꒰ 11 ꒱

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

ʚ n o w  p l a y i n g ɞ

0:00 ─〇───── 3:12
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻

Cinta dan Rahasia - Yura Yunita ft. Glenn Fredly

ʚ ɞ

Setelah kejadian yang sebelumnya mereka bertiga bergantian untuk saling peluk. Setelah pelukan yang panjang itu, mereka berbincang. Setelah nostalgia sejenak itu aku, Kayla, dan Oliv berkenalan dengan Virgitta.

Setelah Rizella dan Kanya menjelaskan kalau Abinaya akan bermain siang nanti, Virgitta dengan semangat ingin jadi supporter untuk tim futsal sekolah kami.

Kini kami ada di pinggir lapangan, menyatu dengan ultras sekolah kami, meneriakkan yel-yel sambil berlompat-lompat antusias, dipisahkan oleh semacam police line demi mencegah supporter merangsek masuk ke area lapangan. Skor masih sama-sama kosong.

Aku tak fokus antara beryel-yel ria atau menatap lekat ke arah salah satu pemain.

Jantungku seperti dipompa tiga kali lebih kencang, aku enggan berkedip bahkan untuk sedetik pun. Aku takut tim sekolahku kebobolan, dan aku tak kuasa melihatnya yang sudah puluhan kali kubilang dalam hati kalau menurutku dia terlihat sangat jauh lebih tampan.

Ya Tuhan! Aku gemas melihat poninya yang dikucir pakai karet gelang sehingga mirip air mancur.

"Gila! Pacar gue tambah ganteng aja perasaan!" Gadis di sebelahku berkata histeris.

"Yang nomor 22 ya?" Aku menimpali, mencoba bersikap bersahabat.

"Iya, ya ampun!" ucap gadis itu gemas sambil menggenggam lenganku dengan kedua tanganku agak keras, lalu mengguncang-guncangkannya.

Lalu beberapa saat kemudian ia sadar. "Eh, Anais." Wajahnya terlihat terkejut saat menatapku. Aku balik menatapnya, masih tersenyum.

"Maaf, nggak sengaja, sakit ya? Maaf ...," ucapnya dengan suara memelas sambil mengusap-usap lenganku.

"Eh, nggak apa kok, Git." Aku bingung harus bersikap apa jika ada orang meminta maaf padaku berulang kali.

Ia berhenti setelah beberapa saat, lalu dengan cepat ia kembali berteriak dengan semangat. "Abiii! Semangat!!"

Aku kembali ke aktifitas awalku, melebur dengan euforia orang-orang di sekitarku.

Virgitta sudah berkenalan dengan aku, Kayla, dan Oliv. Kami juga sudah mengobrol bersama sejak tadi.

Situasi benar-benar normal, tapi Oliv, sebagai satu-satunya yang mendengar pengakuan resmi bahwa aku menyukai Abinaya, terus-terusan melirikku tiap kali Virgitta membicarakan soal dirinya seolah memastikan tak ada yang aneh dari mimik wajahku.

Huh, aku sebetulnya tak tahu bagaimana raut wajahku tiap kali namanya disebut. Aku sendiri bingung soal apa yang dirasakan hatiku tiap kali membahasnya. Secuil diriku merasa berbunga-bunga karena mengingat betapa aku kagum dengannya. Secuil lain merasa kecewa karena ... aku tak bisa berbangga hati sebagai salah satu orang yang diboncengnya hingga ke depan rumah karena aku cuma salah satunya, bukan satu-satunya. Secuil yang lainnya lagi merasakan ... panas? Jelas-jelas ada seorang perempuan cantik yang membicarakan gebetanku dengan cara yang agak "romantis".

Mungkin aku egois, sangat egois. Aku terlalu jahat jika menginginkannya untuk diriku sepenuhnya. Aku baru benar-benar mengenalnya selama beberapa minggu ini. Apa yang bisa aku harapkan? Terlalu naif jika aku mengira dia akan balik menyukaiku hanya dari sikapnya yang kunilai baik.

Saat ini aku hanya berdiri di tengah-tengah kerumunan euforia, sedangkan hatiku mendadak muram. Aku tak tahu kenapa aku harus sesedih ini hingga kemenangan yang ada di depanku menjadi tak berarti. Tim sekolah kami menang, tapi entah kenapa aku merasa tak begitu bersemangat lagi.

Tim futsal yang telah bertanding menepi ke pinggiran lapangan untuk mengambil air mineral gelas yang telah disediakan.

Mengikuti pasukan yang lainnya, kami melipir ke tempat mereka. Dan tentu saja, orang yang kami hampiri adalah Abinaya yang tengah mencoba mencoblos gelas air mineralnya sambil berbincang dengan rekan tim yang lain. Sedotannya bengkok, kasihan sekali.

"Abiii!" Kanya menghampirinya dengan sumringah. Aku juga ikut tersenyum sambil melambaikan tanganku. Menyadari sesuatu, mataku jelalatan ke segala arah untuk mencari keberadaan Virgitta. Rupanya ia ada di belakang Kayla dan Rizella, merundukkan badan untuk bersembunyi.

"Mau ngapain?" tanyanya dengan wajah entah tak mau diganggu atau masih kelelahan. Wajah yang biasanya pucat berubah kemerahan, tetesan peluh masih menghiasi wajahnya, dan tentu saja bajunya basah oleh keringat, kayaknya dia capek sekali.

Ia masih gigih mencoblos air minumnya yang tak kunjung bolong. Akhirnya karena sedotan itu sudah tak layak pakai, ia mencoblos airnya dengan jari telunjuk, kemudian meminumya.

"Bi, gue punya surprise buat lo," ucap Rizella tak kalah semringah.

"Apaan?" balasnya singkat, wajahnya masih tak tampak bersemangat.

Lalu Rizella menggeser tubuhnya, membiarkan Virgitta muncul di antara ia dan Kayla.

"Abiii!" sapa Virgitta antusias.

"Lah? Virgitta?" Wajahnya yang tadi agak malas-malasan langsung berubah. Matanya membulat, nada suaranya meninggi yang menandakan sebuah keterkejutan.

Bahkan raut wajahnya yang semula tampak gusar menjadi senyum-senyum yang kelihatan berusaha ia tahan agar tetap terlihat serius. Bagaimanapun, senyuman itu kian melebar dan perasaan gembira itu tak bisa ia sembunyikan.

"Abiii, ya ampun, udah lama banget nggak ketemu," ucap Virgitta sembari mendekat, "apa kabar?"

"Baik-baik aja, ya, kayak gini lah, lu?" Abinaya bertanya balik, masih berusaha jaga image.

"Baik ... baik," jawabnya, "ih, sumpah, kangen banget." Virgitta ini sepertinya mudah sekali untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Tak seperti ... aku, yang bahkan belum berani bilang pada teman-temanku sendiri.

"Cie ...." Kayla ikut menimpali.

"Sering-sering lah main," ucap Abinaya lagi. Tampak sekali dari kedua wajah semringah tapi malu-malu mereka bahwa dulu mereka dekat dan sedang mengobrol sederhana ala teman lama bertemu kembali—tapi kuyakin bukan sekadar teman.

"Ayo, yuk, kapan-kapan kita main gitu," balas Virgitta.

Aku menghela napas pasrah. Entah kenapa, ada sebuah rasa panas dan kecewa yang bersarang di dadaku saat ini.

Aku mencoba mengerlingkan mata ke arah lain. Kemudian tatap mataku bersirobok dengan tatapan Oliv pada suatu titik. Dari tatap matanya, ia seperti mencoba berbicara padaku. Kami bertatapan selama sepuluh detik penuh.

"Eh, guys, aku mau ke toilet dulu ya," ucapku yang kontan membuat seluruh mata tertuju padaku.

"Hati-hati." Kanya merespons.

"Oliv, temenin yuk!" Oliv yang sejak tadi memang memusatkan perhatiannya padaku langsung menggamit tangan kananku dan menggandengnya.

Kami berjalan di antara keramaian. Aku yang berjalan di depan menggandeng Oliv yang langkahnya tertinggal.

"An ...." Ia berusaha mengatakan sesuatu.

"Kamu ... kenapa?" tanyanya dengan suara pelan—bukan karena suara aslinya memang pelan dan lembut.

Aku tak mengacuhkannya, aku hanya terus berjalan sambil menembus keramaian.

"An, emang kamu tau toiletnya di mana?" tanyanya lagi dengan intonasi meninggi, meski suaranya tetap teredam sedikit oleh keramaian.

Pertanyaan itu kontan membuat aku terdiam sejenak. Benar juga ya.

"Umm, enggak tau," jawabku apa adanya.

"Tanya siapa ya, Liv?" tanyaku, berhenti berjalan.

Tak sempat Oliv menjawab, aku melihat salah seorang perempuan berkaus warna oranye dengan logo event dan celana hitam—dresscode panitia. Aku langsung menajak Oliv untuk menghampirinya.

Ketika sampai di dekat gadis itu aku menelaah wajahnya sejenak. Sepertinya dia salah satu cewek yang promosi di kelas kami.

Lantas aku langsung bergerak ke hadapannya persis. Benar saja, dia cewek yang pertama masuk di kelas kami. Kaki yang jenjang serta wajah yang cantik cukup membuat laki-laki di kelas kami kepincut. Asal dia tahu saja, banyak dari mereka yang mencoba modus lewat ID Line yang ia bagikan di papan tulis kelas.

"Kak, maaf, kamar mandi ada di mana ya?" tanyaku.

Gadis langsung merespons, "Kamar mandi ada di paling pojok gedung kelas sebelas, di belakang deket kantin juga ada kok, nanti di sana ada tandanya toilet perempuan sama laki-laki," jelasnya detail.

"Oh, makasih, Kak." Aku sedikit menunduk sejenak sebagai tanda terima kasih. Aku kembali berjalan sambil menarik tangan Oliv.

──⋆⑅˚ ʚ ɞ ˚⑅⋆──

Harusnya sih ini konfliknya. Berasa nggak?

Emang supposed to have a simple conflict sih. Bukan konflik njelimet yang bikin mumet gitu. Aku berharapnya sih cerita ini sesuai sama banyak kejadian nyata sehingga banyak yang relate dan mungkin ... ambil hikmahnya (oωo)

Senin, 16 Agustus 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro