JALAN KEDELAPAN BELAS: EGOIS

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Maaf semuanya, minggu kemarin tidak update. Ada beberapa faktor yang membuat update-nya terhambat. Sekali lagi aku minta maaf. Langsung saja, selamat membaca.
################################

Selesai beres-beres, mereka berdua berjalan untuk mencari jalan keluar dari tempat ini. Selama di perjalanan, Tiana menunduk malu karena kejadian tadi. Beda dengan Likyter, dia terlihat biasa-biasa saja. “Hei, Likyter,” panggil Tiana.

Likyter pun berhenti dan berbalik badan. “Apa?”

“A-Apa kau yakin kau baik-baik saja? Ka-Kau kan masih terluka…”

“Tidak, aku baik-baik saja. Kau tidak perlu terlalu mencemaskannya.”

“Tapi… mana mungkin kau bisa sembuh dalam waktu semalam…”

Likyter pun berbalik badan lagi. “Mungkin, karena aku selalu mendapatkan pukulan dari kalian bertiga. Jadi, tubuhku sudah menjadi kuat.”

Tiana yang mendengar jawaban itu mengerti…mengerti kalau Likyter tidak bisa menjelaskannya, karena mungkin menyangkut rahasia masa lalunya. Tiana mulai sekarang tahu, bahwa Likyter memiliki banyak rahasia yang belum bisa diungkapkan. “Baiklah, aku akan menunggu kau sampai siap menjawabnya… Tidak, kurasa kami akan menunggu sampai kau siap,” ucap Tiana.

“Terima kasih,” balas Likyter. “Kalau begitu, ayo kita pergi.”

Mereka pun melanjutkan perjalanannya. Lorong bebatuan ini cukup sempit, jalan setapak yang mereka injak pun tidak mulus. Tiba-tiba Likyter mengangkat tangannya ke samping, memberikan kode kepada Tiana untuk berhenti. Tiana ingin bertanya, tapi dia tahu sebabnya setelah melihat ke depan. Monster berbentuk cairan kental berwarna hijau berada cukup jauh di depan, monster itu adalah slime.

“Kalau tidak salah cara mengalahkan slime itu harus dengan sihir, karena diserang secara langsung slime akan membelah diri,” ucap Tiana.

“Iya, aku tahu. Monster yang cukup merepotkan untuk tipe senjata fisik.”

Likyter mengambil pedang setengah lance-nya, mengarahkannya ke depan. Lalu di ujung senjatanya muncul cahaya berwarna kuning cerah, ternyata itu adalah sihir listrik. Dengan cepat, Likyter meluncurkan sihir listrik ke arah slime itu. Seketika slime itu hancur, seperti meledak.

“Kuharap tidak bertemu dengan yang besar,” gumam Likyter.

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka. Likyter berjalan duluan, dan Tiana mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba bebatuan yang berada di atas Likyter bergerak dan jatuh siap menimpa Likyter. Tentu Tiana yang melihat itu langsung berlari.

“Awas!!”

Likyter spontan berbalik badan, dan langsung dikejutkan oleh Tiana yang meloncat ke arahnya. Tiana mendorong Likyter, dan Likyter terdorong. Bebatuan itu langsung jatuh menimpa Tiana. Likyter harus mencerna dengan apa yang baru saja terjadi, dia sekarang sedang duduk dengan wajah kaget.

“Tiana!!”

***

“Apakah dia mati, ya?” gumam Ai.

“Maaf atas kelancangan saya, saya yakin dia mati, nona Ai,” balas salah satu dari yang diberikan tugas membunuh Likyter.

“Iya-iya, terserah. Tapi, entah kenapa aku ragu. Oh iya, bisakah kalian buka tudung kalian? Aku ingin melihat wajah kalian.”

Mereka bertiga pun langsung membuka tudung mereka. Yang di tengah, dia berambut panjang seleher berwarna hijau gelap, dan matanya putih. Di sisi kanan, dia perempuan berambut biru cerah pendek dengan rambut bagian atas kepalanya diikat seperti air mancur, dan matanya putih. Di sisi kiri, ras manusia serigala putih, dan mata kecilnya juga putih.

“Nah, enak kan dilihatnya, dan aku bisa membedakan kalian. Kalau tidak salah namamu Nhat.” Ai menunjuk ke orang berambut panjang seleher hijau gelap. “Kau Kuy.” Ai menunjuk ke arah perempuan berambut biru. “Dan kau Wi…Widirai.” Yang ditunjuk adalah manusia serigala putih itu.

Mereka membungkukkan badannya sedikit, memberikan hormat. “Benar sekali, nona Ai,” jawab Nhat.

“Baiklah, kita tunggu berita tentang Likyter. Apakah kalian berhasil atau tidaknya.”

***

Reruntuhan itu berhasil menimpa Tiana, tapi untungnya hanya kakinya saja. Walau begitu, bagi Likyter itulah bukan sebuah ‘keberuntungan’. Dengan wajah kaget, Likyter berlari menghampiri Tiana yang kakinya sudah tertimpa oleh reruntuhan yang cukup besar.

“Tiana! Bertahanlah!!” teriak Likyter sambil menyingkirkan batu-batu yang menimpa kaki Tiana.

“Li-Likyter… kau tidak perlu sampai berteriak seperti itu…” jawab Tiana lirih.

“Aku…Aku akan menyelamatkanmu! Bertahanlah!!” Likyter semakin mempercepat untuk menyingkirkan bebatuan itu.

Walau kedua tangannya yang tertutupi sarung tangan tergores dan mengeluarkan darah, tapi Likyter terus berusaha menyingkirkan bebatuan itu. Melihat hal itu, tentu Tiana menjadi merasa sedikit sedih. “Likyter, jangan memaksakan diri… Aku…Aku baik-baik saja.”

“…Aku…Aku tidak bisa melindungimu! Padahal aku sudah berjanji untuk melindungimu! Sudah berjanji kepadamu dan kepada temanmu untuk melindungimu!! Tapi… aku…”

“Likyter… kau…” Belum Tiana menyelesaikan kalimatnya, sebuah kejutan datang. Dua slime muncul cukup jauh di depan Tiana.

“Jangan mengganggu!!!” teriak Likyter. Dengan cepat dan penuh amarah tangan Likyter di arahkan ke slime itu. Sebuah cahaya berwarna kuning dengan cepat meluncur ke arah kedua slime itu. Seketika itu juga, kedua slime itu hancur berkeping-keping.

Lengan jaket Likyter yang menyelimuti tangan yang mengeluarkan sihir listrik tadi, hangus memperlihatkan lengan Likyter yang sedikit hangus. Walau begitu, Likyter kembali melanjutkan menyingkirkan bebatuan yang menimpa kaki Tiana.

“…Sudah…Sudah cukup, Likyter, kau tidak perlu memaksakan diri!” Namun, Likyter masih terus menyingkirkan bebatuan itu. Dengan kesal, Tiana memegang salah satu tangan Likyter, kebetulan yang terpegang adalah tangan yang sedikit hangus. “Kau sedang terluka… kenapa kau memaksa menolongku?!”

Likyter tidak menjawab pertanyaan itu, karena dia berhasil menyingkirkan semua bebatuan yang menimpa kaki Tiana. Dengan cepat Likyter mengeluarkan peralatan medis di Bag miliknya. Selesai mengobati kaki Tiana dan mengobati kedua tangan Likyter yang sudah terluka, Likyter melepaskan topi koboinya, lalu menyimpannya di kepala Tiana yang sudah diposisikan duduk. Likyter berbalik, jongkok membelakangi Tiana.

“Aku akan menggendongmu,” ucap Likyter.

Dengan wajah muram, Tiana mendekati punggung Likyter, tanpa mengeluarkan kalimat tsundere-nya. Kedua tangan Tiana melingkari leher Likyter, dan Likyter langsung berdiri dengan kedua tangannya memegang kedua kaki Tiana. Perjalanan pun dilanjutkan, keheningan pun terjadi. Tentu saja karena Tiana merasa sangat bersalah. Akibatnya, Likyter terjatuh dari jurang sampai mendapatkan luka-luka memar cukup banyak. Lalu, kedua tangan Likyter sudah banyak luka-luka gores dan tangan kanan Likyter sedikit hangus.

“Tiana, tentang tadi… Sebenarnya, aku tidak punya alasan khusus,” ucap Likyter memecahkan lamunan Tiana.

“…Bohong…” jawab Tiana pelan.

“Benar, aku tidak punya alasan khusus. Memang benar, aku punya janji untuk melindungimu. Tapi, walau aku membuat atau tidak janji itu, aku tetap akan melindungi orang yang berharga bagiku… Jadi, aku pikir tidak ada alasannya.”

Dari mata Tiana keluar air mata. “Maaf…Maaf…Maaf…”

“Kenapa kau meminta maaf?”

“Ha-Habisnya, gara-gara aku, kau…kau menjadi seperti ini…”

“Tiana, kau tidak perlu meminta maaf.” Likyter menghentikan langkah kakinya. “Itu sudah menjadi tugasku, kau cukup diam manis, biarkan aku menolongmu dan melindungimu.”

“Tu-Tugasmu?”

“Ya, itu adalah tugasku.”

Tiana tersenyum kecil. “Dasar, curang…”

“Hm, apa kau mengatakan sesuatu?”

“Kau…Kau ternyata egois juga.”

“Eh, benarkah? Padahal aku berpikir ini hal yang wajar dilakukan oleh laki-laki.”

Tiana pun memeluk dengan lembut Likyter, dengan senyuman indah terukir di wajahnya. Sayangnya, Likyter tidak dapat melihatnya. Walau begitu, Likyter bisa merasakan kalau keadaan Tiana mulai membaik.

Saat di perjalanan, mereka sering bertemu dengan slime. Likyter memilih untuk kabur karena tidak bisa bertarung dengan Tiana yang terluka, terlebih tangannya masih sedikit terasa sakit akibat luka gores dan luka bakar. Tapi, sayangnya akibat keputusan Likyter itu, dia malah memasuki kawasan yang sangat berbahaya. Di kawasan itulah, boss slime berdiam diri. Tempat yang diinjak oleh Likyter tidak terlihat seperti di dalam gua, malah seperti padang rumput yang sangat luas.

Tentu kedatangan Likyter dan Tiana membuat boss slime itu marah. Boss slime itu berukuran besar, berwarna ungu gelap, mata hitam pekatnya terlihat menyeramkan. Boss itu memfokuskan pandangannya ke Likyter. Dengan cepat, tembakan bola lengket ungu gelap tertembak ke arah Likyter dari mulutnya. Dengan cepat Likyter meloncat ke samping. Kemudian Likyter berlari menjauh boss slime itu.

Likyter menurunkan Tiana, memposisikan Tiana duduk. “Kau tunggu di sini dan jaga topiku.” Selesai mengucapkan itu, Likyter langsung pergi untuk menyerang boss itu.

“Tunggu, Li-” Hendak Tiana mengejarnya, tapi luka kakinya membuat dia harus mengurungkan niat itu. Walau begitu, Tiana tetap berusaha untuk berdiri. Sayangnya, berkali-kali dicoba, Tiana tetap harus terjatuh lagi. Dia memutuskan untuk duduk diam, menundukkan kepalanya. “Jangan mati, Likyter,” gumamnya.

Kembali ke Likyter. Dia berlari mengitari boss itu, supaya pandangan boss itu jauh dari Tiana yang sedang duduk. Likyter juga memancing boss itu agar menjauh dari Tiana, walau sebenarnya jarak Tiana dan boss itu sebelum dipancing cukup jauh. Sekarang boss itu benar-benar terfokus ke arah Likyter.

Beberapa bola lengket milik boss itu keluar dari mulut besar dan mengerikannya. Likyter memilih menghindari bola-bola itu, karena tidak bisa ditangkis oleh senjatanya. Dengan kekuatan Likyter, bola-bola itu bisa saja ditangkis dan terbelah dua. Tapi, sayangnya dia lupa menyimpan senjatanya kembali ke punggungnya, karena harus menggendong Tiana. Masalah kedua pedang kecilnya, dia juga lupa menyimpan di sarung di pinggangnya. Kedua senjata itu sekarang berada di Bag-nya.

Kembali lagi. Boss itu semakin mempercepat tembakan bola yang dikeluarkan, membuat Likyter harus menghindar dengan kecepatan lebih cepat dari sebelumnya. Tapi, tetap saja terkadang Likyter harus terkena serangan bola-bola itu. Likyter benar-benar kewelahan.

Tentu saja Tiana yang melihat hal itu, semakin menyalahkan dirinya yang tidak berguna disaat seperti ini. Air mata keluar dengan deras dari kedua matanya, dan wajahnya memerah. “Kenapa…Kenapa aku tidak berguna disaat seperti ini? Kenapa?!” kesal Tiana.

Tiba-tiba, Tiana merasakan getaran kecil di saku celananya. Tiana merogoh saku itu, dan mengeluarkan ponsel-nya. Ternyata ada sebuah pesan, dan itu dari Rina, sahabat Tiana. ‘Hallo, Tiana. Bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tidak saling memberi kabar. Kabarku baik-baik saja di sini, dan aku tahu kau juga baik-baik saja di sana. Karena aku tahu kau sangatlah kuat dan bisa menjaga diri. Tidak apa, kau tidak balas dengan cepat, karena aku tahu kau pasti sedang sibuk. Sekarang kau pasti sedang berjuang mengalahkan monster-monster bersama dengan teman party-mu. Oh iya, kalau ada waktu luang, mampir kemari. Aku ingin mengobrol langsung denganmu dan teman-teman partymu yang pernah kau ceritakan waktu itu, terutama Vanili dan Likyter. Tiana, selamat berjuang.’ Itulah isi pesan yang diterima Tiana.

Selesai membaca pesan dari sahabatnya itu, Tiana menyimpan kembali ponselnya di saku celana tanpa membalas terlebih dahulu. Lalu, dia mengambil tombak yang sedari tadi tersimpan di punggungnya. Dengan tombak itu dijadikan penompang, Tiana berusaha berdiri lagi. Sekarang dia berdiri seperti dengan bantuan tombak itu, dan dengan perlahan berjalan mendekati boss itu untuk membantu Likyter.

Boss itu tiba-tiba menghentikan menembak bola-bola kepada Likyter, tentu saja itu membuat Likyter merasa aneh. Boss itu memutar badannya ke samping, dia tidak bisa menengok ke samping karena tidak memiliki leher, jadi dia memutar badan. Likyter pun ikut ke arah pandangan boss itu, ternyata Tiana sedang berjalan mendekati monster itu dengan dibantu tombak sebagai penompang.

Tentu Likyter langsung berlari ke arah Tiana, bersamaan dengan itu monster itu siap menembak bola-bola itu ke arah Tiana. Likyter berhasil sampai di dekat Tiana sebelum bola-bola itu. Dengan punggung Likyter, dia melindungi Tiana dan mendapatkan serangan dari bola-bola itu secara bertubi-tubi. Walau begitu, Tiana tidak mengekpresikan kalau dia merasa bersalah atau sedih karena harus dilindungi lagi oleh Likyter. Tiana malah menatap tajam Likyter.

“Kau baik-baik saja, Tiana?” tanya Likyter yang menahan rasa sakit.

“Tidak! Aku merasa sakit di hatiku!!” jawabnya lantang. “Kenapa kau sangat egois sekali?! Kita ini satu party, kan?! Kenapa kau harus berjuang sendiri?! Kenapa kau berlagak seperti pahlawan yang bisa melindungi segalanya dengan sendiri?!” lanjut Tiana meluapkan amarahnya. “Aku…Aku juga ingin melindungimu! Melindungi kalian semua!!”

Bukan wajah murung, atau pun marah. Likyter tersenyum kecil mendengar jawaban Tiana. “Saat Elyna membantuku mengalahkan Shin, seharusnya aku menyadarinya.” Dengan cepat Likyter meloncat untuk menangkap Tiana, ternyata tadi boss itu menembakkan bola-bola itu. Mereka pun bangun, sekarang Likyter berdiri membelakangi Tiana yang masih duduk. “Kau masih ingat dengan apa yang kujawab pertanyaanmu tadi?”

“Iya…”

“Kau tahu… Sebenarnya, itu bukan tugasku. Melainkan tugas ‘penolong’, karena seorang ‘penolong’ harus menolong orang yang ditolongnya. Dan tugas yang ‘ditolong’ adalah diam saja dan biarkan sang ‘penolong’ menolongnya,” ucap Likyter. “Karena itulah, kau pun bisa menjadi ‘penolong’ dan tolonglah orang yang kau anggap perlu ditolong.”

Tiana pun berdiri, dengan senyuman kecil yang sudah terukir. “Entah kenapa, walau kau menjawab seperti itu, tetap saja aku merasa kau egois.”

“Terserah,” jawab Likyter. “Kalau begitu, bisa kau menolongku?”

“Hah, kau meminta izin? Padahal sebelumnya kau tidak meminta izin dan langsung memerintahkan kami.”

“Kalau begitu, saat aku meminta tombakmu, kau lempar dengan sekuat tenaga ke arahku.”

“Baik.”

Likyter pun langsung berlari, membuat boss itu kaget. Boss itu menembaki bola-bola itu, Likyter menghindari dengan lari zig-zag, lalu berguling ke samping. “Sekarang, Tiana!”

Tiana pun melemparkan tombaknya dengan sekuat tenaga, walau dia harus sampai jatuh mendaratkan dahinya ke tanah yang ditumbuhi rumput. Sebuah tangan kegelapan cukup besar keluar dari tubuh Likyter, tangan itu menangkap tombak yang dilempar Tiana. Perlahan, tombak itu diselimuti oleh kegelapan. Kegelapan itu melapisi tombak itu seperti bentuk tombak itu, anggap saja seperti tombak itu membesar tapi warna keseluruhannya adalah hitam.

Boss itu kembali menembakkan bola-bola itu, dan tangan kegelapan itu dengan cepat melemparkan tombak itu ke arah boss itu. Tombak itu berhasil menghancurkan bola-bola itu, dan terus meluncur sampai menancap ke badan boss itu. Saat tombak itu tertancap di badan boss itu, perlahan tubuh boss itu membesar dan akhirnya meledak.

***

Perlahan Tiana membuka matanya, sebuah cahaya matahari menyerang matanya. Tapi, Tiana tetap terus membuka matanya. Saat terbuka dengan sempurna, dia bisa melihat di depannya adalah lapangan tanah tandus. Dia merasakan kalau punggungnya tertempel dengan sandaran yang cukup keras.

“Kau sudah bangun, Tiana.”

Spontan Tiana melihat ke samping, ternyata Likyter sudah bersandar di batu yang cukup besar. Tentu, Tiana tahu dia juga sedang bersandar di batu yang sama dengan Likyter. “Ba-Bagaimana dengan boss slime itu?”

“Dia sudah mati, tenang saja.”

“La-Lalu kita dimana?”

“Kita ada di zona netral tempat kita berpisah dari Vanili dan lainnya.”

“Ja-Jauh sekali…”

“Tidak, kebetulan saat kita keluar dari tempat boss slime itu. Kita sampai di sini. Oh iya, sebentar lagi mereka akan datang menjemput kita.”

“Syukurlah kalau begitu.”

“Tiana, aku minta maaf. Tombakmu hancur saat aku gunakan untuk mengalahkan boss slime itu.”

“Tidak apa-apa, yang terpenting kita selamat. Aku bisa membeli tombak baru yang lebih bagus.”

“Jadi, tombak yang kuberi tidak bagus.”

“Ti-Tidak, tombak yang kau berikan bagus, aku sangat me…me-menyukainya!”

“Heheheh, maaf, aku bercanda.”

“Muuu, kau ini, walau terluka parah dan kelelahan bisa-bisanya kau bercanda.”

“Itulah aku.”

Kemudian tidak ada pembicaraan lagi. Tentu saja Tiana yang mendapatkan situasi ini langsung wajahnya memerah, karena malu duduk dekat sekali dengan Likyter. Terlebih lagi, dia mendapatkan perlindungan dari Likyter sedari tadi… Mendapatkan perlindungan dari orang yang dia sukai tentu bisa membuat perasaannya sangat senang.

Tiana mengalihkan pandangannya ke depan. “A-Anu… Likyter, se-se-sebenarnya… aku… su…” Tiba-tiba pundak Tiana terasa cukup berat, tentu mendapatkan beban itu secara tiba-tiba membuat Tiana tegang. Tapi, sebuah dengkuran kecil membuat rasa tegang Tiana mereda. Wajah tidur Likyter yang bersandar di pundak Tiana bisa dilihat oleh Tiana. Terukirlah senyuman indah Tiana karena melihatnya. “Kau sudah berjuang dengan keras, bahkan sampai kelelahan seperti ini. Terima kasih, Likyter.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro