29. Kecurigaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Daniel mengerang jengkel membaca pesn singkat yang lagi-lagi dikirim oleh Carissa mengenai pertemuan mereka dengan sang kakek. Selah wanita itu memang sengaja membuat acara-acara semacam ini hanya untuk membuang waktunya. Dan memang ya.

Ia melangkah dengan kesal menyeberangi teras dan masuk ke dalam rumah. Carissa menyambutnya dengan senyum terlalu lebar yang membuatnya jengah.

“Kau mengganggu kesenanganku, Carissa. Apa tujuanmu kali ini?” desis Daniel tanpa basa-basi ketika berhenti di depan wanita itu.

“Kali ini bukan aku. Asisten kakekmu yang tiba-tiba menghubungiku. Dan … ada sesuatu yang lebih menarik. Sejak pagi aku melihat mobil anak buah kakekmu di ujung jalan perumahan. Apa kau tidak melihatnya?”

Wajah Daniel seketika membeku. Ya, sebelum mendekati gerbangn rumahnya, ia sempat curiga dengan mobil hitam yang familiar tersebut, tetapi segera mengabaikannya dan berpikir mungkin hanya suatu kebetulan.

Carissa menyilangkan kedua tangan di depan dadadan mendekatkan wajah ke arah Daniel, lalu berbisik, “Tidakkah menurutmu kakek sedang mengendus sesuatu?”

Kecurigaan segera merayapi dada Daniel. “Satu-satunya orang yang akan teruntungkan dengan situasi ini hanya kau, Carissa.”

“Ck. Meski kita bisa mencari ibu pengganti untukku, bukankah aku jauh lebih beruntung jika aku mendukung perselingkuhan kalian. Setidaknya menghemat waktu dan kerepotan.”

Tatapan Daniel menajam dan menggeram tak suka. “Kami tidak berselingkuh.”

“Sebelumnya maksudku.”

“Katakan itu pada dirimu sendiri.”

Carissa mendesah pelan. “Hmm, ya. Hubungan kita semua dimulai dengan perselingkuhan. Kenapa kau terlihat begitu sensitif.”

Bibir Daniel menipis, masih belum terpuaskan dengan jawaban Carissa. “Katakan apa tujuan kakek ke sini?”

Carissa mengedikkan bahunya sekali. “Aku tak tahu,” jawabnya kemudian berbalik dan berjalan ka area dapur. “Aku harus memeriksa apakah menu makan malamnya sudah siap. Bersiaplah, setengah jam lagi kakekmu datang. Ah, aku lupa memberitahumu, putrimu sepertinya baru saja tertidur. Di kamarnya.”

Daniel masih bertanya-tanya tentang tujuan makan malam ini ketika Carissa menghilang di balik pintu penghubung ruang keluarga dan ruang makan. Ponselnya bergetar menampilkan nama Liora.

“Ada apa?”

“Ke mana kau membawa Xiu?” Kepanikan Liora seketika terdengar dari seberang.

“Di rumahku.”

“Kenapa begitu tiba-tiba? Dan kenapa kau tidak memberitahuku lebih dulu?”

Daniel mendengus tipis. “Itulah yang ingin kutanyakan padamu. Ke mana kau pergi?”

Liora tak langsung menjawab. “A-aku sedang ada urusan,” ucapnya terbata.

Wajah Daniel seketika mengeras. “Dengan Samuel,” sengitnya tajam.

“Kenapa itu jadi urusanmu?”

“Jawaban yang bagus, Liora,” pungkas Daniel dan memutus panggilan. Kemudian berjalan ke arah tangga dan langsung naik ke lantai dua. Wanita itu masih saja membuatnya kesal. Jika bukan karena kakeknya yang akan datang dalam setengah jam, bisa ia pastikan langsung ke apartemen dan membuat perhitungan dengan wanita itu. Apakah Liora masih tak memahami posisi wanita itu sekarang, hah?

Daniel mengabaikan panggilan dari Liora yang terus masuk. Mengubah menjadi mode diam sebelum memasukkannya ke dalam saku jas dan masuk ke dalam kamar Xiu. Ya, ia sengaja membuat kamar untuk Xiu juga di rumah ini demi situasi mendadak semacam ini.

Putri kecilnya sudah terlelap. Wajah polos dan cantik Xiu membuat seluruh penat sepanjang hari ini seketika terangkat. Dengan gerakan selembut mungkin ia mendaratkan kecupan singkat di kening sang putri. Berlama-lama menatap wajah Xiu hingga merasa puas dan pergi ke kamar.

Ia baru saja masuk ketika melihat barang-barang Carissa yang sudah tertata rapi di dalam kamarnya. Dan umur panjang, wanita itu muncul di saat yang tepat. “Kenapa barang-barangmu ada di sini?”

“Kau masih bertanya?”

“Jangan membuat alasan, Carissa. Kau tahu kamarmu ada di samping.”

“Lalu bagaimana jika kakekmu tiba-tiba memutuskan untuk bermalam dan mengetahui kita pisah ranjang sementara sedang menjalani program kehamilan?”

Kali ini Daniel dibuat tak berkata-kata. Berbalik dan mengurai dasinya dalam perjalanan ke dalam kamar mandi.

***

Dengan kepanikan yang tak bisa dikendalikannya, Liora menyambar kunci mobil dan berlari keluar kamar. Tangannya tak berhenti menghubungi nomor Daniel. Panggilannya masuk, tapi pria itu sengaja tak mengangkatnya.

“Anda tidak boleh keluar, Nyonya.” Seorang pria berpakaian serba hitam menghadangnya bahkan sebelum ia mendekati pintu.

“Kenapa?!” bentaknya.

“Tuan melarang Anda meninggalkan apartemen sampai tuan kembali.”

“Lalu kapan dia akan kembali?”

Pengawal itu tak menjawab, membuat Liora geram dan mendorong si pengawal yang menghalangi jalannya. “Jika kau menyentuhku, aku pastikan kau akan membayar perbuatanmu,” ancamnya.

Kedua tangan pria itu yang sudah terangkat hendak menahan sang nyonya pun terhenti. Melayang di udara. “Tuan Lim akan marah jika …”

“Apa kemarahanku juga tak berarti bagimu, hah?” teriak Liora lantang. Pikirannya benar-benar kalut memikirkan apa yang akan coba dilakukan Daniel kali ini. Tadi pagi hubungannya dan Daniel baik-baik saja. Apakah pria itu mencoba menghukumnya karena berpikir ia bertemu dengan Samuel? “Katakan di mana dia sekarang? Kenapa membawa Xiu?”

Pengawal itu lagi-lagi memilih bungkam.

“Aku akan ke rumahnya atau aku akan menjadi gila semalaman. Katakan itu padanya. Dia pasti mengangkat panggilanmu, kan?” Liora membuka pintu dan berlari menuju lift. Begitu sampai di basement, ia bergegas masuk ke dalam mobilnya. Dalam hati tak berhenti memaki Daniel. Ia hanya pergi ke rumah sakit untuk melakukan kontrasepsi. Melihat hubungan pernikahan mereka yang ternyata tak semudah lembaran sertifikat pernikahan, tentu saja ia yang harus melakukan pencegahan. Daniel jelas tak peduli dengan hal semacam ini dan hanya memikirkan keegoisan pria itu sendiri.

Mobil keluar dari basement dan langsung menuju pintu keluar area parkir, hendak masuk ke jalanan ketika sebuah mobil menghantam dari arah belakang dengan keras. Liora tak sempat mencerna situasi tersebut, mobilnya terputar ke samping, menghantam dinding beton dan kakinya terhimpit pintu. Kepalanya membentur setir dengan keras dan kesadaran seketika terangkat dari raganya.

***

Daniel meletakkan ponselnya ke meja kecil dan mengabaikan nomor Liora yang lagi-lagi muncul di layar ponselnya. Wanita itu keras kepala dan memang butuh diberi pelajaran yang lebih berat untuk memahami posisi sebagai wanitanya.

Daniel berbalik dan ponselnya berhenti bergetar. Ketika ia menutup pintu kamar, panggilan dari kontak dengan nama Tio masuk.

Seperti pertemuan yang sudah-sudah, selalu Carissa yang lebih aktif bicara. Terutama tentang pernikahan. Daniel hanya membiarkan wanita itu menata sandiwara dengan apik dan kakeknya tampaknya selalu mempercayai semua yang dikatakan oleh Carissa.

Ketika makan malam berakhir, Carissa membantu pelayan menyiapkan teh dan camilan sementara Arata Saito dan Daniel duduk di ruang keluarga.

“Apa kau sudah memecat wanita itu?” Pertanyaan Arata memecah keheningan yang sempat menyelimuti cucu dan kakek tersebut.

Daniel mengangguk.

“Apakah masih ada hubungan lainnya yang akan membuat kakek khawatir?”

Kerutan tersamar di kening Daniel akan maksud pertanyaan sang kakek yang janggal. Seolah pria tua itu tengah mengetesnya. Memastikan tak ada sekelebat pun emosi di wajahnya, Daniel menggeleng.

“Kau yakin?” Mata Arata sedikit menyipit. Mencoba mencari sesuatu dalam raut sang cucu.

Kecurigaan Daniel semakin meruncing dengan pertanyaan sang kakek yang diulang. Seolah jawaban pertanyaan pertama masih belum teryakinkan. Tatapan sang kakek yang melucuti emosi di wajahnya semakin dalam. Membuatnya kesulitan menyembunyikan fakta yang sebenarnya.

‘Apakah mungkin kakek memang mengendus sesuatu antara dirinya dan Liora?’

‘Mungkinkah kakek mengetahui tentang pernikahannya dan Liora demi mengelabui titah kakek?’

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro