6. Melarikan Diri Lagi, huh?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Tunggu, Liora." Samuel berhasil menangkap pergelangan tangan Liora di depan pintu lift yang nyaris memisahkannya dirinya dari Samuel. Merasa begitu terkhianati oleh pria itu.

"Kau tahu dia yang akan datang?" sembur Liora dalam desisan yang tajam.

"Aku tak mungkin membawamu datang jika tahu cucu tuan Saito adalah Daniel. Daniel Lim," tekan Samuel pada kalimat terakhirnya. Satu-satunya saingannya untuk menaklukkan hati Liora hanyalah Daniel Lim, yang meskipun hanya sebagai bayang-bayang masa lalu Liora.

Liora berusaha mencari gurat kebohongan di wajah Samuel, yang tak bisa ia temukan. Ia tahu Samuel mengatakan yang sebenarnya.

"Lalu apa yang terjadi tiga tahun lalu? Kau mengatakan padaku bahwa dia dipenjara." Meski Liora tak tahu detail berapa lama pria itu ditahan. Liora tak perlu dan tak ingin tahu. Satu-satunya hal yang membekas hanyalah geram kemarahan Daniel saat ia masuk ke dalam mobil Samuel. Kemudian kegilaan pria itu yang mencoba membunuh mereka berdua dalam kecelakaan itu.

Liora juga bisa mengingat dengan jelas ketika pria itu membebaskannya dari himpitan jok dan pintu mobil. Memanggil-manggil namanya dalam tangisan sebelum ia benar-benar kehilangan kesadaran akan rasa sakit yang terasa menghujam perut dan kepalanya. Ia tak pernah melihat wajah Daniel lagi setelah itu. Karena saat ia terbangun, hanya ada Jenna dan Jeroma. Yang memberitahu mereka tentang sekilas kabar Daniel yang akan dipenjara.

"Ya. Itu yang sebenarnya."

"Apa yang tidak kau ceritakan padaku?" Mata Liora menyipit curiga. Ia tahu Samuel mengatakan yang sebenarnya, tapi ia merasa ada sesuatu yang coba disembunyikan oleh Samuel. Yang baru terpergok saat ini.

Samuel seketika terdiam.

"Katakan, Samuel," desak Liora. Kebungkaman Samuel semakin memperjelas kecurigaannya. Liora menyentakkan tangan Samuel dengan keras dan tatapannya penuh ancaman. "Katakan atau jangan pernah muncul di hadapanku, Samuel."

Kedua mata Samuel melebar, wajahnya memias akan ancaman Liora. Ia segera menangkap kembali lengan Liora.

"Katakan." Liora sendiri sudah bersiap akan kemungkinan terburuk yang hendak dikatakan oleh Samuel. Kemungkinan terburuk Daniel tidak ditahan.

Samuel diam sejenak, menatap kedua mata Liora sembari menghela napas. "Di hari persidangan, setelah kau mengirim surat gugatan perceraian itu. Keluargaku mencabut tuntutan mereka."

Kedua mata Liora membelalak tak percaya. Tetap terkejut meski sudah memperkirakan hal semacam ini.

"Aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi, tapi setelah itu aku mendapatkan posisi sebagai CEO atas rekomendasi tuan Saito."

"Bagaimana mungkin kau tidak mengetahuinya, Samuel?" sinis Liora.

Samuel meraih tangan Liora yang satunya dan menggenggamnya dalam satu kepalan di tangannya. "Kau tahu gugatan itu keluargaku yang mengurusnya. Aku bahkan mengetahuinya setelah beberapa bulan kemudian dan Daniel pergi ke Cina. Dan kau bahkan setelah kecelakaan itu menghilang selama satu tahun."

Liora tak bisa menyalahkan Samuel sepenuhnya. Ia bernapas denga keras. Kemudian matanya terpejam dan telapak tangannya terangkat dan bergerak mengurut keningnya. Merasa lelah oleh hati dan pikirannya. Kemudian ia menjatuhkan diri dalam pelukan Samuel dan bergumam lirih, "Bawa aku pulang."

Samuel mengangguk, mengecup ujung kepala Liora sambil menggumamkan maaf berkali-kali. Keduanya pun masuk ke dalam lift dan kembali pulang. Liora menolak ajakan Samuel yang ingin membawa mereka ke klub malam untuk minum sedikit demi menenangkan Liora.

Bahkan Liora tak mengatakan apa-apa mengenai Samuel yang mempertanyakan apa yang akan dilakukan oleh wanita itu selanjutnya. Apakah akan tetap bekerja di sana atau mengundurkan diri. Liora belum memikirkannya. Belum ingin memikirkannya.

Sesampai di apartemen, Liora langsung berbaring. Saat pagi harinya, ia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor. Ia belum siap menghadapi Daniel. Tetapi dari rekan kerjanya sesama sekretaris CEO, mereka mengatakan Daniel hanya datang di hari pertama untuk meminta seseorang merombak seluruh desain interior ruangan tersebut. Khas Daniel, dengus Liora. Pria itu mudah bosan dan Liora yakin tak sampai satu bulan Daniel akan merombaknya lagi.

Liora tak mendengar detailnya, tetapi di hari ketiga Daniel akan mulai bekerja dan ingin mendapatkan semua laporan. Termasuk darinya. Liora mengatakan akan memberikan berkas semua pekerjaannya pada mereka. Tapi, Liora sepertinya butuh ke kantor, untuk urusan lain yang tak bisa ditundanya lagi.

Selama tiga tahun bekerja pada Samuel, belum pernah pagi Liora terasa begitu berat seperti tiga hari belakangan ini. Liora segera bersiap, sebelum berangkat sempat menjawab panggilan Jenna yang mengingatkannya untuk datang tepat jam dua siang. Tidak boleh terlambat semenit pun.

"Aku janji, Jenna. Aku tak mungkin melupakan hari terpenting ini seumur hidupku."

"..."

"Ya, tepat jam dua aku akan sampai di depan pintu rumahmu. Bahkan aku punya sepuluh menit untuk memastikan penampilan Xiu sempurna."

"..."

"Ya, Axel dan Alexa juga. Kau puas."

"..."

"Ya, bagaimana mungkin aku tidak menyayngi mereka. Mereka keponakanku. Hanya saja, aku sedikit lebih dekat dengan Xiu. Dia tidak menyukai makanan laut sepertiku. Jadi kami memiliki selera makan yang sama." Liora menahan senyumnya. Paginya tak seburuk itu. Dan harinya tentu saja akan menjadi begitu sempurna, kecuali masalah pekerjaan. Tapi ... ia akan segera membaik. Diri dan kehidupannya akan segera membaik.

"..."

"Baiklah. Sampai jumpa nanti siang."

"..."

Liora menurunkan ponselnya dan masuk ke dalam lift. Perjalanan ke tempat kerja sangat singkat. Ia menolak tawaran Samuel yan hendak mengantarnya dan naik mobilnya sendiri. Sesampai di lantai teratas gedung, Liora langsung melintasi lorong pendek menuju satu-satunya ruangan luas yang ada di lantai ini.

"Kau benar-benar gila. Apa kau tahu jam berapa ini?" sembur Nia yang langsung melotot melihat Liora yang melenggang keluar dari lift dengan sikap santai dan duduk di balik meja wanita itu.

"Apa bos baru kita sudah datang?"

"Sudah dua jam yang lalu. Dia sempat melirik ke kursinya yang kosong, tapi tak menanyakan tentangmu. Mungkin dia akan segera menanyakanmu jika melihat kaulah yang ternyata duduk di kursi kosongmu." Nia langsung menyerukan peringatannya pada Liora.

Liora hanya mengangguk. "Aku mengerti."

Kemudian suara intercom dari dalam ruangan mengalihkan ketiga sekretaris tersebut, Lili sudah mengulurkan tangan hendak mengangkatnya. Tetapi Liora menahannya.

"Biarkan aku yang mengangkatnya. Ada yang perlu kubicarakan dengan bos baru kita."

Kening Nia dan Lili berkerut dalam kerutan yang dalam dan dipenuhi keheranan. "Bersikaplah professional, Liora. Dia bukan tuan Marsello. Kau bisa dipecat saat ini juga."

"Dia tak perlu melakukannya." Liora mendesah dengan keras, mengeluarkan surat pengunduran dirinya dan menunjukkan pada Nia dan Lili. "Percayalah, dia lebih menjengkelkan dari Samuel," gerutnya mengambil telepon dan menjawabnya. Menarik napas sekali lagi sebelum membiarkan suara Daniel yang begitu familiar menerjang telinganya. Mengabaikan tatap kebengongan Nia dan Lili.

"..."

"Ya, Tuan. Saya akan segera membawanya." Liora menutupnya. Mengenyahkan keresahan yang semakin menyelimuti hatinya. "Di mana berkas laporan yang dimintanya dari bagian HRD?"

Nia mengambil berkas di depannya.

"Aku yang akan memberikannya," kata Liora mengambil berkas di tangan Nia dan menghela napas lagi dan lagi. Ia berdiri sejenak di depan pintu sebelum memegang gagang pintu. Tidak, ia tak akan membiarkan Daniel kembali menciptakan keresahan-keresahan di hidupnya. Dengan kemantapan hatinya, satu satunya pilihan yang ia miliki hanyalah melarikan diri. Lagi dan lagi.

Liora mengetuk pintu dua kali.

"Masuk."

Pintu didorong membuka dan pandangan Liora langsung tertuju meja kaca besar dengan desk name dari kaca tebal bertuliskan DANIEL LIM | CEO of SAITO. Pandangan Liora kemudian beralih ke sosok yang berada di balik meja, yang masih menundukkan wajah untuk memandang berkas di depannya.

Daniel sama sekali tak berubah seperti beberapa malam yang lalu. Menatap wajah pria itu selalu membuatnya tak bisa bernapas. Ada gumpalan di dadanya yang begitu keras yang membuat perutnya melilit.

"Aku tak pernah melihatmu." Komentar dingin Daniel terasa begitu menohok dada Liora begitu pria itu mengangkat wajah dan pandangan mereka bertemu.. Ya, seharusnya mereka memang bersikap tak saling mengenal.

"Maafkan saya, Tuan." Liora nyaris menahan mualnya ketika mengatakan sikap professional seperti ini. Rasanya Daniel sudah melekat terlalu pribadi pada dirinya dan Liora kesulitan untuk beradaptasi. Tapi ... mereka sudah seperti orang asing. Itu yang akan Liora coba tekankan pada dirinya sendiri untuk memudahkannya bersikap tegas pada dirinya sendiri.

"Kau sekretaris baru yang menggenapi kursi di depan?"

Wajah Liora memerah oleh rasa malu, tapi ia segera menguasai ekspresi wajahnya dengan cepat. "Sebelumnya ya, tapi ... " Liora mengulurkan berkas di tangannya bersama surat pengunduran diri di atasnya. "Anda mungkin perlu menghubungi pihak HRD untuk menggantikan saya."

Ekspresi di wajah Daniel segera memias. Emosi bergemuruh di dadanya. Melarikan diri lagi, huh?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro