15. Benar Saja

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sebenarnya apa yang kau katakan, Daniel?" Liora sengaja membuat kata-katanya terdengar menjengkelkan. Menutup kepucatan yang mulai menyeruak di permukaan wajahnya.
Daniel mengedipkan kedua matanya, seringainya turun dan menjawab, "Bukan apa-apa. Aku bahkan tak tahu apa yang kukatakan. Keluar begitu saja karena melihatmu yang begitu dekat dengan keponakanmu."
"Apakah aku tidak boleh dekat dengan keponakanku sendiri?"
Masih dengan senyumnya, Daniel memberi Liora satu anggukan kepala. "Ya, tentu saja boleh. Dia keponakanmu, bukan. Tak ada bedanya dengan anak sendiri. Aku hanya merasa penasaran."
Liora menelan ludahnya. Mendalami emosi di wajah Daniel yang tersamar. Pria itu jelas menyembunyikan kelicikannya, tetapi sengaja membuatnya bertanya-tanya. Permainan apa yang sebenarnya pria satu ini mainkan? "Penasaran apa?"
Daniel menatap lekat kedua kata Liora, yang masih diselimuti kegugupan. Kegugupan itu tentu memiliki alasan, kan? Well, ia akan membuatnya menjadi mudah. "Apakah kau akan menyayangi kita seperti kau begitu peduli pada Xiu?"
Liora mengerjapkan mata, kegugupannya semakin menjadi dan nyaris kehilangan kontrol. Tetapi ia berusaha keras menampilkan raut seapik mungkin. "Jangan menanyakan sesuatu yang tak terjadi, Daniel."
Seringai tersamar di antara senyum yang dibuat sepedih mungkin oleh Daniel. "Ya, rasa penasaran memang terkadang tak perlu dituruti, kan. Aku ... seringkali merindukannya. Dia selalu menjadi hal terindah yang ada di ingatanku."
Liora nyaris memercayai kalimat kesenduan yang diucapkan oleh Daniel jika tidak ingat apa yang sudah dilakukan Daniel dan Carissa di belakangnya. Ia mendengus tipis sambil membuang wajahnya. "Kau berhasil membuatku tertawa, Daniel," pungkasnya kemudian berjalan masuk ke dalma ruang perawatan Xiu dan menutup pintu tepat di depan wajah Daniel.
Wanita itu serasa mendapatkan napasnya kembali. Telapak tangan memegang dadanya yang berdegup kemcang. Kegugupan benar-benar membuatnya kesulitan mengatur napas dengan benar.
Napasnya baru saja kembali saat ponselnya berdering dari dalam tasnya. "Ya, Jerome?"
"Apa kau bisa menjaga Xiu malam ini? Jenna terlibat kecelakaan."
"Apa?" Kedua matanya melebar.
"Sepertinya dia tidak berkonsentrasi dengan benar dan syok."
"Bagaimana keadaannya?"
"Pingsan. Dia syok karena mobilnya menabrak tiang. Tapi tidak ada luka apa pun. Aku berharap, tapi aku akan tetap memeriksa lebih lanjut. Aku khawatir ada luka dalamnya."
"Ya. Kau urus saja. Aku akan mengurus Xiu."
"Hmm, besok pagi aku akan menyuruh seseorang membantu mengurus kepulangannya."
"Ya. Baiklah. Kabari aku jika dia sudah siuman."
"Ya."
Panggilan berakhir. Liora berjalan mendekati perawat yang duduk di samping ranjang pasien Xiu.
"Terima kasih, Sus."
Perawat itu tersenyum sambil bangkit berdiri. Memberikan tempatnya pada Liora dan berpamit keluar. Liora mengulurkan tangan, mengelus lembut rambut di kepala Xiu dengan senyum yang melengkung. Mencium tangan mungil itu dengan penuh kasih.
'Apakah kau akan menyayangi kita seperti kau begitu peduli pada Xiu?' Pertanyaan Daniel terputar di benaknya. Pertanyaan tolol macam apa itu? Tak ada alasan ia tidak menyayangi darah dagingnya. Tak berharap kata-kata Daniel dari dalam hati pria itu, tapi Xiu adalah hal terindah yang ada di hidupnya.
***
"Apa?!" Liora nyaris berteriak. Matanya melotot sempurna mendengarkan pengakuan perawat. Seharusnya ia mempertanyakan kedatangan Daniel tadi malam ketika pria itu menyelinap ke ruang perawatan Xiu dengan lancang.
Dan baru saja, ketika ia hendak ke kamar mandi dan menyuruh perawat untuk menjaga Xiu sebentar. Liora mengatakan untuk melarang Daniel masuk jika pria itu datang lagi. Bukannya mendapatkan jawaban ya, tapi ia mendapati perawat yang terbengong akan perintahnya.
"Ada apa?"
Perawat itu tak menjawab pertanyaan Liora dan malah terlihat kebingungan dengan ketajaman tatapan Liora.
Liora maju, menangkap kedua pundak perawat itu dan mendesak jawaban yang dimintanya. Kecurigaan segera memenuhi dada Liora. "Apa yang dilakukan pria itu tadi malam di kamar ini? Apa dia melakukan sesuatu pada Xiu?"
Perawat itu menggeleng dengan gugup, tapi tak sedikit pun mengurangi kegelisahan di dada Liora.
"Katakan!" Liora bahkan tak peduli lagi jika suaranya akan membangunkan Xiu. Ini jelas menyangkut kehidupan putri kecilnya tersebut. "Apa kau ingin aku memanggil Jerome untuk membuka mulutmu? Kau tahu Jerome Lim, bukan."
"Maafkan saya, Nona. S-saya pikir ... beliau mengatakan sebagai tuan Daniel Lim. Marga beliau sama dengan tuan Jerome. Jadi saya pikir beliau keluarga dekat."
Liora tak bisa menyalahkannya perawat ini. Daniel memang sepupu Jerome.
"B-beliau hanya menjenguk keponakan Anda."
"Apakah hanya itu?" Liora menyangsikan hal itu.
"B-beliau menanyakan beberapa hal tentang kesehatan pasien. D- dan ..."
"Dan apa?" Liora tak bisa mengendalikan kesabarannya.
"Hanya menatap wajah keponakan Anda." Perawat itu tampak be3rpikir. Mencoba mengingat sesuatu. "Cukup lama. S-sebelum ...."
Napas Liora tercekat.
"Beliau mengeluarkan gunting kecil dan ..." Perawat itu hampir menangis. "Mengambil rambut keponakan Anda. Mengatakan bahwa ini urusan keluarga dan ..."
"Apa?!" Liora tak tahu bagaimana tubuhnya menjadi begitu lemah hanya dalam hitungan detik. Seluruh tenaganya raib seketika. Teringat tadi malam ia sempat memergoki Daniel yang memasukkan sesuatu ke dalam saku celana pria itu.
"Ada apa ini, Liora?" Suara Jenna menginterupsi pembicaraan penuh emosional antara Liora dan perawat muda tersebut.
"J-jenna?" Bibir Liora bergetar hebat.
Jenna bergegas mendekati sang kakak. Menahan tubuh sang kakak yang limbung ke samping. "Ada apa?"
"S-se ... p-per ...tinya Daniel tahu." Suara Liora bercampur dengan getaran yang lebih besar. "X-xiu..."
Jenna tersentak dengan keras. "A-apa maksudmu ..."
Liora membiarkan tubuhnya dibawa ke sofa. Jenna yang lebih bisa menguasai diri mengambil segelas air putih dan memberikan padanya. Setelah menandaskan isi gelas, Liora perlahan menguasai dirinya. Napasnya sudah kembali normal meski kepucatannya tak bisa dinetralisir.
Xiu mendadak terbangun dan Jenna bergegas meninggalkannya untuk menggendong putri kecilnya. Bayi mungil itu seketika terdiam setelah berada dalam gendongan Jenna.
Apa Daniel sudah tahu? Sejak awal pria itu sudah mencurigai hal ini. Kata-kata pria itu hanyalah umpan, tapi apakah responnya sejelas itu? Apakah karena responnya sehingga Daniel memiliki kecurigaan ini. Ya, meski Xiu lahir dua minggu lebih dulu dibandingkan Axel dan Alexa, wajah Xiu memang sangat mirip dengannya. Axel dan Alexa tentu saja mirip dengan Jerome. Jika ia dan Jenna tidak kembar identik, tentu saja hanya dengan melihatnya Daniel akan tahu kalau anak itu milik pria itu.
Melihat gelagat Daniel, sepertinya pria itu tak akan pernah melepaskan masa lalu mereka jika tahu anak mereka masih hidup. Maka satu-satunya jalan hanyalah melarikan diri. Lagi.
"Jenna?" Liora bangkit berdiri, kekuatannya seketika kembali memenuhi tubuhnya. "Di mana Jerome?"
"Dia ada panggilan dan pergi ke kantornya. Ada apa?"
"Semalam Daniel mengambil sampel rambut Xiu."
Kedua kata Jenna membelalak tercengang. "Lalu?"
"Aku tak punya waktu. Aku harus pergi dengan Xiu. Tak ada cara lain. Daniel akan segera menggunakan sampel itu untuk tes DNA. Jerome pun hanya bisa mengulur waktu, tak akan bisa memalsukan hasilnya. Aku yakin Daniel sudah memperkirakan hal itu dan entah siasat apa yang akan dilakukannya. Sebelum hasilnya keluar, aku harus pergi bersama Xiu."
"T-tapi kau akan ke mana, Liora."
"Seminggu ini aku sedang memikirkan sesuatu. Aku sudah memperkirakannya jika hal seperti ini akan terjadi."
"A-apa maksudmu?"
"Daniel akan mengambil Xiu dariku, Jenna. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa kehilangannya setelah semua yang kulakukan untuk mengubur masa laluku dengan Daniel."
Air mata Jenna menggenang. Apakah ini artinya dia akan berpisah dengan Liora dan Xiu. Wanita itu terisak. Membiarkan Xiu diambil Liora dari gendongannya.
"Aku akan membawanya ke ruangan dokter untuk memastikan dia baik-baik saja. Ini kesempatanku untuk membawanya keluar dari rumah sakit. Tak ada waktu, Jenna. Kau harus tetap di sini. Kita bertukar pakaian." Liora meletakkan Xiu di ranjang dan membuka pakaiannya. Menatap tajam pada perawat yang masih berdiri dengan gugup di tengah ruangan. "Sebaiknya kau tak mengatakan apa pun dan menghilang ketika pria kemarin malam datang ke sini."
Perawat itu mengangguk gugup, kemudian bergegas keluar dengan terbirit-birit.
Perhatian Liora kembali pada Jenna, yang sudah mulai membuka resleting dress. "Dan jangan menghubungi Jerome, aku yakin Daniel akan langsung menemuinya."
"Apa kau akan menghubungiku?"
"Setelah keadaan aman. Daniel pasti akan mengawasimu jika tahu."
Jenna tak bisa menahan isakannya. Rasanya baru beberapa tahun kehidupan mereka diselimuti ketenangan, kenapa sekarang ia harus dipisahkan dengan saudaranya lagi. Juga keponakan yang sudah seperti anak kandungnya sendiri.
***
Jerome sedang sibuk membaca berkas untuk pertemuannya sepuluh menit lagi. Monica masih berdiri menunggu, konsentrasinya sempat pecah ketika teringat keinginan Jenna tentang Monica.
Sejujurnya ia hanya perlu meminta Monica mengundurkan diri demi ketenangan Jenna. Monica pun pasti akan menentang keras hal tersebut dan akan membawa-bawa Jennifer yang akan membuat semuanya menjadi rumit. Jennifer begitu mendukung Monica untuk menggantikan Jenna sebagai pendampingnya. Ya, sepertinya ia pun tak perlu meragukan kelicikan kakaknya satu itu.
Braakkkk....
Pintu didobrak dengan keras. Monica berbalik dan Jerome mengangkat kepalanya. Tatapannya melebar menemukan sepupunya berdiri di ambang pintu. Wajah Daniel yang gelap tampak mengeras. Dengan amarah yang siap meledak, dan pasti itu untuknya. Entah apa yang membuat sepupu sialannya itu begitu murka. Rasanya ia tak sudi mencari urusan dengan Daniel.
Gemuruh amarah di dada Daniel benar-benar tak terbendung lagi. Kepalan tangannya menguat di sisi tubuhnya, dengan amplop putih yang sudah tak berbentuk lagi di genggamannya tersebut.
Ya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Jerome yang sudah membantu Liora menyembunyikan rahasia besar ini. Sejujurnya ia tak pernah curiga, tapi kedekatan Liora dan Xiu jelas terlihat janggal. Dan seperti biasa, reaksi Liora selalu mudah ditebaknya. Sekarang ia memiliki bukti yang tak akan terbantahkan.
Saat kehamilan Jenna, Liora jelas-jelas berkisah bahwa kembaran istrinya itu mengandung janin kembar. Bukan kembar tiga. Tentu saja harapan itu timbul ketika ia mendatangi ulang tahun keponakan-keponakannya. Wajah Xiu tentu saja mengandung tanya, Axel dan Alexa merupakan kembar identik. Tentu saja itu sudah cukup dijadikan sebuah kejanggalan. Ia sempat memiliki harapan yang mustahil.
Jerome memang sudah melenyapkan jejak-jejak Xiu dari hidupnya. Keguguran Liora dan kelahiran kembar. Ia juga sudah menelusuri segala hal yang berkaitan dengan ketiga kembar, semuanya begitu rapi dan sempurna. Tak ada bukti bagi Daniel untuk tak menerima bahwa darah dagingnya telah gugur.
Akan tetapi, naluri keibuan Liora mengatakan yang sebaliknya. Ya, wanita itu memang selemah itu. Dan benar saja, hasil tes DNA membenarkan kecurigaannya.
"Apa yang sedang coba kau lakukan, Daniel?" geram Jerome akan ketidak sopanan sang sepupu. "Kau terlihat marah, aku sedang tak punya waktu untuk bercanda."
Daniel mendengus keras akan penampilan tak berdosa dan ketenangan Jerome. Kemudian melempar amplop berlogo rumah sakit yang ada di dalam genggamannya ke hadapan Jerome.
Jerome hanya meliriknya sekilas. "Apa itu?"
Kegeraman Daniel benar-benar sudah mencapai batas tertinggi. Siap meluap pada keangkuhan Jerome yang bahkan tak repot membuang waktu untuk membuka bukti tak terelakkan tersebut.
"Itu hasil tes DNAku dan Xiu. Kau tak bisa menyangkalnya dan aku tak akan bertanya, Jerome. Xiu Jacalyn Lim, adalah anakku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro