Bab 13 { He Wants to Remarry }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari demi hari terus berlalu begitu cepat, tidak terasa sudah hampir satu bulan sang sulung Uchiha pergi dari Konoha dan belum ada kabar kepulangannya. Entah ada dimana pria itu sekarang, bahkan sepucuk surat darinya pun tidak pernah datang.

Setiap sore setelah selesai bekerja, Sakura selalu beranjak ke kuil di belakang rumahnya. Untuk berdoa meminta pengampunan agar hatinya bisa sedikit lega dan berdoa untuk keselamatan sang sulung Uchiha.

Dengan begitu hati-hati ia pun menyalakan setiap lilin yang ada si sana lalu duduk bersimpuh mengakui semua kesalahannya. Denting lonceng yang tertiup lembutnya angin senja itu, terasa menenangkan hati juga fikirannya.

Untaian kalimat kerinduan juga pengesalan yang ia gumamkan dengan lirih membuat air matanya kembali menetes.

Hingga tiba-tiba gadis itu menoleh dengan cepat saat merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Ia pun segera bangkit berdiri sembari menyeka pipinya, saat menemukan seorang anbu berpakaian serba hitam tengah berlutut di belakangnya.

"Ada apa?"

"Itachi-sama sedang dalam perjalanan pulang. Kemungkinan besar beliau datang dalam empat jam lagi," Ucap anbu itu yang membuat Sakura seketika berbinar.

Saat ia akan pergi mengambil jubah sulung Uchiha itu di rumah. Ucapan Shikamaru kemarin kembali terngiang dan membuatnya tak berani melangkah.

Perbuatannya pada Itachi di masa lalu sangatlah buruk. Ia benar-benar merasa tidak pantas sekaligus malu dengan ulahnya yang begitu bodoh. Sakura pun segera berbalik menatap pada lilin di hadapannya dengan berkaca-kaca, "Pergilah, aku ingin sendiri. Jangan biarkan siapapun masuk termasuk Itachi,"

Anbu itu seketika menunduk mengerti lalu menghilang dari sana. Tetes air mata kembali meluncur pada pipinya saat ia menundukan kepalanya sembari mengeratkan kepalan tangannya sendiri, "Kami-sama, kuatkan aku untuk menebus semua kesalahanku," gumamnya.

Trak!

"Kami-sama tidak akan menguatkan seseorang yang tak berusaha terlebih dahulu anak muda," Ucap sebuah suara parau yang membuatnya kaget.

Saat ia mendongak, netra emeraldnya seketika terbelalak melihat seorang kakek tua duduk di kayu langit-langit kuil. Ketika kakek tua itu melompat turun, Sakura sontak mundur dengan cepat hingga punggungnya terantuk pilar.

Kakek tua itu nampak sangat kurus dengan janggut yang menutupi setengah wajahnya. Ia juga memiliki rambut putih panjang yang senada dengan janggutnya dan sepertinya ia merupakan mantan shinobi. Karena caranya turun begitu pas dan penuh keyakinan.

"A ... Anda siapa?" Tanya Sakura dengan sedikit ketakutan, "Ba ... Bagaimana bisa anda masuk ke kuil utama wilayah Uchiha?" Sambungnya membuat kakek tua itu terkekeh, sembari mendudukan diri pada salah satu batu besar di tengah kolam yang ada di dalam kuil itu.

"Aku adalah kakek Takashi, cenayang juga penyair cinta yang terkenal di seluruh desa shinobi. Aku memiliki hak khusus untuk berjalan kemanapun aku mau, tidur dimanapun, makan apapun dan mengutarakan apa yang ku mau," jelasnya membuat Sakura semakin bingung.

"La ... Lalu kenapa anda kemari?"

Kakek tua itu tiba-tiba kembali melompat ke hadapannya, membuat Sakura seketika tersentak kaget, "Aku hanya kebetulan lewat dan mendengar jika anak konyol itu akan kembali kemari,"

"Anak konyol? Siapa?"

Kakek tua itu seketika berputar seperti baling-baling lalu duduk bersila di tengah kuil, sembari mengangkat kedua tangannya seperti orang yang tengah bersemedi, "Umurku sudah dua ratus tahun tentu aku lupa siapa namanya, tapi anak itu selalu duduk di sini dengan posisi seperti ini,"

"Apa yang anda maksud Itachi? Karena hanya dia yang selalu seperti itu,"

"Ah ya benar, Hikari!" Pekiknya sembari mengacungkan jempol pada gadis itu.

"Ano ... Bukan Hikari tapi I ... Ta ... Chi ... " Jelas Sakura sembari menggerakan jemarinya, mengisyaratkan setiap huruf nama sulung Uchiha itu.

"Oh Itachi? Maaf kupingku kemasukan koin kemarin saat aku menenggelamkan kepala di kolam untuk mendengar bisikan kami-sama," Ucap kakek tua itu dengan tawa anehnya.

Tiba-tiba ia berdiri lalu menatap pada kolam teratai di luar kuil, "Bisakah kau antar aku ke sana? Aku akan membantumu berbicara dengan kami-sama sebagai bayarannya,"

Perkataannya yang semakin aneh membuat Sakura semakin yakin jika orang ini memang tidak waras. ia pun perlahan berdiri lalu berbalik tak memperdulikannya. Namun, saat ia akan berjalan pergi suara hentakan tongkat kakek itu menghentikan langkahnya.

"Kolam itu masih sangat indah seperti dahulu, tapi sayang anak konyol itu selalu mengatakan jika istrinya lebih indah dari sebuah kolam. Kami-sama maafkan kebutaan anak itu," Gumamnya membuat Sakura mulai merasa tertarik, karena sepertinya ia sudah mengenal lama Itachi dan mungkin ia bisa mengorek beberapa informasi darinya.

Sakura perlahan mendekati kakek tua itu dengan begitu berhati-hati, "Ano ... Sepertinya anda sudah mengenal Itachi cukup lama. Apa anda bisa menceritakan tentangnya? Saya akan mengantar anda jika mau bercerita sedikit tentang Itachi,"

Saat kakek tua itu melirik, netra emeraldnya seketika terbelalak melihat mata kiri kakek itu mengguratkan bekas luka memanjang. Ia sepertinya mengenal mata itu, namun entah kenapa ia sangat sulit mengingatnya.

Tiba-tiba kakek itu kembali mengejutkan lamunannya, dengan mengangkat telunjuknya tepat di hadapan wajah Sakura, "Kau ini siapa?" Tanyanya membuat gadis musim semi itu mengernyit.

"Aku Uchiha Sakura, kenapa?"

Kakek tua itu kini menengok lagi pada kolam teratai di hadapannya, "Seingatku Fugaku tidak punya anak perempuan. Apa kau ..." Ucapnya sembari mengarahkan telunjuknya ke hadapan wajah gadis itu lagi.

"Maaf tapi sepertinya pemikiran anda salah, saya istri dari Itachi,"

Kakek tua itu seketika menyunggingkan senyumnya lalu bertepuk tangan, "Ah kau istri dari anak konyol itu? Aku tidak percaya .... Sungguh! Hahahah," Teriaknya sembari tertawa terbahak-bahak hingga terbatuk-batuk.

"Ohok ... Ohok ....  Aduh maaf itu tadi sangat lucu," Ucapnya lagi sembari menyeka matanya yang basah.

"Apa maksud anda? Ini bukan gurauan, saya memang istri dari Itachi,"

Mendengar itu, sang kakek tua seketika berhenti tertawa dan menatapnya dengan  begitu lekat. Telunjuknya kini ia arahkan pada pipi gadis itu lalu menyentuhnya, "Kau tidak memakai riasan apapun berarti penglihatanku ini benar,"

"Kakek tolong jelaskan apa maksud anda jangan buat saya pusing," Gerutunya membuat kakek tua itu malah melayangkan tatapan bingung sekaligus penuh tanya pada Sakura.

"Seharusnya aku yang pusing!" Teriaknya sembari mengetukan tongkatnya dengan kencang lalu duduk bersila dan bersedekap, "Terakhir kali aku bertemu anak konyol itu seratus tahun yang lalu. Ia maupun istrinya pasti sudah kisut tapi kau itu terlihat sangat muda, apa kau selirnya atau anaknya?"

Suara gemeretak kepalan kekesalan pada tangannya membuat kakek tua itu mengernyit bingung, "Apa? Jika kau ingin memberikan permen itu berikan saja padaku, jangan di genggam kuat nanti hancur dan tidak enak lagi," ucapnya sembari terkekeh.

"Itachi masih berusia 27 tahun, shannaro! Aku juga istri sahnya! Apa kau benar-benar tidak waras shannaro!" Teriaknya sembari melayangkan tinjuan pada lantai di sisi kakek tua itu hingga terbelah menjadi dua, "Ini adalah permen yang ingin ku berikan. Maaf saya sedang banyak urusan," Ucapnya yang segera bangkit berdiri dan berjalan dengan cepat menjauh darinya.

"Di kehidupan yang lalu maupun kini, hati adalah jembatan penghubung yang sangat kuat diantara insan yang sudah terikat benang merah. Sekalipun ingatan akan kenangan kebersamaan itu hancur, hati akan tetap bisa mengenali bagian dirinya sendiri. Dewa-dewi yang menciptakan pun selalu iri dengan ciptaanya sendiri," Senandung kakek tua itu membuat Sakura seketika terhenti, karena ia merasa sedikit mengenali senandung itu.

Saat ia kembali berbalik, kakek tua itu ternyata masih menatapnya sembari tersenyum aneh, "Sang Tuan telah menorehkan warna cinta di hati gadis itu hingga ia tak bisa melepaskan diri dari pesonanya. Mereka akan abadi dalam ikatan benang merah,"

"Lagu apa yang kau nyanyikan?" Tanya Sakura yang kini terlihat sangat penasaran.

"Lagu yang selalu di nyanyikan setiap tahun baru di wilayah ini,"

"Aku tak mengerti,"

Trak!

"Ittai!" Gerutu Sakura saat tongkat kakek itu mengetuk keningnya.

"Kau itu sudah berapa lama tinggal di sini sampai lagu itu tak kau kenal hah?"

"Orang bilang empat tahun tapi mungkin lebih. Aku tak tahu karena ingatanku hilang," Ucapnya yang seketika mulai merasa kembali sedih.

"Ahhh ingatanmu hilang?" Tanyanya yang seketika di jawab anggukan pelan, "Pantas saja aku tidak merasakan aura Yang darimu. Tadi sosok hitam itu bilang kalau anak konyol itu akan pulang kan? Lalu kenapa kau masih di sini? Sebagai seorang istri kau seharusnya menyambut kedatangannya di gerbang desa kan?"

Sakura seketika berbalik memunggunginya lagi sembari meremas ujung pakaiannya, "Aku tidak bisa,"

Kakek tua itu tiba-tiba bergerak dengan cepat ke hadapannya, membuat Sakura kembali tersentak kaget hingga hampir terjatuh, "Kenapa? Apa kalian tengah bertengkar?"

Gadis itu dengan cepat menggeleng lalu memalingkan wajahnya, "Tidak, kami tidak pernah bertengkar,"

"Biar ku tebak. Kau merasa tidak enak dan bersalah kan karena anak konyol itu memperlakukanmu sangat-sangat tinggi, melebihi tingginya mahkota yang ia kenakan?"

"Itachi tidak memakai mahkota, anda kira ini jaman batu, shannaro!"

"Aku hanya mengibaratkannya anak nakal!" Omelnya lagi sembari mengetukan tongkatnya pada kening Sakura.

"Ittai! Kakek ini sebenarnya mau apa kemari?"

"Serius kau ingin tahu?" Tanyanya yang seketika di jawab anggukan, "Aku di beri bunga Higanbana ini oleh kami-sama, ia mengisyaratkan jika anak konyol itu akan mati sebentar lagi. Jadi aku kemari untuk memberitahunya agar berhati-hati dalam melangkah,"

Sakura seketika ternganga tak percaya mendengar hal itu. Jantungnya seketika terasa berhenti berdetak beberapa saat, "Ba .... Bagaimana bisa! Itachi bahkan tidak bisa di dekati oleh orang yang tak di izinkan olehnya!" Teriaknya dengan wajah yang begitu syok.

"Ah aku lupa kalau kau hilang ingatan jadi mana mungkin percaya pada ucapanku. Tapi yang pasti ramalanku tidak pernah salah karena aku sahabat dari dewa takdir," Ucapnya sembari tertawa dengan keras.

Sakura pun mulai gemetar mendengar
ucap kakek tua itu. Entah kenapa hatinya merasa begitu percaya pada bualannya, "La ... Lalu apa dewa takdir juga memberitahu apa yang harus ku lakukan sekarang?"

Kakek tua itu lagi-lagi menyunggingkan senyumnya sembari mengeluarkan kain merah yang merupakan jubah milik Itachi dari balik pakaiannya, lalu menyodorkannya pada gadis itu, "Kau hanya perlu berpura-pura tidak tahu apa yang kau dengar hari ini. Karena jika ada yang tahu mereka hanya akan menganggapmu gila atau lebih parahnya kau akan di tuduh merencanakan kematian itu. Dan jika kau ingin menebus kesalahanmu padanya di masa lalu, maka jadilah istri yang baik. Dengan kata lain berikanlah ia kenangan terindah sebelum kematiannya,"

Sakura perlahan menerima jubah itu lalu memeluknya dengan erat. Saat ia akan bertanya lagi sang kakek sudah tidak ada di sana dan meninggalkan bunga Higanbana itu di hadapannya.

*****

Tiga jam kemudian, kabar kedatangan Itachi yang lebih cepat dari prakiraan terdengar menggema dengan begitu lantang di seluruh penjuru tempat wilayah klan Uchiha. Manik emerald sang gadis musim semi yang masih berkaca-kaca kini kembali menatap jubah merah di pangkuannya.

Dengan lembut juga penuh keraguan jemarinya menyentuh setiap inchi jubah itu di iringi tetes air mata yang terus jatuh dari pipinya. Entah kenapa saat ia menatap bunga kematian itu, hatinya semakin yakin jika ucapan kakek itu memang benar.

Ia yang kini lebih yakin dengan penjelesan rekannya pun perlahan bangkit berdiri lalu berlari keluar dengan cepat sembari terus menyeka matanya yang basah. Kini ia takkan ragu lagi untuk mengabdi juga memihak Itachi.

Bukan karena ucapan orang lain atau bualan Junichi. Tapi karena hatinya yang mengatakan itu, mulai saat ini ia bertekad akan terus percaya pada hati juga orang-orang terdekatnya.

Para anbu yang melihatnya berlari dengan begitu tergesa pun segera mengikutinya dan terus memperingatkan Sakura agar tidak terlalu cepat berlari agar tak jatuh. Namun, gadis musim semi itu tak mendengar peringatan mereka, karena ia tengah benar-benar merasa bahagia.

Para masyarakat yang melihatnya begitu bahagia, seketika tersenyum lalu saling berbisik. Apalagi saat melihat para anbu yang mengejarnya kini mulai kewalahan, karena langkah gadis itu lebih cepat dari mereka.

Itachi yang masih berlari menuju gerbang seketika terhenti saat melihat sosok istrinya tengah berlari begitu cepat ke arahnya dan tiba-tiba melompat pada pelukannya sembari tertawa kecil, "Okaeri anata," Ucapnya dengan begitu bersemangat.

Firasat buruk kini menghinggapi benak sulung Uchiha itu. Saat ia menurunkan gadis itu dari gendongannya, Itachi semakin curiga jika istrinya itu sudah mempersiapkan sesuatu yang mengerikan karena ia tidak sempat mengirim surat juga sangat terlambat saat pulang.

"Hey ... Kenapa kau diam saja?" Tanyanya sembari menyentuh pipinya, hingga pria itu terkejut.

"Ehmm tadaima," Ucapnya dengan gugup, sembari bersiaga kalau-kalau Sakura sudah menyiapkan jebakan atau melayangkan bogeman kekesalannya di balik sikap manisnya ini.

Sakura seketika mengernyit bingung dengan ucapan sulung Uchiha itu, "Telat! Aku sudah mengatakan Okaeri duluan tadi, shannaro,"

Sulung Uchiha itu kembali panik karen salah berucap. Saat ia melihat Sakura mulai mengepalkan tangannya, ia buru-buru memalingkan wajahnya. Karena ia tidak mau wajahnya jadi sasaran pukulan Sakura, sebab besok ia harus menghadiri rapat penting.

Namun, perkiraan negatifnya sangat meleset jauh. Karena gadis musim semi itu malah kembali memeluknya dan membuat para anbu di belakang mereka sontak berbalik memunggungi keduanya, "Okaeri, anata," jawabnya dengan nada yang begitu manis hingga membuat semburat kemerahan telukis di wajah sulung Uchiha itu.

Manik onyxnya kini melihat pada masyarakat yang tengah berbisik dengan senyuman jahil, membuat Itachi tak nyaman dan perlahan melepas pelukan gadis itu.

"Ada banyak orang di sini," Bisiknya, membuat gadis itu perlahan melepas pelukannya.

"Aku tidak perduli," Jawabnya sembari menyampirkan jubah merah itu pada bahunya.

Tiba-tiba jemari sulung Uchiha itu terulur, mengusap lembut pipinya dengan tatapan penuh tanya, "Kau habis menangis? Siapa yang membuatmu menangis?"

Sakura yang tak ingin menjawabnya pun segera menggenggam tangan pria itu lalu mengecupnya, "Aku menangis karena begitu merindukanmu," Ucapnya membuat masyarakat mulai gaduh.

Itachi yang merasa ada yang tidak beres dengannya pun, segera menggenggam tangan gadis itu dan segera membawanya pulang. Sebelum ia melakukan hal aneh lain yang membuatnya jantungan juga salah tingkah, karena masyarakat terus menatap mereka.

Sikap tenang gadis itu saat perjalanan menuju rumah membuat Itachi merasa semakin curiga dan tak nyaman. Biasanya ia akan terus mengoceh atau membuat sedikit ulah yang membuatnya terhibur, tapi kali ini ia bahkan tidak bertingkah atau membuka mulutnya sedikitpun.

Genggaman tangannya yang begitu erat dan tak terlepas sedikitpun membuat Itachi beberapa kali terus melirik padanya. Hanya untuk memastikan apa gadis di sisinya ini benar istrinya atau bukan.

Merasa terus di perhatikan Sakura tiba-tiba mendongak, menatapnya dengan bingung. Hingga pria itu tersentak kaget dan langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Aku hanya tidak mengerti kenapa kau bisa setenang ini,"

Gadis itu pun tersenyum simpuln lalu memeluk tangan Itachi, "Tetua kuil pernah bilang jika sifat seorang pria akan menurun pada wanitanya setelah mereka menikah. Maka dari itu aku akan menjadi tenang dan tak banyak bicara sepertimu," Jelasnya sembari menggerakan salah satu tangannya, mengisyaratkan jika ia akan mengunci bibirnya sembari tersenyum.

Sang sulung Uchiha yang kini sudah terlalu lelah hanya bisa mengangguk. Karena jika ia bertanya atau mendebatnya, maka masalah besar akan terjadi.

Aroma lavender yang menguar ke luar rumah membuat Itachi kini mulai menyimpulkan beberapa hal pada fikirannya. Saat ia akan membersihkan katana nya, Sakura tiba-tiba mengambil senjata kesayangannya itu lalu membawanya ke halaman belakang untuk di bersihkan bersama beberapa senjata lainnya yang ia pakai kemarin.

Sembari memperhatikan dan menganalisis gelagat aneh gadis itu  Itachi pun duduk bertopang dagu di meja makan sembari meneguk beberapa gelas, soju nya agar rasa sakit di kepalanya hilang.

"Anata!"

Teriakannya yang tidak terlalu bising ... Panggilan yang jarang ia gunakan kini ia ucapkan setiap kali bicara ... Benar-benar membuat Itachi semakin sakit kepala. Sepertinya ia akan menemui tiga orang biang kerok yang di perkirakan telah membuat Sakura berubah drastis nanti malam.

"Anata," Suara itu kini semakin jelas mendekatinya.

Sulung Uchiha itu pun perlahan membuka matanya dan melihat Sakura sudah ada sisinya, "Hmm? Ada apa?"

"Aku sudah menyiapkan air panas untukmu. Kau bisa mandi sekarang,"

Saat ia akan membuka rompi hijaunya, Sakura tiba-tiba bergerak ke sisinya dan membantunya melepaskan rompi juga pakaiannya. Saat ia akan membuka hitae-ate nya Itachi buru-buru berdiri dan mendongak, menatap pada langit-langit agar gadis itu tidak bisa menggapainya.

Saat Sakura akan menarik bangku kecil di sisinya, Itachi tiba-tiba menahan pinggangnya dan menariknya lebih dekat. Manik onyxnya kini bergulir menatap Sakura yang seketika tertunduk malu, "Kenapa kau melakukan semua ini?"

"Aku hanya melakukan kewajibanku sebagai seorang istri,"

"Istri? Aku tidak yakin kalau istriku akan melakukan hal seperti ini. Istriku adalah orang yang selalu bertindak seenaknya, aku jadi curiga kalau kau bunshin atau orang yang tengah menyamar," Ucapnya sembari mengerling jahil, membuat gadis itu melotot tak percaya.

"Apa kau meragukanku, shannaro?"

"Hmm, ya bisa di bilang seperti itu. Tapi jika kau memang benar istriku, ambilah hitae-ate ku tanpa bangku atau apapun itu," Titahnya sembari mendongak lebih tinggi.

Tiba-tiba tangan gadis itu memegang kedua pipinya, lalu berjinjit dan mencium bibirnya dengan cepat hingga sulung Uchiha itu terkejut. Saat ia akan melumat bibirnya, Sakura tiba-tiba mundur. Melepaskan dirinya sembari mengacungkan hitae-ate yang telah berhasil ia ambil, "Aku sudah mendapatkannya," Ucapnya sembari tersenyum bangga, lalu pergi dengan cepat ke kamar mereka.

"Sepertinya ingatanmu mulai pulih," Gumamnya sembari tersenyum simpul lalu mengambil handuk yang sudah tersimpan di meja.

Saat ia baru masuk ke kamar mandi, tiba-tiba pintu terbuka dengan kencang. Sakura pun segera turun dari kamarnya dan seketika terkejut melihat Sasuke tengah membuka alas kakinya dengan begitu tergesa.

"Sasuke? Kau kenapa?" Tanyanya sembari mendekati pria itu.

"A .... Ano ... Uhm ... " Gumam Sasuke sembari menggaruk kepalanya dan melihat kesana kemari, seperti tengah di landa kebingungan besar.

"Ada apa? Kau terlihat seperti kucing yang baru mencuri ikan," Tanya Itachi yang tiba-tiba keluar dari kamar mandi, dengan tubuh masih sedikit basah.

"I ... Itachi-nii, bisa kita bicara berdua saja?" Cicitnya membuat sulung Uchiha itu mengernyit bingung.

Ia pun segera melirik pada jam di sisinya lalu mengangguk pelan, "Nee, pukul satu malam temui aku di atap,"

"Are! Aku ingin bicara sekarang,"

"Setelah makan aku harus pergi ke kantor hokage. Kakashi pasti sudah sekarat sekarang," Ucapnya sembari terkekeh dan langsung kembali masuk ke kamar mandi.

Bungsu Uchiha itu pun seketika mendecih kesal, lalu melirik pada Sakura yang tengah menyiapkan makanan di meja. Dengan begitu ragu ia menghampirinya dan duduk di salah satu kursi.

"Sa ... Sakura," Panggilnya membuat gadis itu menoleh.

"Ada apa?"

"Apa aku bisa minta tolong?"

"Nee, selama itu masuk di akal. Aku akan membantumu,"

Sasuke tiba-tiba kembali menjadi ragu dengan semua pertanyaan juga keinginan yang ada di fikirannya. Ia yang tak yakin bisa mengatakan ini pada Sakura pun tiba-tiba berlari begitu saja ke kamarnya dan tak kembali lagi.

Selang beberapa menit Itachi pun keluar dari kamar mandi, dengan tubuh yang lebih segar. Saat Sakura akan memanggil Sasuke untuk ikut makan malam bersama seperti biasa. Itachi segera menghentikannya karena bungsu Uchiha itu tidak ada di kamarnya, mungkin ia kabur lewat jendela tadi.

Saat mereka mulai makan, Sakura terlihat beberpakali melirik pada Itachi yang terus diam tak seperti biasanya. Matanya juga nampak terus tertunduk begitu fokus pada makanan yang hanya ia kocek-kocek saja.

"Anata?" Panggilnya, namun sulung Uchiha itu sepertinya tengah melamun hingga tak menoleh sedikitpun.

"Itachi?" Ulangnya dan benar dugaannya. Itachi nampak sangat terkejut saat Sakura menyentuh tangannya.

"Uhm ... Maaf. Kenapa?" Tanyanya yang kini terlihat begitu gugup.

"Kenapa apa? Aku hanya memanggilmu,"

"Oh, ku kira kau tengah membicarakan sesuatu," Ucapnya sembari kembali tertunduk fokus memakan makanannya.

Dengan lembut Sakura menggenggam pergelangan tangannya, membuat Itachi langsung melayangkan tatapan penuh tanya, "Apa ada yang ingin kau bicarakan Sakura?"

"Kau terus melamun, ada apa?"

"Aku hanya mengantuk,"

"Kau yakin?" Tanyanya membuat manik onyx itu bergulir ke arah lain, seolah menghindari pembicaraan.

Perlahan Sakura menyentuh pipinya lalu mengarahkannya agar mereka menatap satu sama lain lagi, "Katakan saja mungkin aku bisa membantu,"

Keraguan kini tergambar jelas dari gerak matanya. Dengan ragu ia pun menggenggam tangan gadis itu, "Kau yakin bisa membantuku?" Tanyanya yang segera di jawab oleh anggukan singkat.

Sembari tersenyum, Itach pun menyentuh pipinya hingga Sakura kembali tersipu, "Jika suatu wilayah memiliki dua pemimpin apa itu wajar?"

"Tidak, itu sangat tidak wajar. Rakyat maupun abdi dalam akan pusing jika itu terjadi,"

Itachi kini kembali melirik ke arah lain, membuat Sakura semakin penasaran dengan apa yang tengah ia fikirkan kini, "Seorang pemimpin memiliki hak menikah lagi sampai tiga kali. Apa pendapatmu?"

Sang gadis musim semi yang lupa dengan aturan itu seketika menundukan pandangannya. Mencoba mencari lagi peraturan yang sempat ia baca pada fikirannya dan setelah beberapa menit terdiam ia akhirnya menenukan jawabannya, "Seorang pemimpin di perbolehkan menikah lagi jika istrinya tidak mampu memenuhi kewajibannya. Sekalipun begitu sang pemimpin tidak di izinkan menceraikan istri utamanya,"

Sulung Uchiha itu kini semakin menundukan pandangannya sembari menghela pelan saat memberi pertanyaan selanjutnya, "Apa kau punya teman yang masih gadis?"

Sakura seketika mengernyit bingung mendengar pertanyaan itu. Perasaanya juga tiba-tiba menjadi tidak enak, "Untuk apa?"

"Untuk di nikahi,"

Mendengar itu Sakura seketika terbeliak kaget. Rasa sakit yang kini menjengit pada hatinya, membuat manik emeraldnya mulai berkaca-kaca. Ia pun segera menundukan pandangannya agar Itachi tak melihat pancaran kesedihan pada matanya.

Sakura benar-benar tidak mengerti dengan apa yang di inginkan Itachi sekarang. Sebagai seorang pemimpin memiliki lebih dari satu istri adalah hal yang sangat terlarang di klan Uchiha. Tapi kenapa dia ingin melanggar tradisi itu?

Mood gadis itu benar-benar hancur saat bayangan Itachi menikahi lagi, terbesit pada benaknya. Sepertinya Itachi memang tidak puas akan dirinya, hingga ia berani melakukan hal ini.

Sakura yang teringat perkataan kakek tua itu pun segera menyingkirkan semua emosi buruk dalam hatinya lalu kembali tersenyum simpul. Jika ini memang akan membuatnya bahagia maka Sakura akan menurutinya dan terus mencoba melapangkan dada, untuk menerima semua ini dan mengganggap semua yang terjadi sebagai bentuk penebusan kesalahannya.

"Kau mau yang seperti apa?" Tanyanya sembari terus menguatkan nada bicaranya yang mulai gemetar.

"Bijaksana, setia, bisa di percaya dan yang paling penting tidak terikat aliansi apapun. Dengan kata lain ia harus gadis biasa,"

Sakura semakin sesak mendengar itu, semua kriteria yang ia sebutkan tak ada satupun yang cocok dengan dirinya. Pantas saja jika Itachi berencana mencari yang lain.

"N ... Nee. Aku akan mencarinya,"

Itachi tiba-tiba tersenyum senang saat mendengar jawabannya. ia pun mendekat ke sisinya lalu mengecup singkat keningnya, "Arigatou-nee. Aku akan memberimu hadiah jika sudah menemukan gadis itu,"

Sakura pun segera mengangguk dan saat ia akan berdiri, tiba-tiba Itachi menarik tangannya hingga ia terjatuh ke pangkuan sulung Uchiha itu.

"Kau menjadi tambah berat," Bisiknya membuat semburat kemerahan terlukis pada pipinya.

"Ini sudah malam jangan mencari ribut. pergilah, katanya kau ingin pergi menemui Kakashi,"

Mendengar itu Itachi malah mengeratkan pelukannya dan menatap dengan serius pada manik emerald gadis itu, "Aku tidak akan pergi sebelum kau menjelaskan apa yang membuatmu berubah seperti ini,"

"Aku sudah menjelaskan alasannya tadi jadi lepaskan aku," Ucapnya namun Itachi malah berdiri menggendongnya dengan kedua tangan.

"Aku masih tidak percaya,"

Itachi tiba-tiba membawanya ke halaman belakang dan langsung melompat, menceburkan diri bersama Sakura ke dalam kolam es. Gadis itu sontak saja terkejut dan langsung keluar dari sana seperti kucing yang takut air. Sementara Itachi malah tertawa terbahak-bahak.

"Bakka! Ini sangat dingin Shannaro! Kau ingin membuatku mati membeku!"

"Kau tidak akan membeku jika terus memelukku," Ucapnya dengan nada jahil sembari memegangnya, mencoba menarik tangan Sakura agar ia masuk lagi ke kolam es itu

"Itachi aku benar-benar lelah," Ucapnya namun Itachi tak memperdulikannya dan langsung menariknya masuk ke kolam itu.

Tanpa memberi jeda untuk berbicara, Sulung Uchiha itu langsung menciumnya dengan begitu lembut. Sakura yang juga menginginkan hal itu hanya bisa diam mengikutinya.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#sakura