14. Kecurigaan Yang Semakin Meruncing

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apa kau sudah gila?" Nia dan Lili serentak mendesis dan melemparkan delikan tajamnya pada Liora yang kembali duduk dengan penuh ketenangan. Sama sekali tak ada sesal sedikit pun untuk kata-kata tidak sopan dan kasarnya pada Carissa Maria, yang adalah tunangan tuan mereka.

Liora menghela napas panjang, kemudian memutar kepalanya ke arah dua temannya yang lain. "Dia yang gila jika berpikir bisa menginjak-injakku hanya karena aku bekerja sebagai asisten pribadinya Daniel ..."

"Daniel?" Pelototan Nia dan Lili semakin melebar akan panggilan

"M-maksudku tuan Lim. Sekarang hubungan kami hanya sebatas pekerjaan."

Nia dan Lili semakin terbengong, keduanya saling pandang dengan penuh tanda tanya.

"K-kau ... Apa kau ..."

"Cerita yang panjang dan bukunya sudah terbakar. Tanpa ada pun sisa. Selesai. Jangan ingin tahu lebih banyak apalagi mempertanyakan." Pandangan Liora berpindah pada Lili. "Dan siapkan pesanan calon nyonyamu sebelum dia menjadi sangat menjengkelkan."

Lili pun teringai pesanan Carissa dan bergegas bangkit menuju pantry sedangkan Nia menggeser kursinya mendekati Liora. "Apa tuan Daniel mencampakkanmu karena Nona Carissa?"

Liora mendengus tak percaya. "Kau pikir aku serendah itu?"

Nia menelan ludahnya. "Bukankah kau dan tuan Samuel ..."

"Aku dan Samuel murni hanya berteman, meski aku tahu apa yang diinginkannya. Aku tak tertarik dengan pria yang sudah memiliki wanita, itu kode etikku sebagai Liora Shanaya. Alicia saja yang menanggapinya terlalu serius."

Nia manggut-manggut, kemudian suaranya penuh keingintahuan yang besar ketika sekali lagi bertanya, "Bagaimana caranya kau bisa memiliki kenalan pria tampan dan kaya raya seperti mereka? Apa kau memiliki tips tertentu?"

Liora menghela napas yang panjang dan berat. Teringat ketika dirinya dilempar pada anak buah Jerome. Juga Daniel, yang mengkhianatinya dengan cara licik seperti itu. "Kau tak akan ingin tahu. Mereka semua ... hanya terlihat tampan dan kaya raya di permukaannya saja. Kau tak tahu kegelapan dan kengerian apa yang tersembunyi di baliknya. Tak ada apa pun yang akan kau dapatkan selain kekecewaan dan patah hati yang keras. Dan masih banyak lagi hal lainnya."

Nia hanya terdiam, keningnya berkerut lebih dalam dan tak juga memahami semua kalimat Liora.

Liora mengangkat tangannya dan mendorong kening Nia dengan ujung jemarinya untuk menjauh dari wajahnya.

"Ck, bilang saja kau tak ingin kami berdua bersaing denganmu."

Liora hanya mendengus. Menatap wajah Nia yang tersenyum penuh harap. Mengingatkannya akan dirinya. Dan seperti itulah ia berakhir sebagai kekasih Jerome. "Apa kau ingin kukenalkan dengan seseorang? Cukup tampan, manis dan lembut."

Kedua mata Nia segera berbinar. "Benarkah? Apakah dia kaya?"

"Hmm, seharusnya cukup kaya. Tapi ... kau pikir hanya karena kaya lalu hubungan kalian tidak akan mendapatkan masalah begitu?"

Mulut Nia mengerucut tak suka, tetapi dalam sekejap berubah tersenyum. "Kapan aku bisa bertemu dengannya?"

Ujung bibir Liora tersenyum. Lengannya digoyang-goyangkan oleh Nia. Ia mengulur waktu beberapa saat dan mengangguk. Kemudian pintu terbuka dan Daniel muncul.

"Cepat," perintah pria itu dengan dingin.

Liora bergegas bangkit dan mengekori di belakang Daniel yang tidak menunggunya.

***

Daniel tak berhenti menatap sisi wajah Liora yang sibuk menjelaskan pada para kepala bagian tentang perubahan-perubahan yang diinginkan. Ia bahkan tak perlu memperbaiki penjelasan wanita itu. Ya, wanita itu selalu terlihat menawan. Bahkan para kepala bagian yang kebanyakan adalah para pria dewasa, tak mengedipkan mata menatap wanita itu. Tanpa sadar membuat Daniel mengepalkan tangan, sesuatu terasa tak menyenangkan di dadanya. Begitu Liora mengakhiri presentasi, Daniel pun mengakhiri pertemuan tersebut dengan singkat. Tak peduli dengan kepala bagian yang menampilkan raut tak setuju. Ck, mereka hanya bersenang-senang menikmati pemandangan di hadapan mereka.

Bugghhh ....

Dua berkas yang di meja jatuh ke lantai. Liora bergegas memungutnya ke lantai tetapi sebelum tangannya menyentuh dua benda itu, seseorang sudah mengambilkannya untuk wanita itu.

"Eric?" senyum Liora mengenali salah satu kepala bagian yang mengambilkannya.

Pria bernama Eric tersebut membalas senyum Liora dengan tak kalah lebarnya. Menata dua berkas di tangannya sebelum memberikannya pada Liora.

"Terima kasih." Liora mengambil berkas tersebut, tangan keduanya bersentuhan. Dan pemandangan tersebut tak luput dari pengamatan Daniel.

Tanpa sadar, Daniel mengepalkan tangannya. Menatap lebih tajam pada pria bernama Eric. Ya, cukup tampan, tapi jelas tidak setampan dirinya. Manis dan terlihat lembut. Sama sekali bukan seseorang yang akan diijinkan Liora naik ke ranjang wanita itu, kan? Atau ... selera wanita itu sudah berubah setelah tiga tahun mencampakkannya? Apakah itu alasan Liora mencampakkannya? Karena selera wanita itu sudah berubah.

Kepalan tangan Daniel semakin menguat, pria itu melompat berdiri hingga membuat kursi yang didudukinya terdorong dengan keras ke belakang.

Liora dan Daniel menoleh dengan cepat, menatap Daniel yang wajahnya menggelap.

"Sudah selesai?" Daniel tak bisa menahan nada sinisnya terselip di antara suaranya.

Liora mengangguk dengan kaku dan wajah Eric mengkerut ketakutan karena hanya perasaannya saja atau tuan Daniel Lim memang menatapnya dengan tajam. Seolah menyimpan kemarahan yang teramat besar untuk dirinya.

Daniel berjalan dengan langkah besarnya melewati Liora dan wanita itu pun bergegas mengekor di sampingnya. Sedikit kewalahan karena Daniel memang sengaja mempercepat langkahnya untuk membuat wanita setengah berlari dan napasnya ngos-ngosan ketika keduanya masuk ke dalam lift. Ujung bibir Daniel menyeringai melihat Liora yang berusaha bernapas dengan normal.

***

Setelah selama empat hari dirawat, akhirnya Xiu sudah boleh melakukan rawat jalan di rumah esok harinya. Sepulang dari tempat kerja, Liora bergegas ke rumah sakit untuk melihat wajah menggemaskan Xiu yang sudah mulai cerita dan sering tersenyum. Ia baru saja masuk ke lobi rumah sakit ketika melihat Jenna dan Jerome yang berdiri di depan lift. Pasangan suami istri tersebut saling berhadap-hadapan dengan raut yang diselimuti ketegangan.

"Kau tak percaya padaku, itulah masalahnya, Jerome."

"Aku melakukan apa yang harus kulakukan, Jenna. Tidak bisakah kau percaya pada apa yang kulakukan untuk melindungimu? Melindungi hubungan kita." Jerome memegang kedua pundak Jenna.

Jenna menyentakkan tangan Jerome dari tubuhnya. Kepalanya berputar dan melihat Liora yang terhenti tak jauh dari mereka berdua. "Aku akan pergi."

Jerome menghela napas, membiarkan Jenna pergi.

"Apa kau baik-baik saja?" Liora bertanya ketika Jenna memeluknya untuk menyambut kedatangannya.

Jenna mengangguk, menepuk pundak Liora sekali dan mengurainya. "Aku harus pergi sebentar."

Liora tak bertanya lebih banyak, membiarkan sang adik pergi. Setelah Jenna menghilang di pintu keluar dan berbelok ke samping menuju tempat parkir, pandangannya beralih pada Jerome yang mengusap wajah dengan penuh kegusaran. "Kalian baik-baik saja?" tanya Liora dengan hati-hati. Antara takut melihat gurat amarah di wajah Jerome sekaligus kesal jika Jenna disakiti oleh Jerome.

Jerome hanya mengangguk singkat. "Hanya pertengkaran kecil."

Liora mengangguk sekali. "Kuharap begitu."

Jerome memencet tombol lift, tak lama pintu lift bergeser terbuka dan keduanya masuk bersama. Saling diam selama beberapa saat, hingga Jerome memanggil lebih dulu. "Liora?"

"Ya?" Liora menoleh ke samping. Kemarahan di wajah Jerome sudah mulai mereda dan pria itu itu terlihat lebih tenang.

"Apa besok kau sibuk?"

"Hanya seperti biasa."

"Bisakah kau bermalam di rumah? Hanya dua malam. Aku harus pergi ke luar kota dan aku tak tenang meninggalkan Jenna dan anak-anak di rumah."

"Apakah ini tentang kakakmu?"

Jerome mengangguk.

"Ok. Aku akan bermalam di rumah kalian."

Jerome mendesah lega. Denting lift berbunyi dan pintu lift kembali terbuka. Jerome baru saja akan mengangkat kakinya ketika ponselnya berdering. Menampilkan nama Abe dan langsung mengangkatnya. "Ada apa?"

Liora berjalan keluar lebih dulu. Tangannya menahan pintu untuk Jerome yang tampaknya sedang mendapatkan panggilan serius.

"Apa?!" Jerome tersentak. "Aku akan turun," pungkasnya mengakhiri panggilan.

"Ada apa?"

"Jenna, aku harus turun."

"Kenapa dengan Jenna?"

"Aku akan mengurusnya. Bisakah kau ke ruang perawatan Xiu, dia tidur sendirian dan hanya ada perawat yang kusuruh menjaganya sebentar. Pengasuhnya belum datang."

Liora pun mengangguk dan melangkah mundur. Pintu kembali tertutup dan hanya berharap tidak terjadi sesuatu yang serius dengan sang adik. Liora berbalik dan bergegas menuju pintu ruang perawatan Xiu. Ia sudah berbelok di ujung lorong pendek ketika lagi-lagi langkahnya terhenti melihat seseorang yang keluar dari ruang perawatan Xiu. Wajahnya seketika memucat dan kepanikan menyeruak di dalam dadanya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Daniel?" sergah Liora tajam.

"Ah, Liora." Daniel terkejut untuk sesaat, tetapi kembali tenang dalam sekejap. "Kau sudah datang?"

Pandangan Liora turun kea rah tangan Daniel yang bergegas masuk ke dalam saku celana pria itu. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Daniel hanya tersenyum. "Aku kebetulan sedang ada urusan di rumah sakit dan teringat keponakanku yang sedang sakit. Jadi, sekalian menjenguknya."

"Jenna dan Jerome tak akan menyukainya."

"Kau juga?" Salah satu alis Daniel terangkat.

Liora mengerjapkan matanya dan menguasai emosi di permukaan wajahnya sebaik mungkin. "Jerome menyuruhnya menjaganya."

Daniel mengedikkan bahunya. "Menjaga keponakan? Anak mantan? Atau ..."

Liora menelan ludahnya. Menunggu kalimat Daniel yang sengaja diulur dengan tubuh yang tegang.

"Apakah hubunganmu dan Xiu lebih dalam dan kuat dari itu?"

Napas Liora tersekat dengan keras. Apa yang sebenarnya dikatakan oleh Daniel?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro