JALAN KEDUA: PEMBUNUH

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka dihadang oleh dua serigala dan satu kadal. Kedua serigala itu berlari ke arah mereka, sedangkan kadal menjulurkan lidah panjangnya. Likyter menangkis lidah kadal itu, dan kedua serigala itu sudah meloncat menyerang Likyter. Vanili langsung menembak kedua serigala itu, Likyter maju untuk menusuk kadal itu. Mereka berhasil mengalahkan ketiga monster itu.

"Keren!" kagum Vanili.

"Sudah kuduga, kau memang cocok di belakang," balas Likyter. Dia langsung menyimpan senjatanya.

"Iya, hihihi."

"Oh iya, kelihatannya kau sangat ahli dalam menembak."

"Benar, level menembakku sangat tinggi. Aku bisa menembak ujung tanduk serigala itu tanpa harus membidiknya dulu." Secara cepat dia menembak ujung tanduk mayat serigala itu, lalu ujung tanduk itu hancur.

"Kenapa menghancurkan tanduknya? Itu cukup banyak orang yang membutuhkannya. Mungkin aku bisa melunasi hutang..." Vanili langsung menembak ujung tanduk serigala yang satu lagi. "Kenapa kau menembaknya lagi?"

"Maaf, aku tidak sengaja."

"Benarkah?" Likyter mendekati mayat-mayat monster itu, dan menempelkan benda besi itu lagi.

"Oh, apakah itu yang namanya Bag?"

"Iya."

Bag adalah semacam benda pengambil bahan, bisa dibilang item. Mirip dengan di game, tidak semua item dari monster yang jenisnya sama akan sama. Misalnya, di mayat serigala yang pertama Likyter mendapatkan tanduk dan kulit saja. Sedangkan di mayat satu lagi, Likyter mendapatkan uang dan dagingnya saja. Bag juga bisa berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang, dan barang itu bisa diambil dari ponsel. Simpan Bag di tanah, pilih barang yang diinginkan di ponsel, dan nanti akan muncul barang itu.

"Orang yang membuat Bag pasti orang yang luar biasa pintarnya, ya. Kita tidak perlu susah-susah menyimpan dan mengeluarkan barang tertentu."

"Memang benar. Oh iya, Vanili. Di depan sana kelihatannya ada desa, kita ke sana dulu."

Mereka berjalan menuju desa yang dimaksud Likyter. Desa ini tidak terlalu besar, mungkin mirip dengan zona netral di game. Ada beberapa petualang, orang-orang biasa, pedagang, dan papan quest.

"Vanili, aku akan menjual dulu item. Kau tunggu di sini."

"A-Aku ikut."

"Baiklah, jangan jauh-jauh dariku."

Likyter berjalan menuju salah satu pedagang, diikuti oleh Vanili. Pedagang itu menyambut kedatang mereka berdua dengan senyuman ramah.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan, Nyonya?" tanya pedagang itu.

"Aku ingin menjual item," jawab Likyter.

"Baiklah." Pedagang itu mengeluarkan ponselnya, begitu juga dengan Likyter.

Cara menjual di dunia ini hampir mirip dengan cara mengirim uang. Cukup memilih item yang ada di Bag, tentukan jumlahnya, lalu kirim melalui infra merah. Cara menjual juga bisa dari jauh tanpa harus di tempat yang dagang. Tapi, harus punya alamat e-mail sang pedagang. Setelah item-nya sudah dikirim, otomatis uang akan langsung terkirim balik, bisa dibilang langsung dibalas.

"Vanili, aku akan kirim uangnya langsung kepadamu."

"Ba-Baik."

Jumlahnya hanya tiga puluh empat ribu gil. Likyter berencana untuk mencicil hutangnya. "Bagaimana kalau kita ambil quest, untuk melatih kerja sama kita?" lanjut Likyter.

"Bo-Boleh. Tapi yang mudah, ya."

Cara menerima quest di sini cukup melihat dan kerjakan. Misalnya quest itu adalah mendapatkan item berjumlah tertentu, tinggal mendapatkan item itu, lalu kirim item itu, tentu harus menulis ID email atau menggunakan sensor barcode sang pemberi quest. Kalau quest-nya adalah membunuh monster. Di posternya akan ada kode monsternya, nanti akan muncul data monster itu dan jumlah yang dibunuhnya. Saat berhasil membunuh monster yang ditentukan, otomatis akan muncul tanda quest selesai, dan hadiahnya.

"Bagaimana kalau yang ini?" Likyter menunjuk poster dengan quest mengumpulkan item lidah kadal berjumlah empat.

"Itu terlalu mudah."

"Lalu, kau mau yang seperti apa?"

"Hm..." Vanili melihat seluruh poster-poster quest yang tertempel di papan. "Bagaimana kalau ini?" Quest yang ditunjuk Vanili adalah harus membunuh bos kadal.

"Jaraknya jauh, kita harus melewati kota Futi dulu. Tapi, kalau kau mau, nanti kita kerjakan quest ini. Bagaimana?"

Vanili mengangguk tanda menyetujui.

"Baiklah." Likyter pun memasukan kode monster itu.

Vanili mencari lagi quest lain. "Bagaimana kalau yang ini?" Quest-nya adalah menghibur kepala desa ini, buat dia tertawa.

"Tidak."

"Kalau yang ini?" Quest-nya adalah mengajari seorang anak kecil berpedang.

"Kalau itu hanya aku yang bekerja."

"Ini?" Quest-nya adalah mengintai seorang pria, quest ini diberikan dari sang istrinya.

"Aku tidak mau terlibat masalah rumah tangga orang lain. Kenapa semua quest yang kau pilih selalu aneh?"

"Karena semuanya mudah."

Likyter langsung membuang napas panjang. "Aku saja yang menentukan. Kita lakukan quest ini!" Quest-nya adalah membunuh seorang pembunuh.

"Li-Likyter, kau ingin membunuh? Apa kau pisikopat?" Vanili gemetar takut.

"Ma-Maaf, maksudku yang ini." Likyter menunjuk poster yang di sebelahnya. Quest-nya adalah membunuh special monster yang berada di daerah ini.

"Oke, ayo kita ambil!"

Setelah memasukan kode monsternya, mereka berjalan mencari tempat yang dikatakan sang pemberi quest. Lalu sampailah mereka di tempat tersebut. Terlihat di sana sudah ada serigala bertanduk seperti yang sebelumnya mereka temui, hanya saja ukurannya lebih besar.

"Aku akan memancingnya, kau terus serang dia," jelas Likyter.

"Baik."

Likyter maju sambil mengambil senjatanya, dia mengubahnya menjadi lance. Serigala itu mengayunkan tangannya yang besar, berhasil ditahan. Tangan yang satu lagi akan menyerang, tapi dicegah oleh tembakan dari Vanili. Tembakannya berhasil ditahan oleh tangan satunya lagi, tapi dengan begitu Likyter bisa menancapkan lance-nya ke tangan satu lagi.

"1000 volt!" Tegangan listrik mengalir dari tangan Likyter ke lance-nya.

Otomatis serigala besar ini mendapatkan serangan kejutan itu, tapi hanya membuatnya mundur dan terluka bakar di bagian tangan yang ditancapkan lance itu. Serigala itu mulai kehilangan keseimbangannya, dan akhirnya menjatuhkan diri. Kesempatan ini diambil oleh Likyter untuk menyerang, tapi serigala itu tidak diam saja, serigala itu mengeluarkan teriakan yang membuat mereka berdua harus sakit di telinga dan terdorong beberapa meter akibat hembusan anginnya.

"Vanili, kau masih kuat?" Likyter membantu Vanili berdiri.

"Iya, aku masih bisa."

"Apa kau bisa mengeluarkan sihir element atau serangan special?"

"Aku bisa saja membuat hujan peluru, tapi butuh waktu."

"Berapa lama?"

"Semakin lama, maka semakin kuat. Bahkan bisa berjam-jam. Kalau yang paling cepat, tiga puluh detik."

"Baiklah, itu cukup." Likyter menyimpan kembali senjatanya. Lalu menyimpan Bag di telepak tangannya, kemudian mengeluarkan senjatanya yang baru. Senjata ini adalah sebuah pedang kecil, dua buah. Dia menyimpan senjata itu di pinggangnya. "Sebaiknya kau tetap di sini, aku akan mengulur waktu." Likyter lalu maju.

Vanili membuka tempat amunisi, mengganti semua pelurunya menjadi peluru kecil. Dia menutup matanya, lalu sebuah lingkaran sihir berwarna biru muncul di bawah kakinya. Sedangkan Likyter, sekarang sedang berlari dan bersiap untuk menyerang.

Serigala itu bersiap untuk mengeluarkan teriakkannya lagi, tapi Likyter langsung mengubah arah dengan berlari memutar untuk ke belakangnya. Karena serigala itu masih duduk akibat serang listrik besar tadi, maka serigala itu hanya bisa menggerakan kepalanya ke samping, tapi tidak ke belakang. Serigala itu hanya bisa pasrah dengan serangan yang akan diluncurkan Likyter yang mengarah ke bagian atas kepalanya. Tapi ternyata tidak, serigala itu menggulingkan badannya. Sekarang serigala itu bisa melihat Likyter yang sedang melayang di udara, dan akan meluncurkan teriakannya. Likyter terkena serangan itu dan terhempas cukup jauh di udara.

"Sekarang!" teriak Likyter.

"RAM!"

Vanili menyatukan bagian atas kedua pistolnya, mengangkatnya ke atas, menarik pelatuk keduanya bersamaan, dan lingkaran sihir besar berada tepat di atas serigala itu. Hujan peluru datang dengan cepat dan banyak. Setelah itu, Vanili ambruk.

Serigala itu sudah bersimbah banyak darah, bahkan darahnya berhasil menyelimuti seluruh tubuhnya. Likyter akan mendarat dari langit. Sebelum sampai di tanah, Likyter melemparkan kedua senjatanya itu, setelah menancap ke tanah muncul ledakan. Karena ledakan itu, Likyter terhempas lagi tapi kali ini jaraknya tidak tinggi. Likyter melakukan itu untuk mengurangi resiko turun dari ketinggian, dengan mengubah jarak jatuh dari ledakan itu. Dia berhasil mendarat dengan selamat, lalu mengambil kembali kedua senjatanya dan menyimpan di sarung pinggangnya.

Likyter bisa melihat Vanili tidak bergerak karena banyak mengeluarkan energi, tapi masih bernapas. Dia pun menghampiri Vanili dan jongkok di dekatnya.

"Sepertinya cukup beresiko juga," komentar Likyter.

"Semakin besar area serangannya, semakin besar juga MP yang harus aku keluarkan."

"Seharusnya kau bilang dari tadi, kalau tahu begitu aku tidak akan memintamu untuk mengeluarkan kekuatan itu."

"Tapi, aku ingin sekali membantumu. Aku tidak ingin menjadi beban untukmu."

Pipi Likyter sedikit memerah, dia memalingkan pandanganya. "Begitu, ya... Oh, iya. Memangnya kau harus meneriaki nama kekuatan itu? Kalau tidak salah namanya RIM, kan?"

"Namanya RAM!" protes Vanili dengan tenaga yang tersisa. "Tidak, aku hanya ingin meneriakkannya, supaya keren."

"Apa itu singkatan?"

"Iya, singkatan dari Rain Ammo."

"Apa kau bisa mengeluarkan serangan special selain itu?"

"Aku hanya menguasai serangan special itu."

"Mungkin biar aku bantu kau duduk, kelihatannya kau tidak nyaman di posisi itu."

"Seharusnya kau menawarinya sedari tadi." Likyter membantu Vanili untuk duduk. "Sebaiknya kau segera ambil item-nya, dan jual untuk mencicil hutangmu."

"Kalau begitu, nyalakan infra merah di ponselmu."

"Untuk apa?"

"Tentu saja untuk mendapatkan alamat e-mail-mu agar bisa mengirim sebagian item-nya kepadamu dengan sistem membagi rata. Aku merasa tidak enak mendapatkan item itu untukku sendiri, padahal kau membantuku."

"Tidak apa-apa, kalau kau ambil sendiri mungkin hutangmu akan cepat lu..."

"Kau sudah kehilangan tenaga, dan aku mengambil semua item itu hanya untuk diri sendiri. Aku pasti pria yang menyedihkan. Sudahlah, cepat nyalakan infra merahnya."

Dengan malu-malu dan senyuman kecilnya, Vanili mengambil ponselnya dan menyalakan infra merahnya. "Kau pria yang baik."

Ada yang namanya sistem 'membagi rata', yaitu membagi dengan acak item yang didapatkan dalam sebuah party dengan rata. Tapi, sistem ini memiliki kelemahan, yaitu sama jumlah. Sistem ini hanya membagi dengan jumlah yang sama, tidak peduli walau itu item yang mahal. Maka dari itu, Vanili menyuruh Likyter mengambilnya untuk diri sendiri, karena mungkin ada item yang mahal dan malah Vanili yang mendapatkannya.

Setelah mayat serigala itu masuk ke Bag, pengolahan item dimulai, dan sistem pembagian otomatis berjalan. Mereka mendapatkan tiga item, dan yang paling beruntung adalah Vanili. Dia paling banyak mendapatkan item yang mahal.

"Likyter, bagaimana kalau item-nya ditukar?"

"Tidak, itu jatahmu. Sebagai ketua, aku tidak boleh mementingkan masalah pribadi. Lagipula wajar saja kau yang mendapatkan item mahal, karena kau yang mengalahkan serigala itu."

"Baik, tapi kalau kau membutuhkannya tinggal minta."

"Kau ini cukup keras kepala juga."

Quest selesai, dan mereka secara otomatis mendapatkan hadiahnya. Hadiahnya adalah satu item batu bulan, dan uang sejumlah 10000 gil. Sistem pembagian rata otomatis berjalan, dan yang mendapatkan uang adalah Vanili.

"Apa sekarang kau bisa jalan?" tanya Likyter.

"Bisa," jawab Vanili. Dia memasang wajah tersenyum untuk meyakinkan Likyter.

"Kalau begitu, ayo kita pergi." Likyer mengulurkan tangannya.

"Iya." Vanili menerima uluran tangan Likyter.

Mereka kembali ke desa, tapi di tengah jalan, mereka mendengar jeritan kesakitan dari seseorang di suatu tempat. Mereka langsung berlari menghampir suara itu berasal. Setelah sampai, mereka melihat ada dua pria berpakaian zirah sudah tergeletak di tanah, mereka bersimbah darah. Seorang gadis berambut biru pendek, pakaiannya terlihat seperti seragam sekolah dengan rok abu-abu selutut, iris mata hitam, dan ada katana di tangannya. Gadis itu menyadari keberadaan dua tamu yang baru datang, dan bersiap untuk menyerang mereka.

"Vanili, biar aku saja yang mengurusnya, kau diam di sini," perintah Likyter.

"Baik."

Likyter memilih menggunakan kedua pedang kecilnya, dengan diposisikan ke bawah. Likyter hendak maju, tapi dia sedikit bingung dengan posisi kuda-kuda lawannya itu. Gadis itu memposisikan kaki kanannya ke depan, katananya di dekat pinggang, dan jarak tangan di pegangannya cukup jauh. Karena melihat lawannya sedang memperhatikannya, gadis itu melesat menyerang Likyter dengan menusuk ke kepalanya. Tapi Likyter menyadarinya, dan hanya menghindarkan kepalanya ke samping. Setelah serangannya meleset, gadis itu meloncat ke belakang, dan berkuda-kuda seperti itu lagi. Lalu gadis itu mengayunkan katanannya ke samping, mengarah dada lawannya. Likyter jongkok, lalu bersiap untuk menendang badannya, tapi gadis itu sudah meloncat ke belakang. Likyter berdiri, dan berlari ke arahnya. Gadis itu kaget, jadi dia menusuk ke arah dada lawannya itu. Tapi, Likyter bisa menahannya dengan menyilangkan kedua senjatanya ke depan dadanya, dan sebelum ujung katana itu sampai ke dada Likyter, dia sudah mengangkatnya ke langit. Jadi, ujung katana itu meleset ke atas. Karena pegangannya yang tidak kuat, katana itu lepas dari tangannya. Kemudian kedua belati sudah ada di depan leher gadis itu.

"Siapa namamu?" tanya Likyter dengan wajah biasa.

"Bu-Bunuh saja aku!" bentak gadis itu.

"Aku tidak punya alasan untuk membunuhmu."

"Karena aku adalah pembunuh!"

"Pembunuh? Kurasa kedua pria itu bukan diserang o..."

"Aku sudah membunuh mereka berdua dan sudah membantai panti asuhan! Itu aku!"

Likyter tidak berkata apa-apa lagi, malah dia langsung menyimpan kedua senjatanya itu ke sarungnya lagi. Likyter berbalik. "Mungkin saat kita bertemu lagi, aku sudah tahu namamu. Oh iya, namaku Likyter." Likyter berjalan menghampiri Vanili, meninggalkan gadis itu.

Gadis itu hanya berdiri dengan wajah kaget, dan bingung. Akhirnya, gadis itu berbalik, mengambil katanannya, dan pergi. Sedangkan Vanili, dia sebagai penonton mungkin punya pertanyan tentang pertarungan tadi.

"Li-Likyter, kenapa kau melepaskannya?"

"Aku tidak punya alasan membunuh atau menangkapnya."

"Ta-Tapi, dia kan yang sudah membunuh kedua pria itu."

"Tentu saja, aku pasti akan menangkapnya. Tapi, itu pun kalau dia memang pembunuhnya."

"Eh? Apa maksudmu?"

Likyter tidak menjawabnya dan memutuskan untuk jalan meninggalkan Vanili.

"Hei, Likyter, apamaksudmu? Hei!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro