Part 38.1: Fallen for You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku menginjakkan kaki ke dalam zona nyamanku, kamarku, dengan lega. Ya, aku akhirnya pulang ke rumah malam ini. Setelah membuatku syok dan berpikir yang tidak-tidak, Will dengan tampang tak bersalah berkata 'Aku bercanda.' Ia hanya tertawa saat aku menyerangnya dengan semua bantal di sofa, lalu mencuri kecupan ringan yang membuatku berhenti.

Begitu pintu utama mansion terbuka, Mom sudah menanti sambil bersidekap dalam balutan gaun tidurnya. Sudah sangat lama sejak terakhir kali Mom mengomeliku tentang kelakuan remaja. Mom bukan tipe ibu yang suka ikut campur dan bawel, ia berpikiran maju bahwa anak memiliki kebebasan sendiri untuk berkembang. Namun, sekali aku melakukan tindakan yang keliru, sisi keibuannya yang cerewet akan muncul. Yang kuherankan, Mom tampak lega saat Will mengantarku sampai ke depan pintu. Ia tidak menghipnotis Mom kan?

Sepanjang perjalanan pulang tadi, aku menanyai Will tentang alasannya tiba-tiba berubah pikiran untuk kembali kepadaku malam itu.

"Aku hampir kehilanganmu dan aku tak bisa membayangkan tak pernah melihatmu lagi." Will masih menatap ke jalan, namun aku bisa melihat jemarinya di roda kemudi mengerat.

Aku mengerutkan kening tak mengerti bagaimana dia tiba-tiba berpikir begitu dan akhirnya ia menjelaskan semua peristiwa yang terjadi. Bagaimana ia tahu Mr. Moorson akan mencelakakanku—sudah mencelakakanku. Will sampai di bangunan terbengkalai itu nyaris terlambat, untung Kyle masih bisa membantunya.

"Kyle—apa?!" Aku tak mempercayai ucapan Will.

Will mengangguk meyakinkan. "Ia bisa memutar kembali waktu dan berkunjung ke masa lalu." Ok, sekarang hal aneh apa lagi yang belum kuketahui. Aku siap mendengar mungkin saja dinosaurus benar-benar hidup di suatu pulau terpencil. "Sebenarnya, hanya ia yang bisa mengingat kejadian di waktu yang terhapus. Namun, Kyle memberitahu segalanya."

Pembicaraan mengalir hingga Will menceritakan bagaimana awal mula Kyle datang mencarinya. Namun, saat aku bertanya apa yang diinginkannya dari Kyle, Will mengelak untuk menjawab. Ia malah mengalihkan topik dan mendapati kami akhirnya membahas tentang alasan Mr. Moorson melakukan semua ini. Will berkata ada seorang malaikat yang berada di balik tindakan Mr. Moorson dan secara mengejutkan, Halle—mantan asisten cantik Will yang membuatku iri—juga terlibat.

Will sendiri belum mengetahui kenapa ia berusaha menjauhkanku darinya. Ketika menyatukan garis waktu, aku menyadari Mom dan Dad terpaksa mengirimku ke London tepat saat Will mulai berurusan lagi dengan dunia manusia.

"Kau tak perlu mencemaskan apapun mulai sekarang. aku akan selalu ada disini untuk menjagamu." Will menggenggam tanganku saat mengatakannya. Ia menatapku cukup lama hingga aku harus mengingatkan aku masih manusia yang bisa mati karena kecelakaan mobil.

Aku menghempaskan diriku ke kasur empuk. Seorang Demons yang berkuasa melindungiku sekarang. Hal buruk apa lagi yang harus kutakutkan? Aku tersenyum sendiri. Aku dan Will belum membahas lebih jauh lagi seperti apa hubungan kami kelak, namun tak apa. Aku akan menikmati saat ini apa adanya. Dengan senyum damai, aku terjatuh dalam tidur tanpa mimpi.

***

Malam semakin larut, namun alasan itu tak membuat gedung apartement Will sepi. Di salah satu lantai, dunia malam para Demons baru saja dimulai. Biasanya tak ada malaikat iblis yang menanyai para Demons yang masuk ke club malam satu persatu. Dari bar tempatnya duduk, Will mengamati saat mereka memberi informasi tentang Mark Moorson.

Penyihir itu mulai membuat Will frustasi. Lebih baik ia menerima perang terbuka daripada buta arah seperti ini. Satu hal yang Will yakini, Moorson sedang menyiapkan kejutan besar yang tak menyenangkan. Dan ia terperangkap dalam kegelapan, tak tahu apa-apa.

Setelah beberapa saat, ia menghela kecewa. Tak ada informasi penting mengenai keberadaan penyihir itu sekarang. Akhirnya Will menuju lift, menekan nomor lantai lobby. Waktunya menemui tamu yang ia minta. Leo.

Sebelum ini, Cateno telah menyampaikan seluruh informasi mengenai Leo. Kemampuan Cateno mengumpulkan kepingan informasi sungguh luar biasa. Tak heran ia hampir tak pernah gagal memburu tahanan.

"Posisi Leo telah menjadi kepala divisi Judgement saat ini." Cateno memulai dengan mengejutkan. Posisi yang terlalu tinggi untuk terlibat dalam semua ini tanpa alasan khusus. "Ia adalah penerus langsung setelah seorang malaikat bernama Elyon. Untuk suatu alasan, ia bersumpah mengabdi selamanya pada Caleum demi sebuah perjanjian."

Satu lagi malaikat yang terlibat sejak tragedi itu. Cateno terus menjelaskan, dalam jangka waktu tertentu Leo sering mengunjungi dunia manusia. New York tepatnya, di tempat-tempat yang begitu acak. Seolah sengaja. Cateno menjelaskan ia mencoba mencari tahu tentang malaikat yang kemungkinan besar ditemui Leo, namun begitu susah karena Caleum sepertinya menghapus segala hal tentang malaikat wanita itu.

Kesadaran Will kembali ke masa sekarang saat ia melihat Leo memasuki pintu lobby. Satu-satunya orang yang mengetahui identitas malaikat itu dan bisa menjawab dengan bebas karena tidak ada Silent Oath yang menahan. Benak Will telah berpikir keras merangkai segala petunjuk yang ia punya tentang malaikat wanita yang menyembunyikan orcus itu.

Ia seseorang yang sangat mengenal Will di masa lalu dan mengetahui semua tentang dirinya dan Aurielle. Bahkan menyimpan sesuatu yang tidak Will ketahui. Men-Silent Oath Azura, hingga tega melenyapkan wanita itu saat mulai memberitahu Will tentang kemungkinan Aurielle tidak benar-benar lenyap dari dunia ini.

Ia mengetahui tentang Halle dan Moorson yang berarti mengenal jelas seluk beluk kasus Baetylus Stone dan penyihir yang dihukum Caleum di masa itu.

Ia menyembunyikan Orcus dengan luar biasa dan tak segan melenyapkan Demons yang melihat belati itu—berdasarkan peristiwa yang telah dikonfirmasi Kyle sepuluh tahun yang lalu. Will yakin, sebelum ini pun ia pasti melenyapkan siapapun yang mengusiknya.

Hal penting yang Will ketahui, malaikat itu sesungguhnya tak berniat mencelakakan Isabelle, diluar semua usaha berbahayanya menjauhkan gadis itu dari Will untuk suatu alasan. Keputusannya menggunakan Halle dan Moorson sebagai kaki tangan menunjukkan Ia tak bisa bergerak bebas, karena takut Will mengenalinya.

Dan sekarang seorang kepala divisi Judgement yang berada di hadapan Will, juga mendukung gadis malaikat itu.

Hanya ada satu orang yang memenuhi, setelah Will menimbang semuanya. Karena itulah ia membutuhkan Leo. Bukan untuk bertanya, namun untuk memastikan.

"Will." Leo tampak tak nyaman seperti biasa. Raut lembut identik para penghuni Caleum itu menegang.

"Aku hanya akan bertanya satu hal. Setelah itu kujamin aku tak akan menemuimu lagi." Will memasang raut datar dan waspada, siap menangkap segala ekspresi yang ditunjukkan malaikat itu.

"Senang mendengarnya." Leo mengangkat bahu. Namun ia tak sempat merasa lega saat Will memulai.

"Apakah Seraphine masih hidup?"

Seolah mendapat tembakan mendadak, Leo tak sempat membendung reaksi syoknya. Hanya sedetik, namun Will mendapat apa yang diinginkan. Kepastian.

"Tidak." Sergah Leo secepatnya, memasang ekspresi tak terbaca. Will tak lagi peduli alasan yang mungkin sudah ia karang jauh-jauh hari sebagai persiapan. "Seraphine sudah tiada. Kau jangan berani-berani mencoreng namanya dengan menganggap semua ini adalah perbuatannya. Ia adalah malaikat yang kusegani. Tak banyak yang mengetahui jasanya menyelamatkan Caleum dan Underworld."

Will hanya menanggapi dengan senyum sinis.

"Whatever. Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan." Selanjutnya Will akan mengungkap sendiri alasan gadis itu melakukan semua ini. Targetnya telah terkunci sekarang.    

***


Will merasa lega saat akan bertemu Isabelle. Gadis itu bagai udara segar di tengah kepenatannya. Hari-hari bersama Isabelle terasa berlalu begitu cepat dan seperti kehidupan lain bagi Will. Cara gadis itu menatapnya, tersenyum, dan melakukan apapun terasa begitu hidup. Semakin lama Will merasa semakin tertarik jatuh kedalam perasaan asing yang telah ia lupakan sejak lama. Cateno—orang sedatar computer yang pernah ditemui Will, bahkan berkomentar Ia tak pernah melihat Will sepeduli ini pada apapun.

Will mulai merasa kualat sekarang setelah ia menyadari seperti apa rasanya tak pernah lelah memperhatikan Isabelle, mendengarnya berbicara dan tertawa. Ia ingat, dulu ia dan Kyle sering mencerca Bernard, bagaimana pemuda itu seolah jatuh berlutut setiap bersama Natasha. Will selalu meluluh menatap mata turquoise yang berbinar itu, ketika Isabelle bercerita tentang hal kesukaannya.

Dan sekarang, Ia akan mewujudkan salah satu hal yang diimpikan Isabelle. Melakukan hal 'orisinil' dengan caranya sendiri. Will sudah bersumpah tak akan bertanya pada Kyle lagi.

Kakinya menjejak balkon kamar Isabelle yang luas. Sekarang ia tak perlu sembunyi-sembunyi lagi. Sudah beberapa kali Will kemari hanya untuk memberikan kecupan selamat tidur pada Isabelle.

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Gadis itu sudah menunggunya dengan baju dingin lengkap dari kepala sampai kaki.

"Aku terlihat seperti akan berlibur ke kutub selatan." Isabelle mengernyit memandang dirinya. Will hanya tersenyum. Semua ini karena perintahnya. Rambut panjang Isabelle yang lembut terurai tanpa stylish apapun. "Sebenarnya apa yang kau rencanakan?"

Senyum penuh arti terulas dibibirnya saat menghampiri gadis itu. Isabelle terpekik ketika Will dengan sigap membopongnya, spontan mengalungkan lengan rampingnya di bahu Will.

"Melakukan hal yang kau inginkan dengan cara yang aman," jawab Will. Senyumnya melebar saat pipi Isabelle mulai merona karena kedekatan mereka. Seiring sayap hitam mengembang dibalik punggungnya, Will menghentakkan diri meninggalkan balkon.

***

Ruang duduk di sebuah apartment sederhana sedang diliputi keheningan yang tegang. Kedua orang yang duduk disana tampak sediam patung. Seorang pemuda berambut cokelat dengan wajah lembut yang serius dan seorang gadis berambut pirang.

"Kau tidak kemari beberapa hari yang lalu?" Gadis bermata biru cerah itu merasakan darah menyusut dari wajahya.

"Tidak. Terakhir kali aku menemuimu saat kau memintaku menemui Will." Lawan bicaranya, Leo, merasakan degup jantungnya perlahan mengencang. Ia menatap serius.

"Oh!" Gadis itu terlonjak berdiri dan mulai berjalan mondar mandir. Pikirannya langsung mencurigai Moorson. Satu-satunya orang yang ia waspadai. Tapi bagaimana bisa—?

Pandangannya menangkap benda yang tidak dipakai Leo saat ini. Bros lambang Judgement. Langkahnya terhenti. Mata birunya membulat ngeri menatap Leo, saat teringat sesuatu yang tak pernah ia jumpai lagi sejak ratusan ribu tahun lalu...

Leo balik menatapnya penuh tanya.

"Apa kebetulan kau terluka hingga berdarah akhir-akhir ini?" Pertanyaan gadis itu terdengar begitu absurd hingga Leo mengernyit mendengarnya, namun pemuda itu mengangguk.

"Seorang Demon ceroboh yang menabrakku beberapa waktu lalu, membuat tanganku terluka. Untungnya hanya goresan biasa—"

Pemahaman yang menyerbu membuat gadis itu tak lagi mendengarkan perkataan Leo. Sudah jelas semua ini ulah Moorson. Dirinya mengetahui pasti apa yang telah dilakukan penyihir itu. Moorson menggunakan darah Leo untuk menyamar menjadi malaikat pria tersebut. Hal yang sama, awal dari semua ini, ratusan ribu tahun lalu. Namun, bukan itu intinya saat ini.

Orcus akan jatuh ke tangan Mark Moorson.

"Aku akan mengecek sendiri belati itu." Ia berderap menuju pintu, hingga seruan Leo menghentikannya.

"Berhenti. Kalau kau bertindak gegabah, semuanya akan terbongkar," ujar pemuda itu penuh penekanan. "Kau tahu apa yang ditanyakan Will beberapa waktu lalu? 'Apakah Seraphine masih hidup?'"

Gadis berambut pirang itu berhenti, setengah jalan menuju pintu.

Leo melanjutkan dengan penuh peringatan. "Yang perlu kau pegang hanyalah perjanjianmu dengan Caleum. Memastikan kehidupan Isabelle jauh dari derita serta menjaga kebenaran di masa lalu tetap tertutup darinya dan Will. Kau tidak terikat untuk mengamankan belati itu ataupun keselamatan Will kalau Moorson menyerangnya."

Terjadi pergumulan hebat di dalam dirinya, hingga akhirnya Gadis itu tak peduli. Ia kembali menapak maju.

Leo menghela pasrah.

"Setelah sekian lama... jangan katakan kau masih peduli pada Will?" Pemuda itu seolah mengeluarkan kartu as nya. Hal tabu yang ia simpan rapat-rapat di laci terjauh hatinya. Pada akhirnya secara tulus ia berharap sahabatnya bahagia dengan Will tentu saja. Namun itu tak berarti perasaannya pada Will telah lenyap.

Leo berhasil menyita perhatiannya. Ia berhenti dan menoleh.

Gadis itu tersenyum miris. Sebagian dirinya mengaku kalah. Mungkin Leo benar. Ia bisa menduga Will akan menggunakan belati itu untuk mengakhiri kehidupan terkutuknya. Sebagian lagi mengkawatirkan alasan lain kenapa selama ini ia menyembunyikan belati itu dari Will.

Demi kebaikan banyak pihak, ia tak akan membiarkan Orcus terlepas dari genggamannya.

"Aku hanya ingin memastikan Moorson tak membawa bencana baru." Seiring kalimat terakhir gadis itu, pintu apartment tertutup, meninggalkan Leo menggeleng tak percaya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro