6. Pertarungan si kembar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Info sejenak. Di chap sebelumnya ada judul "orang pengunci sihir" atau sejenis itu. Sebenarnya rencaku mau sampai Deva dan Devis melawan dan mengalahkan Redina dan Domdol. Tapi ternyata terlalu panjang dan keyboardnya bikin orang naek darah (untungnya tekanan darahku normal (nggak nanyak#plak).

Okeh tapa basa basi...
Tanpa penghormatan! Balik kanan bubar! Baca!#dirajam.
.
.
.
Katryson masih tetap mempertahankan posisinya dan mengusahakan Chloe tak jatuh ke bawah. Ia bahkan sempat berpikir ingin melompat juga ke bawah kalau Chloe lepas dari tangannya.

Pegangan mereka semakin turun.

"Tenanglah Chloe! Aku takan melepaskan mu!" Seru Katryson saat melihat wajah takut Chloe.

Pegangan mereka semakin turun lagi.

"KYA!"

"Tenanglah Chloe!"

Tiba-tiba ada angin yang berhembus di bawah kaki Chloe dan mengangkatnya naik ke atas lalu mendarat di lengan Katryson (jadi kayak gendong ala bridal style (bener nggak tulisannya?)). Katryson dan Chloe saling berpandangan bingung. Begitu juga dengan yang lainnya (yang terpaksa hanya menonton dan penyiksanya.)

"Kenapa, bisa?" Tanya Leo.

"Bukankah kita semua sihirnya sudah terkunci?" Tanya Eric.

Semua saling berpandangan bingung. Sedangkan Redina marah dan Dombol kebingungan ala orang b**o.

"Yah, sebenarnya pengen aku tahan lagi karena romantis sih. Tapi rasanya menyakitkan," Kata seseorang yang tiba-tiba muncul dari semak-semak.

"Kau itu sadis, kau tau?" Tanya seseorang yang lainnya yang berada di belakangnya.

"Tak."

"Deva! Devis!"

"Kalian dari mana saja?!" Tanya Leo yang terlihat kesal.

"Hei nenek Leo! Apa-apaan dengan mimik wajah itu?! Seharusnya kalian berterimakasih kepada kami karena sudah cepat-cepat datang ke sini!" Seru Deva kesal.

"Itu benar! Kalian yang disekap bisa duduk manis di sini. Sedangkan kami capek menghajar monster-monster lincah itu!" Sambung Devis.

"Tunggu! Kalian mengalahkan anak-anakku?!" Teriak Redina kaget.

"Siapa tuh?" Tanya Deva datar.

"Monster buruk rupa tadi?" Tanya Devis yang juga datar.

"Mereka peliharaan kesayanganku! Mereka adalah bayiku yang paling berharga!" Seru Redina frustasi.

"Kalau memang berharga di jaga dong," Kata Devis tetap dengan wajah datarnya.

"Yup! Jangan kau biarkan mereka kesana kemari nenek buruk rupa," Kata Deva yang juga dengan tatapan datarnya.

"Kau bilang apa?!" Tanya Redina kesal.

"Sepertinya kita harus merekamnya ulang," kata Deva ke Devis dengan nada dan wajah mengejek.

"Mungkin kau benar," kata Devis sambil tersenyum mengejek juga ke Deva.

Tiba-tiba Devis melompat ke belakang.

"Lompatan yang bagus Devis....- oh, ada pedang eh salah, sabit ya?" Kata Deva yang tidak kaget dengan sabit yang tiba-tiba di dekat lehernya.

Sabit itu mulai mendekat ke leher Deva, tetapi ia tangkis dengan kipas yang langsung ia ambil.

"Wah... cepat juga. Apa karena kipas itu?" Tanya Redina.

"Em... tidak juga. Tapi kipas ini memang bisa untuk banyak hal, dari mendinginkan diri," Deva mulai mengibaskan kipasnya seperti mencontohkannya, "bisa untuk bertarung seperti tadi dan menjauhkan musuh!" Kata Deva sambil mengibaskan kedua kipasnya kencang ke arah Redina.

Sampai-sampai Redina perlu menahan angin Deva dengan sabitnya.

"Wah, kipas yang serba guna ya."

"Bukan itu saja," kata Deva lalu melemparkan kedua kipasnya ke atas
yang membuat kedua kipasnya berputar lalu bersinar.

Tau-tau sampai bawah kedua kipas itu menjadi pedang dengan warna yang sama. Pedangnya berwarna putih dengan corak-corak kecil di tengah pedang berwarna hitam dan pegangan berwarna hitam.

Tanpa aba-aba Devis berjalan di samping Deva dengan pedang di tangannya.

"Wah wah wah, menarik sekali," kata Redina sambil tersenyum miring.

"Aku juga berpikir seperti itu," kata Deva yang juga ikut tersenyum miring.

"Domdol, kau urus yang cowok. Aku urus yang cewek," perintah Redina sambil bersiap.

"Eh, baik bos..." kata Domdol sambil berjalan ke arah Devis.

Domdol mengayunkan pentungannya yang ia bawa sebagai senjata ke Devis. Devis yang menyadari itu langsung melompat ke belakang.

"Nah, sekarang hanya diantara kita berdua," lata Redina yang wajahnya tak bisa di jelaskan.

"Maaf, aku masih menyukai cowok," kata Deva dengan wajah iba dan jijik sambil memeluk tubuhnya sedikit.

"BUKAN ITU! Huh! Kau itu menyebalkan sekali BOCAH!" Kata Redina sambil melompat cepat dan mengarahkan sabitnya ke Deva.

Deva dengan lentur menggerakkan salah satu pedangnya untuk menghindarkan sabit Redina ke samping dan satunya lagi mengarah ke leher Redina.

"Maaf sekali lagi, saya bukan bocah. Tetapi saya sudah remaja," kata Deva sambil tersenyum miring.

Redina kembali mendekatkan sabitnya ke leher Deva. Jadi mereka saling mengarahkan senjata ke leher.

"Skakmat," kata Redina puas.

"kalau kau membunuhku, pedang ini akan langsung membunuhmu. Pedang ini punya jiwa sendiri loh... pedang ini akan membalaskan jiwa pemiliknya," kata Deva sinis.

Semua yang mendengar itu kaget. Redina terlihat takut.

"Oh ya, kau melupakan sesuatu," kata Deva sambil mengayunkan pedang yang lain.

Redina terkaget lalu melompat mundur sekali lagi dengan wajah kesal.

Deva tersenyum licik karena rancana dadakannya berhasil.

Sementara itu Domdol vs Devis belum ada yang berbicara sama sekali. Devis dengan gampangnya menghindari serangan Domdol yang hanya menganyunkan pentungannya ke kiri dan kanan. Devis sempat terkekeh karena ucapan Deva yang seperti mengatakan Redina itu penyuka sesama jenis.

"Kenapa kau tertawa?" Tanya Domdol bingung.

"Oh, itu karena pergerakanmu gampang sekali untuk di baca," kata Devis santai sambil tersenyum mengejek.

"Apa?!"

"Kiri-kanan, kiri lagi dan kanan lagi," kata Devis santai.

Domdol merasa marah lalu memukul Devis di atas kepalanya. Devis langsung menahan serangan itu dengan pedangnya. Kekuatan Domdol membuat kaki Devis masuk sedikit ke dalam tanah. Setelah itu Domdol memukul bagian kiri Devis dengan cepat. Karena Devis konsentrasinya bubar, Devis sedikit terpental.

"Devis!" Panggil Deva panik.

"Eits, mau ke mana kau?" Tanya Redina yang lagi-lagi mengarahkan sabitnya ke Deva.

"(Begini lagi? Perasaan dia tadi sudah mundur...)"

"(Hahaha dia penakut sepertinya.)"

"(Devis! Oi! Kau nggak papa?)"

"(Tenanglah, ini hanya luka kecil)" Lalu Devis bangkit dan bersiap melawan Dombol lagi.

"(Hahahaha... dasar pahlawan kesiangan. Luka apapun itu pasti sakit. Apalagi sekeras itu bunyinya. Jangan sok kuat.)"

Devis hanya tersenyum kecut mendengar itu.

"Kenapa kau diam? Kau takut?" Tanya Redina dengan senyum licik.

"Huh? Takut?" Tanya Deva sambil memegang sabit Redina.

Entah sengaja atau tidak, Deva menggenggam erat sabit Redina sampai tangan kirinya keluar darah.

"Deva!" Panggil Shafira kaget.

"Oi! Apa yang kau lakukan?!" Tanya Leo yang panik.

Bukannya menjawab, Deva malah menoleh ke arah Redina. (Di sekolahku di bilangnya serong. Maksudku gayanya serong, kalau ndak ngerti ya udah.)

"Aku lebih takut kalau aku kehilangan teman-temanku," kata Deva serius.

Tiba-tiba saja ada tumbuhan yang mengikat sabit Redina, sampai Redina tak dapat menggerakkan sabitnya sama sekali.

"Hei, pengecut. Mau bertanding adil?" Tanya Deva sambil melihat lurus ke arah Redina.

Bersamaan Deva berbicara itu, tumbuhan yang mengikat sabit Redina terlempar. Deva juga melempar senjatanya di dekat senjata Redina.

"Ap-apa maksudmu?" Tanya Redina takut.

"Maksudku tanpa senjata, sayang!" Kata Deva lalu berlari mendekati Redina dengan cepat.

Sedangkan Redina terdiam karena shock. Angin menghembus kencang ke Redina yang langsung refleks menutup matanya. Karena tak ada reaksi, Redina membuka matanya. Ternyata tinju Deva berhenti tepat di depan Redina. Deva tersenyum sinis dengan kegembiraan yang terpancar.

Redina terlihat marah lalu tiba-tiba sabitnya sudah ada di tangannya.

Deva kaget dan tak percaya. Lalu terganti dengan senyum sinis. Deva mundur, ternyata Devis juga mundur lalu mereka saling memunggungi satu sama lain. Mereka berputar, berganti lawan. Jadinya Deva vs Domdol dan Devis vs Redina.

Dengan karatenya Deva melawan Dombol. Deva menangkis ayunan pentungan Domdol hanya dengan tangannya saja. Dengan cepat Deva memukul perut Dombol kuat. Sampai-sampai Domdol mundur kebelakang.

Sedangkan Devis mencoba menghindari serangan dari sabit Redina dengan pedangnya.
Devis mendorong sabit Redina ke samping lalu mengarahkan pedangnya ke Redina. Dengan Cepat Redina menahan pedang Devis dengan pegangan sabitnya lalu berusaha keras mendorong Devis. Setelah terdorong Devis langsung berusaha melepaskan sabit dari tangan Redina.

-Kita lompat lagi ke Deva.-
Deva sedang menghindari ayunan pemukul Domdol yang terlihat cepat. Deva menendang salah satu kaki Domdol agar ia terjatuh lalu memukul pentungan Domdol agar terlepas dari tangannya. Setelah pentungan itu lepas Deva memukul tangan Domdol dengan cepat yang mengakibatkan Domdol meringis sambil memegang tangannya.

Deva mundur lagi dengan Devis di belakangnya. Mereka saling bertatapan dan mengangguk bersamaan.

Redina dan Domdol mulai menyerang Deva dan Devis bersamaan. Deva mengaitkan lengannya ke lengan Devis yang masih berpungunggan (yah gitulah maksudku.). Devis membungkukkan punggungnya lurus dengan Deva di atasnya. Dengan cepat Devis berputar dan Deva menekuk salah satu kakinya yang mengenail Domdol dan Redina. Setelah sekitar kepala Domdol dan Redina terkena tendangan Deva mereka mundur.

Di saat itu juga Deva dan Devis saling menyerang mereka. Deva melawan Redina lagi, Devis melawan Domdol lagi. Deva mangangkat tangannya dan senjatanya langsung terbang ke tangan Deva yang sudah siap menyerang Redina. Begitu juga Devis yang melawan Domdol.

Deva dan Devis sama-sama menahan serangan Redina dan Domdol dengan senjata mereka. Sambil menahan serangan Redina dan Domdol, Deva dan Devis tersenyum sinis.

Deva dan Devis mendorong senjata Redina dan Domdol ke samping lalu dengan cepat mereka berlari mendekati Redina dan Domdol lalu menendang kepala Redina dan Domdol. Serangan Devis berhasil sedangkan Deva tidak, Redina berhasil melindungi kepalanya.

"Hahahaha... aku tak akan mungkin masuk kelubahng yang sama!" Seru Redina sambil tertawa penuh kemenangan.

"(Dia bisa mengelak huh?)"

"(Tenang saja, aku punya ide. Kau jaga saja dia.)"

"(Berhati-hatilah.)"

"(Huh? Kau meragukanku?)"

"(Bukan begitu, tanganmu.)"

Deva melihat tangannya yang tadi terluka, terlihat masih ada darah yang menetes tetapi Deva langsung mengepal tangannya.

"(Tenanglah, nanti juga bisa sembuh.)"

"(Dasar pahlawan kesiangan. Luka apapun itu pasti sakit. Jangan sok kuat.)" Mendengar itu Deva hanya tersenyum kecut.

Tiba-tiba Deva melompat mundur. Redina langsung mengayunkan sabitnya tetapi Deva bisa menghindari serangan Redina dengan melompat. Sekali lagi Redina mengayunkan sabitnya dan di tahan Deva dengan salah satu pedangnya. Deva menurunkan sabit Redina dengan pedangnya lalu mengarahkan pedangnya yang satu lagi ke Redina yang ternyata bisa melindungi dirinya.

Deva menendang sabit Redina yang berada di bawah lalu sabitnya terpental ke bawah.

"Kau curang!" Seru Redina marah.

Deva melemparkan kedua senjatanya agak jauh.

"Dengan begini kita sama," mata Deva sambil mengambil kuda-kudanya.

"Dengan salah satu tangan terluka? Sorry deh ya aku berbeda denganmu," Kata Redina sombong.

"Oh aku lupa kita memang berbeda, kau hanya bisa memakai senjatamu. Tanpa senjatamu kau tidak bisa apa-apa," kata Deva lalu langsung menyerang Redina dengan menendang bagian kepala Redina.

Redina berhasil melindungi kepalanya dengan kedua lengannya.

"Oh kau bisa bertahan rupanya..." kata Deva sambil tersenyum sinis.

"Huh, aku sempat melihat seseorang bertarung dan melindungi kepalanya seperti ini," kata Redina sambil masih melindungi kepalanya.

Deva mengayunkan lagi kakinya tetapi sekarang menyerang kaki Redina dari samping. Akhirnya pertahanan Redina terlepas lalu dengan Dengan cepat Deva langsung memukul kepala bagian bawah Redina dengan telapak tangannya yang terbuka. Akhirnya Redina terjatuh dan tak sadarkan diri.

"A-khir-nya!" Seru Deva sambil berdecak pingang.

"Hoi! Kau masih bisa bertahan?" Tanya Devis sambil mendekati Deva.

Deva hanya menoleh.

"Hei! Mukamu sudah pucat tau!" Seru Devis kawatir.

"Aku masih bisa bertahan kok... sedikit lagi," kata Deva sambil menepuk pundak Devis lalu berjalan ke teman-temannya.

Alis Devis mengkerut melihat tangan kiri Deva yang darahnya masih menetes.

Deva mendekati Shafira lalu menekan ke atas di bagian hidung atasnya. Ajaibnya Shafira merasa sihirnya kembali. Akhirnya Shafira mencobanya dan hasilnya, dia dapat menciptakan air dan membuat airnya naik. Shafira melihat Deva kaget sekaligus senang, yang di balas senyuman dari Deva.

"Deva... mukamu...-"

"Tenanglah, aku masih bisa bertahan. Nah karena kau sudah mendapatkan sihir lagi, kau harus membebaskan dirimu ya," Kata Deva sambil tersenyum sinis lalu berjalan meninggalkan Shafira.

"Tunggu..."

Deva berjalan ke Leo dan melakukan hal yang sama. Sedangkan Devis berjalan ke Chloe dan Katryson lalu melakukan hal yang sama seperti Deva. Deva berjalan ke Edward lalu melakukan hal yang sama juga. Setelah mendapatkan sihirnya kembali Edward langsung membekukan ikatannya lalu dengan sekuat tenaga ia menghancurkan ikatannya.

"Karena kau sudah bisa melepaskan ikatanmu, bantu yang lain."

"Ok ok. Jangan seperti ibu-ibu," kata Edward sambil berdiri.

Deva hanya tersenyum kecut lalu berjalan ke Hayate dan melakukan hal yang sama juga. Setelah mendapatkan sihirnya, Hayate membakar ikatannya dan ia terbebas.

Pandangan Deva terlihat sedikit memburam dan ia hampir kehilangan keseimbangan. Terakhir kali ia masih bisa melihat Hayate yang melihatnya dengan tatapan kaget lalu semuanya menjadi hitam.

Hayate yang melihat Deva yang mulai terjatuh langsung menangkap Deva dengan cepat.

"Deva! Oi Deva!" Panggil Hayate yang sedang menopang kepala Deva sambil memukul-mukul wajahnya pelan.
.
.
.
.
.
Loha! ヽ('▽`)/
Mungkin nggak sesuai janji kalau akan update lebih cepat. Karena apa? Tak kusangka pertarungannya akan lamaaaa dan berbelit-belit.
Sebagian besar chap ini adalah PERTARUNGAN! Uh wow... KEREN BANGET! W sebagai authornya terasa terharu... ≧﹏≦
Di bantu kakak saya mengenai perang antara pedang dan sabit (bantuinnya pake jari, dia yang sabit aku yang pedang dan rasanya.... aneh...) dan juga ada sedikit bantuan dari ortu. Tak lupa dukungan para readers yang setia menunggu (;∀;)

Devis:"memangnya readersnya masih ada?"

Entahlah. ^^

Devis:*sweatdrop*

Aku juga tak tau apa para readrs baca A/N ini apa tidak. Karena saya masih manusia wkwkwkwkwk.

Doakan saya agar cepat mendapat ide. Oh iya, skalian promosi deh... baca "Dimension World" karyaku dan "Never Let You Go" karya ChrisYuu15. Pssst, sebenarnya itu colabku dengan temanku, jadi isinya aneh bin ajaib, tapi semoga kalian suka cerita dengan 2 author ya XP.

Don't Forget To Comment. Minimal harus 9 comment, setelah 9 baru nanti di publish yah... termasuk kalau saya ada ide sih... kenapa 9? Karena chap berikutnya adalah yang ke-9.

~16/01/16~

W ganti! 9 orang yang comment bru w lanjotin. Udah 4 vote masa cmn 2 orang yang comment?  ̄ 3 ̄

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro