Part 35.2: Change of Plan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kyle tak pernah melihat Will setertegun ini. Syukurlah otaknya masih bekerja, Kyle tersadar sesuatu. "Mrs. Cleveland, gunakan kuasamu untuk meminta kepolisian melacak asal sambungan itu saat ini juga," desak Kyle. Diluar dugaan, Alyson menggeleng tak berdaya.

"Pria itu bukan manusia. Tak ada gunanya." Wanita berpenampilan elegan itu mencurahkan semua kebencian tajam dalam kata-katanya. Untungnya, disini juga ada makhluk yang bukan manusia, dan lebih baik lagi, ia makhluk bukan manusia paling berkuasa. Kyle menatap Will. Pemuda itu mulai berbicara mendesak Alyson untuk menuruti saran Kyle, dan berhasil.

"Aku akan berusaha menyelamatkan putrimu." Will berkata penuh kesungguhan. Tampak bukan seperti Will yang dikenal Kyle selama ini. Alyson menatap Will dengan pandangan aneh, seolah berrtanya-tanya apa yang bisa dilakukan anak remaja sepertinya.

Hanya dalam beberapa menit kemudian, mereka telah mendapatkan lokasinya. Seperti biasa, pengaruh para konglomerat benar-benar luar biasa, pikir Kyle.

***

Sementara itu, keadaan di Underworld tak lebih baik, statusnya telah mencapai tahap siaga. Berpacu dengan perasaan gelisah, langkah Cateno berhenti di tepi liang lebar penjara para Demons. Salah seorang malaikat iblis baru saja melaporkan Halle meloloskan diri dari selnya. Ia terlalu meremehkan Halle. Tidak ada yang pernah menjebol penjara ini. Halle pasti mengenal system penjara dengan sangat baik.

Keadaan bahkan lebih kacau daripada yang dikira Cateno. Halle telah melepaskan beberapa Demons. Bagaimana semua tiba-tiba menjadi begini? Beberapa sipir penjara telah terlibat dalam pertarungan di dalam liang itu. Walaupun malaikat iblis memliki kekuatan fisik diatas semua Demons lain, lebih imun terhadap racun dan serangan sihir, tapi mereka tetap bisa terbunuh.

"Beritahu His Majesty!" perintah Cateno dengan gusar, pada si pembawa pesan tadi. Ia mengangkat lengan untuk menghalau hujan bunga api yang baru terjadi saat seorang Demon bersayap menuju ke arah Cateno untuk meloloskan diri, membuatnya terbakar lenyap.

"His Majesty tak ada di tempat." Kepala Cateno semakin pening mendengarnya.

"Cari His Majesty. Segera!" bentak Cateno. Penyampai pesan tadi segera melesat keluar. Tanpa perintah, Cateno tak tahu apa yang harus ia lakukan pada Halle. Entah sampai kapan ia bisa menahan semua kekacauan ini.

Lebih banyak bunga api dari bintang merah yang melesat jatuh, saat para Demons bersayap berusaha melewati batas penjara. Cateno melihat Halle dengan mudah berteleportasi ke tingkat yang lebih tinggi, membuat Ragnor dan beberapa malaikat iblis lain kesusahan mengikutinya. Halle menyentuh beberapa pintu sel. Dengan mudah membuat jeruji tersebut menggeser terbuka. Cateno tak pernah melihat hal semacam ini sebelumnya. Kekuatan Halle benar-benar tak bisa diremehkan.

Cateno menerjunkan diri kedalam kekacauan itu. Terjadi pergulatan sengit, hingga tingkat kegusaran Cateno mencapai ubun-ubun. Halle telah berada di tingkat teratas. Kekhawatiran Cateno mulai mewujud.

"Lepaskan aku, atau aku melepaskan semua Demon di dalam penjara ini." Mata hijau Halle berkilat tajam "Aku bisa mengakali pertahanan terakhir penjaramu ini." sebersit tawa puas lolos dari bibirnya.

Situasi telah mencapai puncaknya. Masih belum ada tanda-tanda rajanya tiba dan Cateno harus memutuskan sekarang.

***

Begitu kaki Will memijak tanah, sayapnya menghilang. Will tak peduli lagi, tadi ia langsung terbang menuju kemari. Biarlah The Nox itu yang mengurus apa yang sempat terlihat oleh manusia. Letak lokasi yang disebutkan tadi ternyata adalah Dark Valley. Ini pertama kalinya Will benar-benar menginjakkan kaki ke sarang para Demons di dunia manusia.

Beberapa Demons langsung menyadari keberadaan Will dan berhenti beraktivitas. Keheningan syok terus menjalar hingga hampir seluruh makhluk di gang utama kumuh penuh bangunan yang terlihat hampir ambruk ini, menatapnya takut dan ingin tahu.

"Dimana Witch yang membawa gadis manusia kemari?" Will bertanya lantang, matanya menyurusi wajah para Demons itu dengan tatapan mengintimidasi, memastikan mereka tak berani menolak memberitahu. Akhirnya beberapa dari mereka berbicara lirih, menunjuk sebuah gedung terbengkalai di perbatasan luar Dark Valley.

Bangunan berlapis semen dipenuhi tanaman liar merambat itu di kelilingi oleh lahan kosong yang ditumbuhi rumput liar dan beberapa tumpukan sampah. Saat Will melangkah ke pelataran berkerikil disekitar bangunan itu, pikiran kacau mulai menghampiri.

Sebenarnya, tepat sebelum Will memutuskan ke bandara, seorang tamu tak terduga menghampirinya. Leo. Malaikat divisi Judgement itu bernyali besar, berani memasuki wilayah Will. "Pertama, hal penting yang harus kau ketahui, kami bukanlah musuhmu." Itulah kalimat pertama yang dilontarkan Leo, jelas menyiratkan ia sekongkol dengan malaikat wanita yang membawa Orcus itu. "Kalau kami berniat mencelakakan Isabelle, gadis itu tidak mungkin masih hidup." Untungnya, kata-kata itu berhasil membuat Will batal menghajar Leo. Mungkin situasi yang diketahui Will tak sepenuhnya benar.

Sekali lagi, Leo juga menyiratkan lebih baik Will tak pernah mencari tahu tentang asal usul Isabelle. Will semakin kesulitan memahami motif kedua malaikat ini saat Leo malah mengatakan sekarang hanya Will yang bisa melindungi gadis itu dari Moorson. Penyihir itu hendak membalas dendam demi adiknya. Padahal sebelumnya malaikat itu mati-matian menjauhkan Isabelle dari Will. Seolah mereka tiba-tiba berubah rencana.

Will masih kesulitan memahami semua itu, namun ada satu hal yang ingin ia pastikan. "Kenapa semua ini akhirnya berpusat pada Isabelle?" tanya Will tadi.

"Karena gadis itu seseorang yang penting bagi kami dan bagimu, tanpa kau sadari. Ia adalah awal mula kutukanmu. Kau bisa membuktikan dari kemampuannya melihat tanda Lucifer's Curse pada dirimu."

Hanya itu yang disampaikan Leo. Will tahu, walaupun malaikat itu tidak di Silent Oath, ia tipikal karakter yang bisa men-Silent Oath dirinya sendiri. Tak akan membocorkan apapun walau dipaksa. Will tak meragukan kata-kata terakhir Leo, karena ia ingat Isabelle bisa melihatnya pada awal pertemuan mereka. Hal itulah yang memacu Will melesat menuju bandara, hingga kejadian selanjutnya membawa Will kemari, berakhir di depan bangunan terbengkalai. Ia mencoba mendengarkan suara apapun dari bangunan sunyi itu. Mencari membabi buta di dalam bangunan empat lantai hanya akan membuang waktu.

Tiba-tiba terdengar suara mobil yang melesat menuju pelataran kerikil dan mengerem hingga berdecit. Tanpa menoleh pun Will tahu itu Kyle yang memaksa ikut kemari. Pemuda itu pasti menyetir ugal-ugalan sambil mengikuti sistem pelacak lokasi manusia, untuk bisa sampai secepat ini.

Will menggertakkan gigi. Bangunan ini begitu sunyi. Moorson pasti melakukan sesuatu menggunakan sihirnya.

"Dimana-?" Kyle memulai dan langsung terhenti.

BRUK!

Sebuah siluet terjatuh dari lantai empat. Tak terdengar suara teriakan apapun. Will mematung, tubuhnya terasa kebas.

Sesosok tubuh seorang gadis berbalut mantel biru muda tergeletak sekitar enam meter di dekat Will dan Kyle. Darah dengan cepat menyebar di sekeliling rambut pirangnya. Kyle mengumpat-ngumpat panik. Hal selanjutnya yang disadari Will, ia sudah berlutut di samping tubuh itu, mengusap wajah pucatnya dengan gemetar.

"Isabelle!" panggil Will panik. Tak ada respons sama sekali. Ia ingin merengkuh Isabelle, namun takut tindakannya memperparah luka yang terus mengeluarkan darah itu. Sebuah perasaan familiar menderanya. Kekalutan yang sama saat Aurielle meninggalkannya. "Putar kembali waktu, Kyle!" Will tak tahu seperti apa ekspresinya sekarang, namun Kyle menatapnya terkejut.

"Sudah terlambat, Will. Kau tahu memutar kembali waktu tak bisa menghidupkan-"

"Dia masih hidup," desak Will. Harus, batinnya mengais harapan apapun. Ia merasa masih mendegar degup lemah jantung Isabelle, walaupun Kyle tidak bisa merasakan hembusan nafasnya.

Dengan menyakitkan Will menyadari semuanya. Ia tak peduli Isabelle adalah Aurielle atau bukan. Satu hal yang ia tahu sekarang, hanya Isabelle yang mengisi benak dan perasaannya beberapa bulan terakhir ini. Dengan penuh kepahitan dan penyesalan Will mengakui, "I can't loose her... "

Seharusnya Will tak pernah mengingkari perasaannya. Seharusnya ia berhenti bertindak arogan, bersembunyi di balik alasan kutukan-yang sejak awal ia tahu tak berlaku untuk Isabelle, dan menolak uluran perasaan Isabelle. Memaksakan diri berpikir semuanya akan kembali seperti semula saat ia meninggalkan gadis itu. Sekarang, Will hanya ingin melihat binar mata turquoise gadis itu kembali. Ia tak ingin melepaskan Isabelle lagi.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro