🌷 Penculikan🌷

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~ Dia mematahkan hatiku berkali-kali, bodohnya aku selalu mempertahankannya~

***
After the Rain by Galuch Fema


Happy reading jangan lupa vote

Kiran semakin terkejut karena ia harus dipertemukan lagi dengan perempuan ini. Ia sendiri tidak paham apa hubungannya dengan Adit.

"Iya, kita bertemu lagi," jawabnya sambil tersenyum mendekati Kiran yang masih membeku.

"A-ada apa?" tanya Kiran dengan takut. Ia kembali lagi teringat ucapan Adit, jika ia sudah dekat dengan Adit maka ia harus terima semua resiko termasuk orang-orang yang berhadapan dengan dirinya.

"Aku mau ketemu sama Adit," pinta perempuan itu yang raut wajahnya berbeda dengan sebelumnya. Ada semburat rasa sedih dalam tatapan perempuan itu.

"Untuk apa?"

"Aku akan menikah," sahut perempuan itu dengan tegas.

"A-apa menikah?" tanya Kiran sangat syok. Jadi selama ini perempuan ini adalah ....

"Ya, aku akan menikah oleh sebab itu aku harus ketemu sama Adit dan Mamahnya."

"Untuk apa?"

"Untuk meminta restu."

Kiran merutuki dirinya sendiri, betapa bodohnya berkata seperti itu. Entah mengapa ada sedikit  rasa kecewa dalam hati. Mengapa Adit menyembunyikannya dan tidak terus terang padanya? Terus untuk apa perhatian-perhatiannya selama ini? Bisa saja di depannya ia mengatakan akan melamar saat setelah mendapatkan pekerjaan. Namun, kenyataannya ia akan menikah dengan perempuan ini.

"Ak-aku tidak tahu rumah Adit, " jawab Kiran berbohong.

Seperti ada kejanggalan di sini, entahlah memikirkan Adit itu terlalu banyak teka-teki. Tentang jati diri laki-laki itu saja belum ia ungkap, ditambah pernikahan dengan perempuan ini.

"Aku tahu jika kamu bohong," tuduh perempuan itu tak percaya.

"Benar kok."

Kiran semakin salah tingkah.

"Bukankah kalian berdua sangat dekat?"

"I-iya tapi kita cuma teman saja kok, tidak lebih," elak Kiran takut perempuan itu salah paham.

"Please, kabulkan permintaanku, aku sangat butuh Adit."

Hati Kiran semakin sakit mendengarnya, ia pura-pura melihat seseorang di dalam yang tengah memperhatikannya.

"Maaf aku tidak bisa."

Suara pintu mobil terbuka, Kiran berusaha biasa saja walaupun sejujurnya ia sangat panik berhadapan dengan laki-laki yang selalu ia hindari.

"Gimana, Put? Ada masalah?" teriak Haris sambil memegang pintu mobil.

"Kiran tidak mau memberi tahu," keluh perempuan tadi yang bernama Putri.

"Biar aku saja, biasanya perempuan macam Kiran akan bertekuk lutut jika bersama aku," ancam Haris sambil mendekati Kiran yang masih berada di atas motornya.

Sebenarnya saja, ia bisa pergi begitu saja namun ternyata ketakutan sudah mengalahkan semuanya.

"Dimana alamat Adit?" tanya Haris yang sekarang sudah memegang setang motor Kiran.

Perempuan itu menggeleng lemah, setahu dia Adit dan Haris seperti menyimpan dendam satu sama lain karena terlihat dari tatapan laki-laki itu.

"Aku tidak suka bermain kasar apalagi untuk perempuan secantik kamu," ancam Haris sambil tersenyum licik.

"Haris, kamu tidak boleh seperti itu sama Kiran!" Haris menatap kakaknya yang tengah berkacak pinggang.

"Kiran, aku mohon tolong beritahu alamat Adit. Aku ingin sekali menikah dan mendapatkan restu dari Mamah Adit."

Ucapan Putri terasa mengena di hati Kiran.

"KIRAN!!!" pekik seseorang yang sekarang tiba-tiba ikut bergabung dengan mereka.

"Anton!" sahut Kiran dan Putri bersamaan.

Anton sendiri tengah turun dari motor bersama Sony. Tatapan tajam Sony masih mengarah pada Kiran.

"Awas minggir!" pekik Anton sambil mendorong Haris dengan kasar agar menjauh dari motor Kiran.

"Pindah belakang!" gertak Anton dengan nada tak bersahabat dengan Kiran. Mau tak mau Kiran menurut walaupun sejujurnya ia tidak paham dengan maksud Anton.

Dalam hitungan detik, Anton sudah menjalankan motornya bersama Kiran yang sudah duduk di belakang dengan posisi mereka yang berjauhan. Jantung Kiran terus berdegup kencang karena laki-laki ini menjalankan motornya seperti menantang maut. Kiran hanya memejamkan matanya sambil terus berdoa.

Setelah dirasa motor berhenti, pelan-pelan mata Kiran mulai terbuka. Hatinya sangat bersyukur karena mereka berhenti di depan gang masuk kontrakan Kiran.

"Perempuan tadi?" tanya pada Anton, pasti Anton tahu tentang semuanya.

"Jauhi perempuan itu! Jangan sampai Lo memberitahu keberadaan Adit!"

"Maksud kamu? Aku belum paham?"

"Cihh, katanya mahasiswa. Begitu saja tidak paham. Kamu jangan beri alamat Adit pada perempuan tadi. Bukankah barusan Lo ke rumah Adit?"

"Loh kok kamu tahu?" selidik Kiran curiga.

"Kemana saja Lo pergi bareng Adit pasti gue tidak jauh dari kalian berdua."

"Kamu jadi mata-mata?" tuduh Kiran merasa tak suka. Jangan sampai Anton tahu jika Adit sedang jadi objek apa yang ia tulis.

"Ya, gue jadi mata-mata. Semua keselamatan Adit, gue yang tanggung."

"Dibayar berapa buat jadi bodyguard Adit?"

"Dibayar nyawa."

Kiran cukup merinding mendengar ucapan barusan, bisa jadi dibayar nyawa karena mereka selalu mempertaruhkan nyawa untuk hal-hal yang berhubungan tawuran.

"Adit kemana? Kok gak anterin Lo pulang?" tanya Anton curiga. Laki-laki itu pernah berjanji jika akan selalu menjaga Kiran. Untung saja ia melihat Haris dari jauh sedang mendekati perempuan ini. Coba jika tidak, Kiran akan celaka atau parahnya lagi Kiran akan memberi tahu  alamat Adit.

"Dia ngambek."

"Ngambek kenapa?" tanya Anton curiga. Dari pertama Anton tidak suka dengan Kiran karena pastinya akan mempermainkan hati laki-laki itu.
Sudah berulang kali ia mengingatkan Adit tapi percuma karena cinta sudah mengalahkan segalanya.

"Cintanya aku tolak," canda Kiran tetapi tidak dengan Anton. Siapa yang telah menyakiti Adit sama saja harus berurusan dengan dirinya.

"Jangan permainkan hati dia. Adit sudah suka sama Lo. Gue heran, apa yang menarik dari Lo sampai-sampai dia bertekuk lutut sama Lo."

"Aku enggak mempermainkan, aku cuma menganggap dia sebatas teman dan Adit ternyata beda," ungkap Kiran dengan jujur.

"Cihh," desis Anton dengan sengit.

"Bukankah perempuan tadi katanya mau menikah sama—"

"Sudah sana pulang, jangan kemana-mana lagi. Untung hari ini Lo selamat."

"Kan ada kamu, bebas dong kemana saja? Berasa punya bodyguard aku," ledek Kiran membuat Anton merasa muak.

Motor yang dikendarai Sony sudah terparkir di dekat mereka.

"Gila aja Lo, bawa motor bonceng cewek tapi kaya lagi trek-trekan. Lecet dikit bisa marah tuh Adit!" pekik Sony lantang pada Anton.

"Biarin saja, sekali-kali senam jantung."

Anton langsung naik membonceng motor Sony sambil berucap, "Awas Lo kalau mempermainkan Adit bakal berurusan sama gue," ancam Anton.

"Gue juga!" seringai Sony tak mau kalah.

Kiran hanya geleng-geleng melihat dua teman Adit, entah mengapa mereka berdua sampai segitunya menjaga Adit.

🌷🌷🌷🌷

Sampai malam hari, Kiran sama sekali tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya masih terpaku pada sosok Putri. Beberapa pertanyaan melintas di otaknya. Apa betul jika perempuan itu kekasih Adit atau tepatnya calon istri Adit? Mengapa putri terus memaksa bertemu dengan Mamah Adit? Apa yang pernah Adit lakukan terhadap perempuan itu sehingga Putri seakan-akan mengemis untuk meminta restu dari orang tua Adit?

Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam, seharusnya ia sudah kembali lagi menulis mengingat deadline tinggal beberapa hari lagi. Seharusnya juga hari ini  ia mulai lagi menulis mengingat banyak kejadian siang tadi.

Tangan Kiran meraih cokelat yang barusan Adit berikan, dengan hati-hati ia membuka bungkus. Benar saja, di pembungkus yang pertama tertera nomor ponsel Adit, sedangkan di pembungkus yang kedua terdapat nama dia yang tertulis dengan sangat rapi.

Senyum tercetak di bibir Kiran, ia kembali teringat coretan di buku Adit.

Kelamaan begadang semalaman membuat Kiran terburu-buru karena terlambat saat lagi hari, memikirkan laki-laki itu yang ada membuat dirinya telat.

"Adit!!" pekik Kiran terkejut ketika membuka pintu. Laki-laki itu tengah berdiri dengan wajah yang sangat gelisah.

"Kiran? Kamu tidak apa-apa kan?" tanyanya dengan khawatir.

Kiran hanya menggeleng lemah, ia sangat heran karena Adit selalu berlebihan.

"Katanya kemarin kamu bertemu lagi dengan Haris? Maaf ya jika kemarin aku membiarkan kamu pulang sendiri," tukas Adit penuh penyesalan.

"Enggak apa-apa."

"Haris tidak berbuat yang enggak-enggak sama kamu kan?"

"Enggak. Tapi perempuan itu—"

"Sudah, jangan bahas dia," elak Adit.

"Dit, dia butuh kamu? Kamu harus tanggung jawab?"

"Sudah ayok cepetan berangkat nanti kamu telat!" perintah Adit sambil menaruh helm di atas kepala Kiran.

"Dit, kita tidak bisa sedekat ini terus? Kasihan perempuan itu?"

"Jangan bicarakan lagi dia kalau kita lagi berdua. Aku tidak suka."

Kiran hanya mengalah, siapa tahu nanti siang laki-laki ini mau berterus terang. Apalagi waktu sudah siang mungkin saja ia akan terlambat satu mata kuliah.

Setelah sampai di depan kampus, Kiran buru-buru menyerahkan helm.

"Jangan pulang sendiri. Tunggu aku datang. Sekarang kamu jadi tanggung jawab aku, apalagi setelah Haris berani mendekati kamu!" perintah Adit.

Kiran mengangguk lemah, pokoknya ia harus kembali bertemu dengan Adit untuk membicarakan hubungan Adit, Haris dan perempuan itu.


🌷🌷🌷🌷


Hampir satu jam berlalu begitu saja tetapi laki-laki yang sudah berjanji itu tak muncul juga. Biasanya Adit tak pernah ingkar janji, bahkan akan datang sebelum waktu yang ditentukan.

Langit bahkan sudah sangat mendung, Kiran meraih ponselnya dan menghubungi Adit tetapi tak ada sahutan dari laki-laki itu.

Kiran mulai cemas. Apa mungkin Adit ada mata kuliah sampai sore? Atau jangan-jangan malah sedang berantem lagi?

Perempuan yang wajahnya sudah kusut akhirnya memilih untuk pulang menggunakan angkutan umum atau ikut teman kampus yang masih berada di sini.

Baru juga satu langkah, lagi-lagi mobil itu berhenti tepat di sampingnya. Dengan gerakan cepat para pengemudi mobil langsung turun dan membawa paksa Kiran untuk naik.

Perempuan itu sangat syok karena sekarang sudah berada di dalam mobil bersama Haris dan perempuan itu lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro