27. Hyun Ae's First Experiment

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Sedang apa, Ae-chan?”

Aku terlonjak kaget. Aku menoleh ke samping dan dapati kepala Kyuhyun menyembul di belakangku dan dagunya ia tempelkan di bahu kiriku.

“Kau mengagetkanku, Bby,” ucapku seraya mengerucutkan bibir.

Ia mencium pipiku sekilas. “Maaf. Maaf. Tapi, aku penasaran. Kau sedang apa di sini? Di dapur.”

“Kau tidak lihat, hm?” Aku menunjuk ke arah meja, dimana terdapat mie, telur, tepung, dan bahan-bahan masakan mentah lainnya.

Kyuhyun mengernyit, lalu menatap manik hazel-ku. “Untuk apa semua itu?”

Aku memutar bola mataku kesal. “Tentu saja untuk dimasak, Cho Kyuhyun yang pintar.”

Kyuhyun mengerjap. Bibirnya sedikit terbuka. “Kau yakin, Ae-chan?” Ia menatapku horror.

Aku mendorong tubuhnya untuk sedikit menjauh dariku. Kuletak
kan kedua tanganku di pinggang membentuk siku-siku—berkacak pinggang—lalu menatapnya tajam.

“Kenapa kau menatapku seperti itu, eoh? Kau meragukanku? Kau tidak percaya jika aku bisa ... memasak?” Aku sengaja mengecilkan suaraku saat mengucapkan kata ‘memasak’.

Kyuhyun terlihat salah tingkah. Ia menggaruk tengkuknya yang aku pastikan tidak gatal sama sekali.

“Bu-bukan begitu, Ae-chan. Hanya saja—”

“Apa?” kupotong ucapannya. Aku menatapnya galak.

Siapa yang tidak kesal jika suamimu sendiri meragukan kemampuanmu dalam memasak? Ya .... walau harus kuakui, aku tidak begitu pandai dalam urusan dapur. Tapi, 'kan, tetap saja ... aku berusaha untuk belajar masak.

Kyuhyun seperti tidak menghargai usahaku untuk memperbaiki kualitas memasakku demi dia.

Eerr ... Begini, Ae-chan—”

Ah, aku tidak ingin mendengarnya!

Stop, Kyubby!” Aku menempelkan jari telunjukku tepat di bibirnya. “Aku akan memasak. Mencoba resep baru dari Indonesia. Dan bahan utamanya juga tidak sulit. Kau hanya perlu duduk di sini,” aku menggiring Kyuhyun untuk duduk di salah satu kursi yang ada di dapur, “dan melihatku memasak. Kau cukup menjadi juri masakku. Call?”

Ia menghela napas pasrah. “Call!” Ia menarik pipiku ke atas. “Waktu yang dipakai untuk berdebat denganmu itu bisa digunakan untuk membuat lima jenis masakan.”

Aku tersenyum lebar. “Kalau begitu ... jangan protes. Diam saja di situ.”

Kyuhyun mengangguk. Ia menopang pipinya dan memerhatikanku yang tengah sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk menu baru yang aku sendiri pun baru kali ini mencobanya.

Semoga saja eksperimen pertama tidak gagal.

Aku mengeluarkan sebungkus mie instan asal Indonesia yang aku beli di supermarket kemarin sore. Aku tidak menyangka akan mendapatkan mie instan yang ada di resep semudah ini. Tadinya aku akan mengganti mie itu dengan ramen.

Aku mulai merebus mie itu di dalam panci berukuran sedang yang sudah terisi air panas. Tinggal menunggu sekitar tiga menit.

Aku memecahkan sebutir telur dan memasukkannya ke dalam mangkuk lalu mengocoknya. Bumbu mie tadi aku campurkan bersama telur dan mengaduknya hingga rata.

Aku memasukkan dua sendok makan tepung ke dalam mangkuk berisi telur dan bumbu mie, lalu mengaduknya kembali.

Sudah tiga menit. Aku mengangkat panci yang berisi mie dan membuang air rebusannya. Lalu meniriskannya sebentar sebelum akhirnya kumasukkan ke dalam adonan tadi. Aku mengaduk mie dan adonan itu hingga tercampur rata. Setelahnya, adonan mie itu aku masukkan ke dalam tempat berbentuk persegi panjang berbahan dasar Polypropylene kemudian mengukusnya selama lima belas menit.

Selagi mengukus adonan, aku menghampiri Kyuhyun yang masih setia memerhatikanku. Kutarik kedua sudut bibirku hingga membentuk sebuah senyuman.

“Bau amis.”

Senyumku luntur. Wajahku berubah masam saat Kyuhyun berbicara tadi. “Kalau bau amis, kenapa masih ada di sini? Pergi sana.” Aku mengibaskan tanganku, mengusir Kyuhyun.

“Kau yakin?” Kyuhyun mengangkat satu alisnya. “Tadi kau sendiri yang menyuruhku menunggu di sini.”

“Aku tidak menyuruhmu menunggu!” hardikku galak.

Kyuhyun tersenyum setengah. “Kalau aku pergi, siapa yang akan mencoba eksperimen pertamamu ini, Ae-chan? Aku tidak mungkin membiarkanmu memberikan masakanmu pada Hae Jun ataupun Yeong Ri. Mereka bisa mati, Ae-chan.”

Aku menatapnya nyalang. Darah dalam otakku serasa mendidih. Aku menggebrak meja lalu meninggalkannya sendiri seraya berkata, “Terserah!”

Aku kembali berkutat dengan percobaan pertamaku. Aku menyiapkan tepung roti di atas tempat plastik tipis yang panjang. Aku menaburi tepung roti di atasnya. Membuat tangan, wajah, dan celemek yang kupakai menjadi kotor.

Aku kembali mengocok sebutir telur yang telah kupisahkan dari cangkangnya dengan garam secukupnya. Aku melirik jam yang menempel di dinding dapur.

Sudah lima belas menit.

Aku mengangkat adonan yang sudah dikukus tadi, lalu membiarkannya menjadi padat, tidak lembek. Setelah padat, aku mulai mengeluarkannya dengan hati-hati agar tidak rusak. Lalu kupotong kecil-kecil seperti dadu—kotak—. Aku menggulung potongan-potongan tadi dengan tepung roti.

Aku mulai memanaskan minyak yang ada di dalam wajan di atas kompor gas. Setelah cukup panas, aku memasukkan adonan yang sudah diselimuti tepung roti ke dalam wajan berisi minyak panas dengan api sedang. Aku menggorengnya hingga warnanya berubah kecokelatan.

Aku terus melakukan hal yang sama beberapa kali. Hingga adonan itu habis tergoreng. Aku menaruhnya di atas piring putih, menatanya, dan memberikan sedikit hiasan agar terlihat menarik. Aku menghirup aroma yang menguar dari hasil eksperimen pertamaku.

Aku membawa hasil percobaan-ku ke hadapan Kyuhyun. Pria itu menatapku bingung. Lalu ia memandang hasil karyaku dengan pandangan takjub. Ah, bukan ... Seperti tatapan ... tidak percaya?

“Apa ini?” Ia mengambil satu potong dan memerhatikan bentuknya.

“Itu namanya nugget mie,” ucapku datar.

Nugget mie?” Ia terlihat bingung.

“Cobalah. Dimakan dengan di lumuri saus cabai atau mayonaise akan lebih enak.”

Kyuhyun mulai mencelupkan potongan nugget kedalam saus cabai yang kusiapkan bersama nugget mie—dan juga mayonaise—.

Ia memulai gigitan pertamanya lalu mengunyah nugget itu hingga masuk ke dalam lambungnya. Ia diam. Tidak menunjukan reaksi apapun. Aku menatapnya khawatir.

Tidak enak, kah?

Kyuhyun menatapku. Aku tidak bisa menebak apa yang ia rasakan. Bibirnya terbuka, mengatakan...

“Enak!”

Aku mematung. Kyuhyun bilang apa tadi? Enak? Dia tidak sedang berbohong, ‘kan? Dia tidak sedang berusaha menghiburku karena masakanku yang buruk seperti biasanya, ‘kan?

Uso!”

“Akwuh ... twidak ... berbwohwong.”

Aku tidak berbohong. Kyuhyun mengucapkannya dengan mulut yang penuh dengan nugget. Kyuhyun bahkan memasukkan satu potong nugget utuh ke dalam mulutnya.

“Buka mulutmu.” Kyuhyun sudah siap dengan sepotong nugget di tangan kanannya.

Aku ragu. Ya, aku ragu dengan masakanku sendiri. Bagaimana pun, memasak adalah kelemahanku.

Baru saja kubuka mulut, Kyuhyun sudah memasukkan potongan nugget berlumur saus cabai yang tadi di pegangnya ke dalam mulutku. Aku melotot. Tapi, sepertinya Kyuhyun tidak peduli. Mulutnya sibuk memakan nugget.

Gigi-gigiku mulai mengunyah nugget yang tadi disuapi—paksa—Kyuhyun padaku. Lidahku mulai mencecap rasanya. Aku mengerjap. Mataku berbinar-binar.

“Enak.”

Kyuhyun tersenyum. “Sudah ku bilang, ‘kan? Ini enak.” Ia kembali memakan nugget. “Percobaan pertama-mu berhasil, Ae-chan.”

Ia mendekatkan wajahnya padaku. Lalu bibirnya mengecup pipiku. Kyuhyun tersenyum jahil. Pasti wajahku merah (lagi).

Ugh! Bibirmu berminyak, Bby!” ucapku pura-pura kesal.

Kyuhyun terkekeh. “Baiklah. Aku akan mencuci bibirku agar tidak berminyak,” jeda dua detik, “lalu aku akan melumat habis bibirmu.” Ia menyeringai.

Yak!”

“Hahahaha.”

“Dasar mesum!”

“Aku tidak peduli.”

Ahjussi byuntae!”

"Walaupun umur ‘Ahjussi’, tapi kau tetap memanggilku ‘Oppa’. Iya, ‘kan, Ae-chan?”

“Berisik! Diamlah!”

“Wahahaha .... wajahmu seperti ubi rebus. Hahaha.”

“MATI SAJA SANA!” []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro