Part 12: Time & Truth

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Kau akan apa?!" Bernard terperanjat. Ia menatap Will dengan raut kaget. Will tahu teman-teman semejanya belum pulih oleh keheranan karena Mrs.Alyson yang tiba-tiba kesekolah ini untuk bertemu Isabelle.

"Pikirkan lagi Will," ujar Kyle. Hanya ia yang tidak tampak terkejut.

"Kenapa kau tiba-tiba mau drop out?" tanya Natasha, tak kalah kaget.

"Aku akan pindah ke luar negeri minggu depan," Will alasan, agar tidak ada yang mencarinya.

"Kebiasaan konglomerat," Natasha mendesah. "Kenapa? orang tuamu sedang mengembangkan usaha di negara lain?"

"Semacam itu," jawabnya ambigu.

"Aku bahkan tidak pernah tahu orang tuamu, mereka sangat sibuk ya," kata Bernard.

"Begitulah," Will mengangguk.

"Aku bahkan tidak pernah melihat foto Mr dan Mrs. Blanford. Tak sekalipun di majalah," Natasha mengerutkan kening.

"Ehm, mereka bukan tipe yang suka dikenal," Will mencari alasan yang biasanya digunakan manusia.

"Tunggu, aku bahkan tidak tahu nama orang tuamu Will. Teman macam apa aku," kata Bernard.

"Tidak perlu repot-repot, toh kau tidak akan pernah bertemu mereka," kata Will, berusaha tersenyum. Semakin lama berada di sekeliling manusia, semakin menyusahkan, pikirnya. Kyle membuat raut serius yang aneh, sambil mengangguk-angguk menunjukkan dirinya masih mengikuti pembicaraan. Will tahu Kyle diam-diam berusaha sekuat tenaga menahan tawa.

"Kau tetap akan menghubungi kami kan walaupun sudah berbeda negara?" tanya Natasha. Tidak akan, batin Will spontan.

"Tentu saja," sambil tersenyum, ia memberi jawaban yang sewajarnya diberikan manusia. Namun, Will bertekad akan menghapus seluruh kontaknya dengan dunia manusia. Ia tidak bisa lagi asal menghapus ingatan manusia seperti dulu. Perjanjian antara Underworld dan Caleum semakin lama semakin rumit demi kepentingan manusia. Melanggar peraturan bisa mengakibatkan peperangan yang menyusahkan dan menunda tujuannya. Walaupun begitu, jika terpaksa ia akan menghapus ingatan mereka.

Setelah perdebatan cukup panjang tentang pesta perpisahan untuk Will, akhirnya Will bisa keluar dari kantin ini. Ia terpaksa mengiyakan usulan Natasha tentang pesta itu, karena telinganya sudah sakit mendengar paksaan mereka.

Sambil membawa beberapa berkas ditangannya, ia melenggang di koridor menuju ke school office. Urusan di dunia manusia ini semakin hari semakin rumit. Ia tidak bisa asal muncul dan menghilang begitu saja. Jika ingin berada di antara manusia tanpa terusik, ia terpaksa mengikuti aturan yang ada. Manusia memiliki badan intelijen khusus untuk melacak orang-orang dengan identitas yang tidak jelas. Dan Will tahu, didalam intelijen khusus itu ada secret inner circle yang mengetahui tentang Demons dan benda-benda mistis yang ada didunia ini bukan sekedar fantasi semata. Secret inner circle itu terdiri dari manusia-manusia yang memiliki penglihatan lebih. Mereka menyebut diri sebagai The Nox. Will tidak pernah bersinggungan langsung dengan mereka, tentu saja. Bagaimanapun The Nox hanyalah kumpulan manusia, mereka hanya berurusan dengan Demons rendah.

Begitu pintu kaca buram kantor sekolah itu terbuka, Will langsung menuju Mrs.Lewis.

"Will. Kau sudah membawa surat persetujuan dari orang tuamu?" Ia mendongak dari kertas yang sedang dibacanya. Will langsung menyerahkan sebuah surat yang dibuat oleh salah satu bawahannya. Ia bahkan tidak membaca isinya apa.

"Ini, Mrs.Lewis."

"Bagaimana? Apa Mr. atau Mrs.Blanford bisa menepati undangan sekolah? Sesuai prosedur, pihak sekolah harus menemui orang tua murid yang memutuskan untuk drop out," kata Mrs.Lewis.

"Tidak. Mereka benar-benar sibuk. Namun, anda bisa menelfon mereka langsung, Mrs.Lewis." Will sudah mewanti-wanti bawahannya untuk berpura-pura menjadi Mr. dan Mrs.Blanford jika pihak sekolah menelfon. Mrs.Lewis memandangnya sambil memicingkan mata, tampak ragu. Will tergoda untuk menghipnotis petugas administrasi banyak aturan ini.

"Baiklah, aku pasti akan menelfon mereka," kata Mrs.Lewis akhirnya. "Sekarang bawa berkas ini ke kantor kepala sekolah." Ia menyerahkan selembar kertas lagi pada Will. Apa lagi ini? Pikir Will.

"Untuk apa?" tanya Will sambil mengangkat alis.

"Meminta tanda tangan kepala sekolah, sekaligus beliau ingin berbicara denganmu," kata Mrs.Lewis. Sekarang, ia harus berbasa-basi dengan kepala sekolah. Will hanya bisa mendesah lelah. Ia akan mengutuk kalau ada prosedur merepotkan lagi setelah ini.

Begitu ia menutup pintu school office dibelakangnya, ia mendengar seseorang memanggilnya.

"Will!" Kyle menuju kearahnya. "Kau belum memperjelas bagaimana perjanjian kita setelah kau keluar dari sekolah ini." Rautnya tampak lebih serius dari biasanya.

"Sudah ada kontrak yang dibuat tentang hal itu Kyle. Aku tidak bisa mengingkarinya walaupun misalnya aku ingin, jika itu yang kau takutkan. Kau akan tetap membantuku mencari belati itu dengan kemampuanmu, dan aku akan mencari tahu tentang surat anehmu itu," kata Will sungguh-sungguh. Sebagai penguasa Underworld, Will sangat terbiasa dalam hal give and take. Tidak ada sesuatu yang gratis di dunia kelam ini. Ia tidak mungkin merusak hubungan mutualisme ini, disaat ia masih membutuhkan satu kemampuan khusus Kyle yang mungkin bisa membuatnya menemukan Orcus dalam waktu dekat.

"Aku harus memastikan kau tidak bisa merobek surat kontrak itu," kata Kyle. Will tertawa.

"Kau membuat kontrak dengan Iblis, Kyle. Walaupun kau ingin membatalkannya, tidak akan semudah itu," kata Will.

"Fine," balas Kyle, merileks. "Entah kau peduli atau tidak, surat itu sangat penting untukku," lanjutnya. Will mengangguk.

"Kau bisa tenang, karena menemukan belati itu juga sangat penting untukku," balas Will, serius. Sejenak mereka bertukar tatapan saling mengunci, mencari kilatan berkhianat antar satu dan lainnya.

"Beritahu aku kalau kau membutuhkanku dalam waktu dekat untuk mencari belati itu," kata Kyle akhirnya, setelah mendapat kepastian tidak ada tanda-tanda Will akan memanipulasi kontraknya.

"Tentu. Aku akan segera memberitahumu jika menemukan makhluk apa yang menggunakan bahasa seperti di suratmu itu," kata Will, meyakinkan. Kyle mengangguk.

Setelah itu mereka berpisah arah. Will kembali berjalan menuju kantor kepala sekolah. Teringat kembali saat pertama kali Kyle manusia indigo yang nekat menemui Demon seperti dirinyamenyodorkan sepucuk kertas kecil dengan tulisan aneh yang membuatnya keheranan.

Sepanjang ia hidup Will tak pernah melihat kaum apapun menggunakan bahasa seperti itu. Bahkan semua peradaban manusia yang ia ketahui tidak ada yang menggunakan bahasa seperti itu. Will tidak meragukan ingatannya yang menangkap detail semua hal, jadi tidak mungkin ada yang ia lewatkan. Sedangkan setahu Will, kaum tertua di planet ini adalah Caleum dan Underworldpara Angels dan Demons, tidak mungkin ada peradaban yang mendahului dua kubu tertua di muka bumi ini. Will hampir saja tertawa sambil berkata mungkin itu hanya coretan tangan orang tidak waras. Namun, imbalan yang ditawarkan Kyle membuatnya batal bersuara.

"Aku bisa memutar waktu."

Will tak mempercayai telinganya.

"Aku akan membantu apapun yang kau inginkan dengan kemampuanku, jika kau bisa mengartikan tulisan itu dan menemukan siapa atau makhluk apa yang menulisnya," lanjut Kyle. Ia tahu segelintir makhluk bisa memutar waktu, namun ia hampir tidak pernah bertemu manusia yang bisa melakukannya.

"Seberapa jauh kau bisa memutar kembali waktu?" Mungkinkah ia bisa kembali ke kejadian kelam ratusan ribu tahun lalu. Kyle terdiam sejenak sebelum menjawab.

"Tidak melampaui masa hidupku," jawabnya. Ada setetes rasa kecewa di perasaannya. Namun, sekitar sepuluh tahun lalu sudah cukup untuk membantunya menemukan Orcus.

"Tunjukan," kata Will. Setelah percobaan yang membuat Will yakin akan kemampuannya, ia berkata dengan yakin,

"Baiklah, Deal." tanpa bertanya-tanya kenapa pemuda itu begitu bersikeras mengartikan tulisan aneh tadi, hingga rela membuat perjanjian dengan iblis terkuat yang ada di dunia ini. Atau bagaimana ia bisa menemui Will dan mengetahui keberadaannya.

"Aku butuh perjanjian tertulis," kata Kyle.

"Tentu saja. Kontrak," Will menjawab sambil tersenyum. Manusia ini cerdas juga, batin Will.

Dua lembar kertas berada diantara mereka berdua. Tidak ada yang aneh bila ada manusia lain yang melihat. Layaknya seperti dua pengusaha yang sedang menandatangani kontrak kerjasama. Namun begitu mereka bertukar lembaran dan saling menandatangani kertas, ada kekuatan tak kasat mata yang mengikat keduanya.

"Aku tidak ingin melakukan pertemuan di tempat ini sering-sering. Gedung ini dipenuhi oleh Demon," Ia bergidik.

"Kalau begitu kau yang menentukan," jawab Will.

"Di sekolah. Tempat yang tidak akan dicurgai siapapun. Aku tidak ingin siapapun tahu apa yang kucari, terutama keluargaku. Kau juga tidak rugi apapun."

Ingatan itu berhenti begitu langkah Will berhenti di depan pintu ganda dengan keterangan Headmaster Office. Ia mengurungkan niatnya membuka pintu itu. Sebuah percakapan masih berlangsung dengan intens di dalam sana.

***

"Isabelle!" Mom berteriak untuk menghentikan isakan dan kata-kataku yang menghambur keluar begitu saja. "Aku tak pernah menyangka kau berpikir Mom mengusirmu dari rumah, saat Mom menyuruhmu kembali ke London."

"Dulu tidak. Namun, sekarang semuanya masuk akal kenapa Mom mengirimku jauh-jauh," Kataku. Dadaku terasa sesak oleh emosi yang campur aduk.

"Aku tidak mengerti kenapa kau jadi bersikap seperti ini, Isabelle. Mom minta maaf kalau kata-kata Mom menyakitimu hari itu. Pikiranku sedang kacau karena itu adalah natal pertama tanpa Dad. Lupakan ucapan Mom, sungguh Isabelle bukan seperti itu maksudku. Mom sudah minta maaf padamu berulang kali, kau bisa melihatnya kalau aku benar-benar menyesal," Mom terlihat hampir menyerah mengajakku bicara. Ia merasa seolah semua ucapannya padaku percuma saja.

"Aku tahu semuanya," akhirnya aku mengatakannya walau terdengar berupa bisikan pelan. Aku menatap mata biru Mom.

"Apa sweetheart?" tanya Mom lembut. Sudah sangat lama Mom menggunakan panggilan itu. Sesaat aku ragu melanjutkan kata-kataku, namun jika aku ingin klarifikasi aku harus mengatakannya.

"Aku bukan putrimu. Aku bukan putri keluarga Cleveland."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro