JALAN KESEMBILAN BELAS: DESA YANG TAK MENERIMA ROH

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di desa yang terlihat sangat sederhana, beberapa gubuk rumah berjejer. Suasannya pun terlihat sangat tradisional, terasa seperti kembali ke zaman dahulu. Walau terlihat seperti di zaman dahulu, tapi semua orang-orang di sini ada juga yang memakai pakaian modern dan tradisional. Desa inilah yang akan menjadi tempat peristirahatan mereka sementara sebelum melanjutkan perjalanan lagi menuju kota Jite.

Tiana, Vanili, Mio, Haru, dan Elyna mencari tempat penginapan. Sedangkan Likyter dan Veronica mencari toko pakaian. Sekarang Likyter dan Veronica berjalan sambil melihat-lihat bangunan gubuk, tepatnya mencari papan bertuliskan kalau itu adalah toko pakaian. Sekarang Likyter mengenakan kemeja biru bermotif kotak-kotak putih yang tidak dikancingkan berlengan pendek, memakai kaos putih, celana abu-abu panjang, sarung tangan hitam, dan topi koboi yang biasa dia gunakan.

"Tuan, apakah jaket Tuan diperbaiki lagi?" tanya Veronica.

"Iya. Tapi, kali ini aku tidak akan menggunakan jaket itu lagi. Dia sudah mengalami kerusakan berulang-ulang kali, jadi aku menyimpannya saja sebagai kenangan."

"Lalu, apakah topi Tuan juga?"

"Kalau topi." Likyter melepaskan topinya, lalu melihat topi koboinya sambil tersenyum kecil. "Aku tidak akan pernah melepaskannya atau menggantinya."

"Apakah topi itu sangat berarti bagi Tuan?"

"Iya. Topi ini penuh dengan kenangan, terutama..."

*NETTTT NETTT NETTTTT

Suara sirine yang keras itu berhasil membuat kalimat Likyter terhenti, dan membuat mereka mencari-cari asal suara itu. Ternyata, suara itu berasal dari robot piring terbang yang berada di atas kepala Veronica. Robot piring terbang itu mengeluarkan cahaya merah yang menyinar ke arah Veronica.

"ROHHH!!" teriak seseorang. "Ada ROHHHH!!!" lanjutnya.

Seluruh pandangan orang-orang di sekitar tertuju ke arah mereka, tepatnya ke arah Veronica. Mendapatkan tatapan dari mereka, terlebih itu adalah tatapan tajam. Veronica langsung memegang tangan Likyter. Walau wajahnya terlihat rata, tapi dari gerakkan bola matanya dia kelihatan ketakutan.

"Tu-Tuan..."

"Ah, pria itu ternyata adalah 'tuan'-nya!"

"Kita tangkap mereka berdua!!"

Dengan cepat Likyter mengambil batu di tanah, melemparkannya ke piring terbang itu. "Lari!" teriak Likyter. Likyter memgang erat lengan Veronica, sekaligus lari menerobos kerumunan orang-orang dengan kasar.

Mereka semua mengejar Likyter dan Veronica dengan penuh amarah. Sedangkan Likyter berlari sekuat tenaga dengan memegang erat lengan Veronica supaya tidak terlepas. Mereka terus berlari, lalu mereka melihat ada beberapa chochobo di dalam kandang kecil. Di depan kandang itu ada seorang pria berpakaian seperti peternak, mungkin pria itu adalah pemilik chochobo. Likyter mempercepat larinya ke arah pria itu.

"Maaf!" Likyter meluncurkan pukulan tepat ke arah kepala pria itu. Pria itu tersungkur, dan pingsan.

"Kenapa Tuan memukul pria itu?"

"Ah, nanti saja penjelasannya. Sekarang kita harus keluar dari desa ini terlebih dahulu." Likyter membuka pintu pagar kandang, menarik keluar satu chochobo yang terlihat sedikit lebih pendek dari yang lain. "Ayo naik!"

"Baik." Dengan bantuan Likyter, Veronica menaiki tubuh chochobo. "Kenapa Tuan tidak naik?" heran Veronica melihat Likyter malah mendekati pria, bukannya menaiki chochobo.

Telinga kanan Likyter ditempelkan ke dada kiri pria itu, masih terdengar detak jantung. "Untung saja." Likyter mengambil Bag, menyimpan di atas telapak tangan kanan yang terbuka pria itu. Likyter mengambil handphonennya, kemudian mengetik jumlah uang. Bag itu pun mengeluarkan uang. "Terima kasih dan maaf," ucap Likyter.

Setelah itu, barulah Likyter menaiki chochobo. "Tuan, kenapa Tuan memberikan pria itu uang?"

"Tentu saja untuk membayar pembelian chochobo ini. Ingat, walau kita dalam keadaan sesulit apapun, sebisa mungkin janganlah melakukan kejahatan."

"Baik, aku akan mengingat hal itu, Tuan," jawan Veronica. "Tapi, kenapa Tuan memukul pria itu?"

"Ka-Kalau itu... kemungkinan kalau tidak dipukul sampai pingsan, pria itu tidak akan memberikan chochobo ini berapapun harganya... Sudahlah! Sebaiknya kita segera pergi!"

Terlihat orang-orang itu semakin mendekat, mereka benar-benar terlihat sangat marah. Bahkan seperti di film-film, ada beberapa diantara mereka memegang senjata tajam atau senjata sederhana lainnya seperti tongkat atau obor. "ROHHHHHH!!!" teriak mereka.

Tali pengemudi pun dipecut dengan keras oleh Likyter, membuat chochobo yang mereka tunggangi berlari kencang ke depan. Likyter mengatur chochobo itu ke arah gerbang. Sekarang, jauh di depan mereka terlihat pintu kayu besar sekali, itulah pintu gerbang desa ini. Likyter mungkin bisa saja sedikit merasa lega karena jalan keluar berada di depan mata, kalau saja pintu gerbang itu tidak dengan perlahan mulai tertutup.

"Pegangan yang kuat!!" teriak Likyter. Veronica spontan langsung memeluk semakin erat tubuh Likyter.

Pintu gerbang itu terus dengan perlahan mulai menutup, sampai akhirnya tertutup sempurna sebelum chochobo yang mereka tunggangi melewatinya seperti di film-film. Walau begitu, Likyter terus memecut tali pengemudi supaya chochobo terus berlari dan tidak berhenti.

Likyter mengangkat tangan kanannya ke depan. "Tidak ada pilihan lain," gumam Likyter.

Tiba-tiba Likyter terbang, bersama dengan chochobo. Ternyata itu ulah dari makhluk bayangan yang dikeluarkan oleh Veronica. Kedua tangan makhluk bayangan besar ini tadi memegang bagian atas dinding pembatas, lalu menarik dengan keras, membuat chochobo bersama dengan Likyter dan Veronica terlempar ke atas melewati dinding pembatas.

Mereka pun sudah keluar dari desa itu, dengan pendaratan yang sempurna. "Terima kasih, Veroinca. Berkatmu, aku tidak perlu mengganti biaya kerusakan pintu gerbang!" teriak Likyter.

"Tentu, Tuan. Tuan kan harus mengumpulkan uang untuk melunasi hutang Tuan kepada Vanili!"

"Ahhhh!! Aku lupa!! Seharusnya tadi aku tidak memberikan uang untuk membayar chochobo ini!"

"Hihihi, Tuan aneh."

Likyter langsung memasang senyuman kecil mendengar pernyataan manis dari Veronica. Memang Likyter sengaja bertingkah konyol dan terlihat bodoh, karena dia ingin sedikit menghilangkan rasa terkejut Veronica karena tiba-tiba diburu. Lalu perlarian mereka pun terus berlanjut, perlarian mencari tempat yang aman.

***

Di markas orang berjubah hitam, tepatnya di ruangan lain. Ruangan ini mirip sekali dengan kamar, karena ada ranjang besar. Mereka bertiga yang sudah membuka tudung mereka, sekarang sedang bersujud di hadapan gadis berpakaian mini dan seksi bernama Ai. Ada aura penyesalan terpancar dari mereka bertiga. Bahkan, wajah mereka tidak bisa dilihat karena menempel ke lantai. "Maafkan kami, nona Ai," ucap yang ditengah.

"Tenang saja, aku sudah menduganya," jawab Ai. "Lagipula, mana mungkin Likyter bisa terbunuh dengan rencana itu, padahal dulu dia pernah menghadapi situasi yang lebih parah dan bahaya dibanding rencana kalian."

"Kami benar-benar minta maaf!"

"Sudahlah, angkat kepala kalian. Kalian sekarang hanya harus membunuh Likyter dan party-nya dengan kekuatan kalian sendiri, sesuai dengan kesepakatan."

Perlahan kepala mereka diangkatkan, dahi mereka berdarah. "Kami akan melakukannya dengan seluruh kemampuan kami."

"Baiklah, aku senang mendengarnya." Ai mengangkat tangannya. "Tapi, sebelum itu kalian harus dihukum terlebih dahulu supaya kalian benar-benar menggunakan seluruh kekuatan kalian." Ai pun menjetikkan jarinya.

Seketika, kelopak mata mereka semakin terbuka, membuat mata putih mereka ingin lepas. Lalu kepala mereka kembali menunduk, tepatnya membentur dengan keras lantai. Mereka bukannya mati, melainkan roh mereka diambil dan dikirimkan ke tempat penyiksaan. Tentu itu ulah dari Ai, orang yang membangkitkan mereka dan seluruh orang berjubah.

"Ah, aku benar-benar kesal!" Ai pun menjatuhkan diri di atas ranjang. "Mereka semua benar-benar tidak berguna."

"Sudahlah, Ai. Mungkin karena mereka semua adalah mayat hidup, jadi mereka payah."

"Oh, partnerku!" Ai langsung bangun dengan semangat, wajahnya begitu terlihat sangat senang sekali. Seperti rasa kesal tadi tidak pernah terjadi. "Kenapa kau lama sekali~?"

Orang bercadar ini berdiri di dekat daun pintu. "Maaf, tadi sepertinya aku keasikan melihat ikan di akuarium," balas partnernya.

"Sudahlah, tak apa." Ai turun dari ranjang, berjalan mendekati partnernya. "Hei, bagaimana kalau kita keluar? Aku ingin beli crape strawberry dengan taburan coklat."

"Baik, ayo kita pergi."

Mereka berdua pun pergi meninggalkan ketiga orang yang tengkurap mati... tepatnya kehilangan roh mereka. Selama di perjalanan, Ai sangat terlihat manja sekali di depan partnernya. Partnernya pun dengan senang hati melayani setiap tingkah manja Ai.

***

Di dalam sebuah bangunan mirip dengan villa, namun sudah hancur karena dimakan usia. Likyter dan Veronica bersembunyi dari kejaran orang-orang itu. Likyter sedang berdiri dekat daun pintu, mengintip ke luar villa lewat celah daun pintu. Di luar sana, beberapa orang dari desa itu sedang mencari-cari mereka.

"Tuan, apakah sudah aman?" tanya Veronica yang berdiri di belakang Likyter.

"Belum. Mereka masih terus mencari kita," jawab Likyter masih terfokus mengintip ke luar. "Sebaiknya kau segera sembunyi, mungkin saja nanti mereka akan kemari."

"Ba-Bagaimana dengan Tuan?"

"Tenang saja, saat mereka terlihat akan kemari, aku akan langsung menyusulmu."

"Ba-Baik..." Dengan berat hati, Veronica pergi meninggalkan Likyter.

"Ngomong-ngomong, kenapa mereka tidak mencoba masuk kemari? Dan kenapa mereka mencari di tempat yang sama?" gumam Likyter. "Apa mereka takut dengan tempat ini, karena terlihat sangat menyeramkan? Padahal mereka ingin menangkap roh, tapi takut dengan tempat tinggalnya. Lucu sekali."

Sebuah getaran dirasakan Likyter dari saku celanannya, langsung dia mengambil handphonennya. "Liky, coba tebak. Sekarang aku ada dimana~?"

"Elyna, itu kau?" jawab Likyter.

"Iya, ini gadis kesayanganmu, Elyna~"

"Elyna, dengarkan aku, sekarang aku-"

"Sebelum itu," potong Elyna. "Coba kau tebak aku sedang dimana~?"

"Elyna, sekarang bukan sa-"

"Benar sekali, aku sedang di toko pakaian dalam~" potong Elyna lagi. "Yah, memang tokonya tidak seperti di desa-desa bagus atau kota. Tapi, di sini banyak sekali jenis pakaian dalam yang bagus. Bahkan, sekarang aku sedang memakai pakaian dalam yang bagus dan seksi. Apakah kau mau melihatnya~?"

"E-Elyna, deng-"

"Akan kukirimkan gambarnya, dan kau boleh menyimpannya~"

"Elyna!" bentak kecil Likyter. "Dengar, sekarang bukan saatnya untuk bercanda. Ada sesuatu yang ingin aku katakan."

"Apa~? Oh, aku tahu. Kau pasti ingin melihat foto aku telanjang bulat, ya~?"

"Elyna..."

"Tehe~"

"Hah... Elyna, beritahu yang lain. Sekarang aku dan Veronica berada di luar desa, tepatnya di sebuah bangunan yang sudah terlihat sangat tua sekali. Kami sedang bersembunyi dari kejaran orang-orang desa itu."

"Eh, ke-kenapa bisa begitu?! Apa yang kalian lakukan?! Apakah kau menggoda gadis desa ini?!"

"Memangnya aku ini laki-laki hidung belang?!"

"Iya."

"Argh..." Likyter mendapatkan tusukan batin tepat di dadanya. "Bu-Bukan karena itu... Hanya saja... tiba-tiba mereka ingin menangkap kami, tepatnya menangkap Veronica."

"Oh, aku mengerti. Orang-orang di desa ini pasti adalah pedofil tingkat akut."

"Kalau memang begitu, kenapa mereka juga ingin menangkapku?"

"Mungkin karena kau adalah penghalang bagi mereka untuk mendapatkan Veronica. Kau kan laki-laki hidung belang berpikiran mesum, dan pedofil sejati."

Lagi-lagi Likyter mendapatkan tusukan batin, dengan bertubi-tubi. "Hah hah hah... Kurasa itu tidak mungkin, kalau memang mereka adalah pedofil tingkat akut, pasti mereka juga mengincarmu dan Haru."

"Be-Benar juga. Tehe~"

"Hah... Kurasa mereka adalah orang-orang yang takut dengan roh, mungkin orang-orang desa itu memiliki pengalaman buruk dengan roh. Karena mereka berteriak 'ROH' saat ingin menangkap kami."

"Baiklah, aku akan memberitahu yang lain. Kami akan menyusul ke sana."

"Tunggu, Elyna. Sebaiknya jangan dulu, kalian menyusul kami saat keadaan membaik. Kalau kalian sampai keluar dari desa itu disaat seperti ini, kemungkinan kalian akan dicurigai sebagai teman kami. Tunggu saja di desa itu, bersikaplah seperti biasa."

"Ba-Baiklah... Hati-hati, Liky."

"Tenang saja, aku akan berhati-hati dan menjaga Veronica."

"Aku akan beritahu yang lain. Hati-hati, Liky. Dah."

Panggilan pun berakhir, dan orang-orang itu pun berhenti mencari. Mereka semua segera pergi dari hutan. Tapi, Likyter tidak akan dengan santainya keluar. Kemungkinan itu adalah jebakan. Jadi, Likyter terus mengitip dari celah daun pintu. Menunggu sampai benar-benar tidak ada bergerakan lagi dari mereka.

Perlahan, pandangan Likyter mulai kabur, kepalanya pusing. Namun rasa pusingnya seketika menghilang setelah Likyter menutup matanya. Likyter pun membuka matanya, dan betapa terkejutnya dia dengan apa yang dilihatnya sekarang. Daun pintu yang tadi terlihat lapuk dan rusak, sekarang terlihat bagus berwarna putih. Bukan hanya itu, keramik yang dia injak pun menjadi bagus tidak seperti sebelumnya yang rusak.

"Ke-Kenapa bisa berubah? Se-Sejak kapan?" heran Likyter. Sekarang dia sedang menengadah, langit-langit ruangan terlihat sangat bagus sekali. Terasa seperti dia berada di dalam bangunan mewah super indah.

Likyter pun berbalik badan, dia bisa melihat ada dua tangga melengkung yang menempel di dinding sisi mengarah ke atas. Keadaan bangunan ini benar-benar berubah dari sebelumnya, terlebih hanya dalam sekejap mata.

Ingin rasanya Likyter menelusuri tempat ini, tapi sebuah suara yang terdengar seperti pintu terbuka membuat dia harus mengurunkan niatnya. Ternyata seorang gadis berambut emas panjang, gaun hitam, berkulit putih, iris mata hijau muda, tingginya kira-kira sedada Likyter, dan dadanya sedikit besar. Gadis itu hanya berdiri mematung setelah dilihat oleh Likyter, begitu juga dengan Likyter yang langsung mematung melihat gadis itu.

"Veronica?!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro