15. Pacaran Yuk!?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

TELAH DIKONTRAK PENERBIT
Silakan dibaca.
Dilarang keras! plagiat, copypaste dan sejenisnya ya. Ingat Allah maha tahu, meskipun Saya tidak tahu.
Mohon sertakan sumber atau tag saya di IG atau FB Chanty Romans) jika ingin share bagian kalimat atau quotes.
*****************************

15. Pacaran Yuk!?

"Karena perempuan terhormat itu dimuliakan bukan hanya dengan kado ataupun coklat, tetapi dengan Akad." ucapan Ali benar-benar menggetarkan jiwa. Sekian detik Illyana hanya bisa meresapi perkataan suaminya itu, sederhana namun memberi kesan dan makna yang dalam.

"Iih, Abang kok makin sweet sih, mau peluk boleh nggak Bang?" sahut Illyana malu-malu. Illyana merasa lututnya melemas saat tahu apa yang dilakukan Ali kini. Tanpa banyak berkata lelaki itu lebih dulu mendekat serta mendekap erat tubuh mungilnya.

'Ummi, Illyana nggak lagi mimpi kan!?' gumam Illyana membatin saat merasakan tangan kekar Ali memeluknya erat.

"Nggak usah kamu minta ijin, kali ini Abang yang akan ngekepin kamu," sahut Ali disertai senyuman teduhnya saat kedua matanya menatap Illyana.

Illyana masih bergeming. Seakan kehabisan kata. Rasa hangat serta nyaman merambat, mengisi relung hati sampai ke batok kepalanya. Ah, Yaa Rabbi, ternyata seperti ini rasanya didekap oleh kekasih halal. Gugup dan canggung masih mendera. "Abang.." hanya kata itu yang terlontar dari bibir tipis Illyana.

"Kenapa Illyana sayang?"

"Bang, kaki Illyana lemes. Abang nggak sekarang kan khilafnya." tanya Illyana konyol saat merasa seluruh tulang persendiannya rontok atas perlakuan Ali.

"Kalau Abang maunya sekarang gimana?" tantang Ali, kali ini gantian menjaili Illyana. Ah, rasanya Illyana ingin menyembunyikan wajahnya saat ini. Ternyata Illyana salah sangka jika menganggap si Abang ustazd ini type kulkas dua pintu. Dingin dan pendiam saat belum terlalu kenal. Tetapi sangat jail jika sudah berada sedekat ini. Buktinya sekarang dirinya dibuat diam seribu bahasa oleh godaan lelaki itu. Makanya Ly, jangan remehkan orang pendiam. Diam bukan berarti tak bernyali. Cericit hati Illyana.

"Abang, ini masih sore lho. Sebentar lagi kan mau maghrib." alibi Illyana mendadak ketakutan jika si abang akan khilaf saat ini juga. Ali malah makin mengeratkan pelukannya sambil tertawa renyah. "Kenapa Illy takut ya kalau Abang khilaf?"

"Nggak Bang, tapi kan belum waktunya."

"Terus kapan waktunya Ly?"

"Nggak tahu," sahut Illyana asal saja. Pasalnya kini rasa malu lebih mendominasi, bahkan gadis itu tak berani mengangkat wajah.

Tangan Ali melonggar, beralih menyentuh dagu Illyana dan sedikit mengangkatnya,"Kenapa dari tadi hanya menunduk saja Illyana? Kamu tidak mau memandang wajah tampan Abang ya?" rupanya kali ini mereka seperti bertukar posisi. Jika biasanya Illyana yang suka jail dan menggoda, kini giliran Ali yang bertingkah jail.

"Abang kenapa jadi genit sih! Biasanya kan Abang selalu jaim."

"Abang nggak pernah jaim kog, tapi hanya menjaga dari yang belum halal. Nah kalau sekarang kan Illyana sudah halal buat Abang, tidak ada kewajiban untuk menyembunyikan satu sama lain dari ujung kepala sampai ujung kaki Illyana sayang," terang Ali yang hanya dibalas anggukan oleh Illyana. "Illyana ngga mau buka jilbabnya di depan Abang?"

"Boleh ya Bang?"

"Tentu saja boleh," tanpa ba-bi-bu Ali menarik kain yang menutup kepala hingga terlilit sampai dada Illyana. Begitu jilbabnya terlepas, nampak rambut panjang Illyana menjuntai, kedua mata lelaki itu lekat memandang. Anugrah dan keindahan yang mutlak menjadi miliknya.

"Abang, kenapa ngelihatnya begitu sih? Illyana jelek ya kalau ngga pake jilbab." Illyana merasa risih. Lebih tepatnya salah tingkah saat kedua bola mata Ali terus saja memonitor dari ujung kaki sampai ujung rambutnya.

"Masha Allah, cantik sekali. Abang mencintaimu Safira Illyana," jantung Illyana menalu dengan kerasnya, serasa melorot dari tempatnya, saat untuk pertama kalinya mendengar gaung cinta dari si abang ustazd. Saling mengenal lewat taaruf, kemudian langsung dikhitbah dan tak lama menikah. Rasanya benar-benar maha dasyat saat kata cinta itu terlontar, menggetarkan hati sampai ke kalbu. "Kenapa nggak dijawab Sayang? Illyana nggak cinta ya sama Abang?" lontaran tanya dari Ali saat Illyana hanya mematung.

"Iya Abang, Illyana juga mencintai Abang," sahutnya singkat dan cepat. Kemana hilaangnya kata rayuan yang dulu sering Illyana ucapkan, dan kini Ali yang lebih banyak menggodanya. Ah, rasanya bisa benar-benar campur aduk bagi Illyana. Salah tingkah, malu, canggung, dan yang pasti rasa bernama bahagia itu membuncah dalam hati.

"Kamu cantik sekali Ly, apalagi jika memakai hejab, ini adalah milik Abang seutuhnya, ini harta Abang, jadi Illyana harus senantiasa menjaganya hanya untuk Abang." Ali berkata sambil membelai anak rambut Illyana yang tergerai, gadis itu hanya mengangguk pelan. Tentu saja, dalam hati ia pun berjanji akan menjaga malu serta pandangannya hanya untuk suaminya.
___

Malam menyapa, gelap pun telah membungkus langit. Diiringi semilir angin serta rintik gerimis, membuat suasana malam yang begitu syahduh. Illyana menggeliat dalam dekap kekasih halanya. Dirinya kini bukan lagi seorang gadis remaja, sang suami telah memiliki dia seutuhnya. Pancaran rona malu bercampur bahagia masih tersirat. Kini baktinya telah berpindah, bukan lagi pada kedua orangtua, melainkan pada imamnya. Dia juga telah selangkah telah berubah menjadi perempuan dewasa, dan mungkin sebentar lagi adalah calon ibu dari anak-anaknya.

Lembut sentuhan itu masih terasa saat menyentuh bibir mungilnya. Dan belai tangan yang ia rasakan, mampu menggetarkan jiwa, melukis khayal, membawa surga dunia.
Inilah cinta yang penuh keindahan. Cinta yang terjaga dan sesungguhnya, terjaga oleh restu, terjaga oleh akad. Memeluknya bukan lagi mimpi, peluk yang halal mereka rasakan tanpa duri dosa.
Langit pun seakan menjadi saksi bisu, bahwa kedua tubuh bersanding hangat.
Inilah malam keindahan cinta
Saat mereka menjadi satu dalam cinta halal.
Merajut hidup penuh bahagia
dan membina mahligai rumah tangga sebagai ibadah.
___

Bagi Ali, tidak ada nikmat yang lebih indah daripad bisa duduk berdua, terpekur dalam lantunan dzikir serta doa bersama si kekasih halal. Lama ia mendamba akan hal ini, dan Maha baik Allah yang kini mengabulkan pintanya. Subuh berdua untuk pertama kalinya.

"Abang mau sarapan apa?" Illyana bingung pagi ini harus membuka obrolan darimana. Jadi dia pikir tak ada salahnya menanyakan ingin sarapan apa Ali pagi ini.

"Tidak usah masak Ly, Abang mau keluar." jawaban Ali agak membuat Illyana bingung. Pasalnya mereka kan pengantin baru, masa iya Illyana sudah mau ditinggal saja. batinnya.

"Keluar kemana Abang? bukannya Abang masih cuti kan?" seingat Illyana, suaminya itu mengambil cuti satu minggu. Jadi mustahil jika saat ini Ali keluar untuk urusan kerjaan. Lalu, kalau bukan urusan kerjaan, si abang mau kemana!? pelbagai pertanyaan melintas begitu saja dalam benak Illy.

"Memang bukan urusan pekerjaan Illy sayang, tapi Abang mau keluar sama pacar Abang." Illyana menajamkan telinganya saat mendengat kata-kata Ali. Apa tadi katanya!? pacar? apa-apaan si abang ini, baru 24 jam jadi suami, masa iya udah punya pacar lain. "Dengarkan dulu, Abang belum selesei bicara," Ali cepat menyahut saat melihat gurat wajah Illyana yang berubah.

Illyana melemas. Entah, memang prasangka sempat terlintas begitu mendengar kata pacar dari si abang. "Maksudnya Abang apa sih?" sahut Illyana gelisah.

"Maksudnya Abang, hari ini mau menghabiskan waktu seharian sama pacar Abang, jalan-jalan, makan diluar, atau sekadar nonton kayak orang pacaran gitu. Dan pacarnya Abang itu namanya Safira Illyana, orangnya mungil, cerewet, bawel, terus apalagi ya.."

"Iih, Abaaang.." satu cubitan dari Illyana disertai embusan napasnya, merasa lega saat tahu siapa yang dimaksud pacar oleh si abang.

"Emang iya kan, Kamu kan pacar halalnya Abang, Illyana sayang."

"Kapan kita jadiannya Bang? kan Abang belum pernah nembak Illy."

"Oh, jadi mau ditembak dulu, oke. Safira Illyana, pacaran sama Abang yuk, mau ngga?" Ali meraih kedua tangan Illyana sambil berlutut layaknya pemuda jaman now jika sedang menyatakan cinta. Illyana tak bisa menyembunyikan tawanya melihat aksi lelaki itu. Ini sih lebih indah daripada ditembak sebelum ada label halalnya. Selain rasa bahagia, rasa nyaman dan tentram karena merasa tidak berbuat dosa zina, karena sudah jelas mereka telah halal.

"Mau nggak ya...?" Illyana pura-pura berpikir. Mana mungkin dia menolak.

"Mau nggak?" Kalau nggak mau..."

"Mau Abaaang.." Illyana menyahut cepat saat Ali kembali melontarkan tanya. Indahnya pacaran setelah menikah itu lebih nikmat dan mengasyikkan daripada pacaran sebelum menikah lebih banyak boringnya, egoisnya, dan yang pasti mudharatnya.

"Jadi."

"Jadi apalagi Abang?"

"Gimana rasanya ditembak Ly?" pertanyaan yang tidak penting menurut Illyana. Sudah pasti jawabannya adalah senang dan bahagia. Untuk apalagi ditanyakan. Tanpa dijawab pun airmuka Illyana sudah terpancar akan hal itu.

"Senang pastinya Bang, bahagia sekali." jawab Illyana menyahut.

"Kalau waktu ditembak semalam gimana rasanya?"

"Abaaaaang...!?"
######

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro