yang lewat silih berganti.

"Geunyang. Kebetulan saja aku sedang di luar," ujarnya, menahan gugup setengah mati. Mana mungkin dia akan berkata, "Oh ya, itu memang benar. Aku memang sengaja menunggumu karena aku merindukanmu."

Itu tidak mungkin.

Decakan di lidah Chaeyeon segera terdengar. "Ah, kupikir kau sengaja menungguku. Ternyata tidak, ya?" Kini bibirnya mengerucut, yang dibalas dengkusan dengan nada mencemooh dari Mingyu.

"Kau terlalu percaya diri," cibirnya. Chaeyeon langsung mendelik. Sebelah tangannya sudah melayang di udara, bersiap melayangkan tinju. Namun mendengar tawa kecil yang selalu terdengar menyenangkan keluar dari mulut Kim Mingyu, dia tidak jadi sebal, lalu menurunkan tangan kembali.

"Siapa tahu saja kau memang ingin melakukan itu. Memangnya aku tidak boleh mengira-ngira?" omel Chaeyeon. Daripada terlihat seperti orang mengomel, menurut Mingyu, itu malah mirip anak kecil yang tengah merajuk. Diam-diam dia menahan senyum. Lucu.

Setelah itu tak ada percakapan lagi. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Mingyu melirik tangannya sendiri yang berayun hampir berdekatan dengan tangan Chaeyeon. Dan saat itu terjadi, secara kebetulan Chaeyeon menangkupkan kedua telapak tangan di depan wajah sambil ditiup-tiup pelan guna mengusir hawa dingin.

Meski malam mulai larut, bibi penjual hotteok di pinggir jalan masih terlihat sibuk melayani beberapa pembeli yang berusaha menahan hawa dingin. Di sisi yang lain, papan iklan yang dipajang di depan sebuah gedung pencakar langit menyala terang, berganti setiap beberapa detik sekali.

"Mau hotteok?" Dengan nada bicara agak ragu Mingyu bertanya. Atau mungkin lebih tepatnya sedikit tak menyangka mengapa dia melakukan ini. Mereka tidak sedang berkencan atau semacamnya.

Chaeyeon menoleh, mendongak dengan kedua mata melebar. "Mau!" serunya penuh semangat. "Aku suka sekali hotteok. Bagaimana kau tahu kalau aku suka hotteok?" Kini dia menyenggol lengan Mingyu sambil tersenyum kegirangan.

Jemari Mingyu menunjuk ke depan, ke arah bibi penjual hotteok yang dari jauh asapnya terlihat mengepul. "Cuma itu yang terlihat di sana," balasnya dengan muka kelewat polos. Senyum girang Chaeyeon langsung luntur seketika.

"Aish, kukira."

Mingyu menyimpan kekehan kecilnya. Dia menarik lengan Chaeyeon, yang tanpa pernah dia tahu kalau muka gadis itu menunjukkan semu merah samar-samar.

"Tolong hotteok-nya ...." Mingyu memberi jeda, kemudian menengok ke kanan. "Kau ingin berapa?"

Chaeyeon terlihat berpikir sejenak, lalu menyembulkan dua jemarinya sambil menyengir. "Apakah aku boleh meminta dua?"

Mingyu tak tahan kalau tidak merasa gemas. Tangannya berada di pucuk kepala gadis itu, mengusaknya pelan. "Tentu," katanya. Dan gara-gara Chaeyeon memelotot sementara rona merah tadi tampak lagi di kedua pipi, Mingyu baru menyadari tindakannya barusan.

"O-oh. Mian."

Mingyu berdeham, melempar tatapan ke depan, ke arah bibi penjual yang bersikap seperti tak melihat apa pun yang baru saja terjadi.

"Tolong hotteok-nya tiga, Bi," ujar Mingyu. Ada getar-getar gugup yang memenuhi tenggorokannya.

"Aigoo, kalian mengingatkanku pada masa mudaku waktu masih pacaran." Si Bibi berkomentar sambil tetap melakukan pekerjaannya. Selama beberapa saat, matanya melirik dua muda-mudi tersebut dengan tatapan penuh arti. "Kalian terlihat manis bersama-sama."

"Ah, anieyo."

Itu Jung Chaeyeon yang menimpali. Dia melirik muka Kim Mingyu sebelum berujar, "Itu tidak seperti yang Bibi pikirkan." Dan kepala Mingyu terlihat dianggukkan patah-patah demi memberikan persetujuan atas kalimatnya barusan.

"... sampai saat ini belum ada cukup bukti untuk menangkap pelaku yang diduga melakukan pembunuhan terhadap pejabat Kwon. Kasus terpaksa ditutup ...."

Suara radio milik si bibi penjual hotteok menjadi pemecah hening yang dengan tanpa alasan telah menyelamatkan Chaeyeon dan Mingyu dalam suasana aneh seperti ini.

"Ah, kasus itu. Aku benar-benar ingin tahu siapa yang melakukan itu." Chaeyeon melontarkan komentar sambil setengah menggumam. "Ayahku sudah bekerja keras mengumpulkan bukti-bukti, tapi ternyata ditutup begitu saja."

Mingyu langsung mengalihkan fokusnya pada Chaeyeon tanpa memberi komentar apa pun. Raut mukanya mengisyaratkan rasa ingin tahu. Namun saat dia ingin menanyakan soal kalimat yang terakhir, sang bibi mendadak menimpali, "Orang itu sudah melakukan hal yang tepat. Orang-orang yang menghabiskan uang rakyat dan melakukan hal tak terpuji memang harus mendapat hukuman setimpal."

"Tapi membunuh seseorang bukanlah satu-satunya hal yang harus dilakukan. Itu kejam." Chaeyeon menyampaikan ketidaksetujuannya.

"Aigoo, bukankah dia juga melakukan pelecehan terhadap gadis-gadis dan anak di bawah umur? Itu juga kejam bagi korban."

Chaeyeon diam. Itu benar. Tiba-tiba bibirnya dikerucutkan. "Bibi, kau tahu bukan itu maksudku."

Si bibi yang rambutnya digelung rendah cuma tertawa. "Aku tahu, Anak Muda." Lalu dia melemparkan kerlingan jenaka kepada Mingyu yang sedari tadi hanya diam. "Pacarmu begitu manis dan menggemaskan."

"Anieyo, Ahjumma." Chaeyeon menyahut lagi, setengah merajuk.

Usai mendapat hotteok yang masih hangat dan membayar, keduanya kembali berjalan. Kali ini benar-benar terasa canggung karena tak ada satu patah kata pun yang keluar. Mingyu melangkah sambil melihat sepatunya dalam diam, sedangkan Chaeyeon cuma berharap kalau dia bisa cepat sampai rumah. Tapi menyusuri jalanan di malam yang cuacanya cerah seperti ini—apalagi bersama Mingyu—sayang sekali untuk dilewatkan. Jadi di saat bersamaan dia juga tidak ingin cepat-cepat pulang.

"Kau melihat berita? Anak itu sudah ditemukan. Aku merasa lega karena dia tidak terluka lebih dari itu." Chaeyeon mencoba menghapus atmosfer aneh yang tercipta di antara mereka sambil menggigit hotteok-nya sedikit demi sedikit. Dengan membahas hal lain, dia berharap Mingyu bisa mengikuti alur yang dia buat.

"Tidak," balas Mingyu singkat. Berpura-pura tidak tahu apa pun adalah pilihan terbaik. "Tapi aku turut senang mendengarnya," imbuhnya. Kali ini dia mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Terakhir kali, kondisi pemuda itu tidak cukup baik.

"Aku sangat berterima kasih kepada siapa pun yang menolongnya saat itu. Kuharap hidupnya diberkati." Satu gigitan besar berhasil masuk ke mulut Jung Chaeyeon. Lalu matanya terpejam dengan tubuh seperti hendak meloncat. "Ini enak sekali."

"Apa yang kaupikirkan tentang orang yang menolongnya?" Mingyu mulai tertarik dengan pembicaraan mereka kali ini.

"Hm ...." Jari telunjuk Chaeyeon menempel di sudut bibir. "Malaikat tanpa sayap?" Kepalanya ditelengkan, kemudian tertawa. "Yang jelas aku sangat berterima kasih. Siapa pun itu. Dia pasti adalah orang yang baik."

"Begitukah? Bagaimana kalau tidak?" Ragu-ragu Mingyu bertanya. Sejujurnya semua pertanyaan yang dia lontarkan lebih seperti rasa ingin tahu bagaimana Jung Chaeyeon akan memandangnya suatu saat nanti. Saat di mana dia mungkin saja menunjukkan jati dirinya yang asli. Tentu saja, hal yang telah disebutkan Chaeyeon melenceng jauh dari kenyataan. Dia bukan orang baik. Dan mungkin tidak akan pernah pantas mendapat gelar itu.

"Seburuk apa pun seseorang, dia pasti pernah melakukan kebaikan meskipun itu hanya berupa hal-hal kecil. Kalaupun dia bukan orang baik, apakah itu berarti dia tidak pantas mendapat ucapan terima kasih?"

Sejenak, Mingyu cuma bisa memandangi wajah Jung Chaeyeon lekat-lekat. Mengamati setiap detail lekukan yang terpatri di wajah ayu gadis Jung tersebut. Lalu di lubuk hati paling dalam, dia ingin mengakui bahwa dia mulai menempatkan nama Jung Chaeyeon sebagai seseorang yang ingin dia lindungi. Namun kewarasannya seolah menolak. Dia berkali-kali mengalami kontradiksi. Dan hal itu membuatnya cukup frustrasi. Jadi, apa yang sejatinya dia rasakan sekarang?

"Chaeyeon-ah," panggil Mingyu. Sama seperti raut terkejut yang ditunjukkan gadis Jung tersebut, Mingyu sendiri juga tidak menyangka akan memanggil Chaeyeon begitu, alih-alih 'Chaeyeon-ssi' seperti yang biasa mereka lakukan satu sama lain.

"Y-ya?"

"Bolehkah aku memanggilmu seperti itu?" Suara Mingyu berubah lembut. Tidak terkesan dingin dan menyebalkan seperti yang biasanya terdengar.

"Uh?" Chaeyeon masih berusaha mencerna perubahan sikap Mingyu yang tiba-tiba. Hotteok yang masih sisa sedikit terpaksa diabaikan sebentar.

Percakapan terpecah begitu saja ketika tanpa aba-aba Mingyu menarik pinggang Chaeyeon, menggesernya ke sisi yang lain setelah sebuah motor dengan kecepatan tinggi melesat cepat, lantas berhenti sejenak tepat di sebelah gadis itu. Lalu semua terjadi dengan teramat cepat. Suara tembakan, wajah pucat Kim Mingyu, motor yang menghilang tanpa jejak, kemudian—

"Kim Mingyu­-ssi!" Hotteok di genggaman jatuh begitu saja.

Ada noda pekat yang menghiasi punggung Mingyu. Sebelum tubuh itu ambruk, Chaeyeon segera memberi topangan, menahan Mingyu sekuat tenaga dengan tangan gemetaran. Darah mengucur. Pria Kim itu melemas, merosot dalam rengkuhan Chaeyeon.

"Kim Mingyu-ssi! Buka matamu!"

•ㅅ•

Aslinya aku pengen update kemarin sekalian bareng sama ultahnya Kak Chaeyeon, dan juga aku hahaha. Tapi aku ketiduran, trus pas bangun udah jam 12 kurang, sedangkan aku belum sempat edit dan baca ulang berkali-kali buat ngecek typo. wkwkwk. Agak benci juga sebenarnya jadi perfeksionis begini.

Nah, berhubung aku belum bisa tidur sampai jam segini, yaudah update sekarang aja.

Sekali lagi, 생일 축하해요! Happy birthday! 🎉 

2021년 12월 2일

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro