3. Pilihlah Aku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Silakan dibaca.. TELAH DIKONTRAK PENERBIT.
Dilarang keras! playgiat, copypaste dan sejenisnya ya. Ingat Allah maha tahu, meskipun Saya tidak tahu.
*****************************

3. Pilihlah Aku

"Kalau belum, Illyana mau kok jadi calon istrinya Ustazd."

Lelaki yang dipanggil ustazd itu meledakkan tawanya seketika saat mendengar penuturan Illyana. Bukan hanya ceplas-ceplos rupanya, namun gadis itu kelewat polos sekali. Jaman sekarang mana ada perempuan menyatakan perasaannya duluan. Yang ada kebanyakan kaum hawa pasti akan gengsi serta menjaga imej jika di depan lelaki. Entah, harus senang atau kaget, yang pasti si ustazd terlihat geli sendiri saat pertama kalinya ditembak tanpa basa-basi begini. Selama ini tidak sedikit perempuan yang menyiratkan rasa kekagumannya pada si ustazd ganteng itu, tetapi dari sekian banyak, tidak ada yang terang-terangan layaknya Illyana sekarang ini. Pun itu hanya sebuah candaan atau memang gadis di sampingnya itu serius dengan ucapannya, tapi Ali menganggap Illyana itu lucu.

"Ih, kenapa malah tertawa sih!? jawab dong Abang ustazd." bibir Ali tak bisa berhenti melengkung saat sekali lagi telinganya mendengar panggilan dari gadis  itu. Abang ustazd. Baru kali ini ada yang menyebutnya begitu.

"Jadi ini ceritanya kamu sedang menyatakan perasaan gitu?" pertanyaan balik dari Ali dan diangguki Illyana dengan wajah tersipu disertai guratan merah di kedua pipinya.

"Kamu serius dengan ucapanmu barusan?" selidik Ali memandang Illyana sekilas.

"Serius Abang ustazd. Jadi gimana jawabannya?"

Lelaki itu tanpa sadar menatap lekat dua bola mata Illyana. Tidak ada gurat canda atau gurauan disana. "Astagfirullah.." merapal istighfar dalam hati saat Ali diam-diam terkagum dengan tingkah polos si gadis, merasa tertusuk duri dosa? mungkin saja. Biar bagaimanapun mereka bukan mahram, dan tidak seharusnya berikthilat atau berdua-duaan layaknya sekarang, meskipun di tempat ramai dan banyak orang. Dan Ali pikir untuk ukuran gadis yang baru beranjak dewasa, Illyana termasuk tipe yang jarang, bahkan hampir tak pernah ditemui. Menginjak usia yang ke dua puluh lima tahun, memang sudah cukup mapan serta waktunya bagi ustazd Ali untuk membina sebuah hubungan yang serius, namun itu sama sekali belum terpikirkan dalam benak Ali. Dan apa itu artinya Ghaly Abdullah Zaid tidak pernah jatuh cinta? jawabannya adalah sudah pasti pernah. Bahkan kesendiriannya sampai kini juga salah satu faktornya adalah karena seorang gadis. Gadis yang diam-diam menyelinap di dasar hatinya, gadis yang disebut namanya diantara hening sepertiga malamnya, gadis yang dicintai dalam diamnya, hingga tiba saat ia berupaya menggapainya, gadis itu memilih untuk meniti masa depannya lebih dahulu dan menolak keseriusan ustazd Ghaly. Sudah dua tahun ini Ali menantikan kehadiran Humaira, nama gadis yang kini tengah menyeleseikan studynya di Al-Azhar Cairo.

"Illyana, dengarkan saya ya. Kamu ini masih terlalu kecil untuk bermain-main sama yang namanya perasaan. Kan dalam islam juga pacaran itu dilarang, jadi Illyana lebih baik fokus untuk belajar saja dulu ya," ucap Ali menghela napas panjang sesaat sebelum memberi pengertian pada Illyana.

Raut wajah Illyana berubah seketika. Bukan gurat kecewa, tapi lebih tepatnya ia merasa kesal karena selalu dianggap layaknya anak kecil. Delapan belas tahun bukankah sudah bisa dibilang dewasa, bukan lagi anak kecil. Jangan mentang-mentang tubuhnya kecil, mungil, plus imut, lalu selalu disamakan dengan anak-anak.

"Ih, Abang ustazd bikes deh! Illyana kan nggak ngajakin pacaran. Illyana juga paham kok kalau pacaran itu dosa, dan Illy bilang mau jadi calon istrinya Abang ustazd." sungut Illyana tak mau menyerah begitu saja. Yang ada dipikiran Illyana saat ini adalah suatu saat nanti pasti abinya akan menjodohkan dengan lelaki pilihannya. Sebelum itu terjadi nanti, lebih baik Illyana mencari sendiri pendamping yang sesuai dengan kriteria gadis itu. Ustazd Ali sudah melebihi dari daftar kriteria lelaki idaman Illyana, ustad Ali itu selain rupawan, murah senyum, baik hati, dan yang pasti shalih serta taat dalam beribadah, itu merupakan salah satu syarat yang pasti nanti akan diajukan oleh abinya saat Illyana memilih calon suami.

"Memangnya kenapa Illyana kok mau jadi calon istri saya?" pertanyaan sengaja Ali lemparkan, ingin menelisik lebih dalam makna dibalik niat Illyana padanya.
"Soalnya Abang ustazd ganteng sih. Kan Illyana jadi suka," jawaban asal keluar dari bibir gadis itu, rupanya Illyana masih belum menyerah juga. Bagaimanapun yang namanya cinta harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan kan. Cinta? Apa benar yang dirasakan gadis delapan belas tahun itu adalah cinta. Palingan juga cuma fatamorgana dari sebuah bentuk rasa kagum yang berlebihan.

Riuh suasana pasar pagi ini tak mengusik sedikitpun perbincangan antara lelaki dan gadis itu. Bahkan si ustazd tak bisa berhenti tersenyum saat mendengar kata demi kata pengakuan Illyana yang polos.

"Istighfar Illyana, tidak boleh mengagumi yang bukan halal untukmu, lagipula kalau nanti Illyana mencari pendamping hidup, jangan hanya dilihat dari tampangnya saja, tetapi akhlaknya jauh lebih penting Ly." peringat Ali sekali lagi.

"Yaudah kalau gitu halalin Illyana dong Abang ustazd. Kan kayak lagunya mimi KD, pilihlah aku jadi pendampingmu, yang akan setia menemanimu, jangan kau salah pilih yang lain, yang lain belum tentu setia. Jadi Pilihlah aku."

tawa Ali kembali meledak mendengar gombalan receh ala Illyana. Ini hareem antara polos sama tidak tahu malu bedanya cuma tipis sekali. batin Ali dalam hati. Belum pernah dia dibuat tertawa lepas seperti saat ini hanya karena kepolosan seorang gadis yang baru beranjak dewasa itu.

"Illyana, lebih baik fokus dan serius belajar dulu ya. Nanti kalau jodoh juga nggak bakal lari kemana." jawaban klise, karena Ali juga bingung harus menjawab apa dan bagaimana, dia takut menyinggung perasaan Illyana jika terang-terangan menolak, namun lelaki itu juga tidak meng-iyakan.

"Jadi Illyana ditolak ya Abang ustazd?"

"Bukan begitu Illyana." Ali tidak tega sebanarnya melihat gurat kecewa di wajah polos itu. Ali jadi bingung sendiri, tidak mungkin kalau dia akan menerima Illyana. Bagi lelaki itu apa yang Illyana ungkapkan hari ini tak lebih dari ucapan gadis abege yang mungkin baru merasakan faling in love dan dianggap hanya candaan biasa. Ali maklum akan hal itu, wajar jika seorang gadis remaja merasakan jatuh cinta atau sekadar suka, pasti akan menggebu untuk menunjukkan rasanya itu.  Tetapi lelaki itu juga cemas jika nanti dianggap memberi harapan palsu pada Illyana. "Lebih baik Illyana fokus pada tujuannya ke pesantren ini. Ingat pesan abi dan ummi kan? Illyana pasti tidak mau mengecewakan abi sama umminya kan?" dengan kata-kata yang dibuat selembut mungkin Ali kembali meyakinkan Illyana.

"Iya Abang ustazd. Kata Abi, Illyana harus rajin belajar disini, terus kata abi lagi, Illyana harus bisa menjaga hati, jaga amanah abi sama ummi," sahut Illyana menunduk. Ada sebersit rasa malu saat gadis itu sudah berhasil menyatakan perasaanya. Kenapa baru sekarang rasanya malu sekali. Padahal tadi waktu bilang suka, biasa saja tidak semalu ini. rutuk Illyana dalam hati.

"Nah itu Illy paham kan. Sekarang kita kembali ya, pasti belanjaannya juga sudah ditunggu." Ali menghela napas lega, saat mendapati raut Illy yang kembali ceria, seakan tanpa beban.

"Iya Abang ustazd. Oh iya, Abang ustazd mau dimasakin apa? nanti biar Illyana masakin yang spesial pokoknya, hitung-hitung sebagai rasa terima kasih karena sudah mengantar Illyana ke pasar."

"Memangnya Illyana bisa masak?" sahut Ali ragu. Pasalnya gadis abege jama sekarang, mana ada yang betah berkutat di dapur. Paling banter masak air buat mi instan. Apalagi di tengah era yang modern seperti sekarang, apa-apa tinggal gerakin pake jari. Perut lapar tinggal pesan lewat online, ingin apapun sekarang tak usah keluar rumah, semua sudah bisa diakses melalui internet. Sangat berbeda jauh sekali dengan masa dulu. Makanya di era sekarang ini kerap kali ditemui pribadi yang kurang peka dan apatis, kurang bergaul serta kurangnya  berinteraksi dengan sesama manusia dan tak banyak yang menyadari jika kebiasaan ini  berbahaya bagi kesehatan mental.

"Bisa dong Abang ustazd. Kan waktu di rumah Illyana sering bantuin ummi masak. Kata ummi, kalau mau jadi istri shaliha salah satu syaratnya harus bisa masak."

Lelaki itu kembali menampakkan sumrigah di wajahnya, perlahan tapi pasti, kekaguman diam-diam menyelinap dalam hati Ali pada gadis itu. Meskipun polos dan suka ceplas-ceplos, tapi Illyana gadis yang baik, dan taat pada kedua orangtua sepertinya.
Matahari makin terasa menyengat, memapar kulit. Lalu lalang dan kesibukan di pasar bertambah ramai saat ustazd Ali membawa Illyana kembali ke pesantren. Pagi yang tak akan terlupakan bagi Ali, bisa bertemu dan mengenal sosok Illyana yang polos serta ceplas-ceplos.
#####

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro