04

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ternyata aku bisa menikmati tidur dengan sangat baik, bahkan tidak terbangun sama sekali. Aku langsung bersiap karena aku lupa menanyakan jam kepada Morgan. Setelah siap aku memilih untuk duduk diam di kasur. Tanganku meraih hp yang tidak ada sinyal. Aku langsung membuka gallery hp dan melihat-lihat apa saja di sana.

Kalau di ingat-ingat aku memang belum memotret apa pun di sini, mungkin aku nanti bisa memulai. Gambar terpampang dan terus bergeser perlahan. Entah mengapa aku memfoto hasil jepretan saat dulu. Sampai akhirnya berhenti di sebuah foto yang merupakan usaha orang tuaku untuk menyemangatiku. Mengingat kejadian itu membuatku menjadi lemas.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan. Aku membuka pintu dan melihat Morgan di sana.

"Oh? Sudah bangun? Pagi juga. Mau turun sekarang?" ajak Morgan.

"Oke, aku ambil tas dulu," kataku sambil masuk lagi. Tanganku menatap hp yang masih aku genggam sebelum akhirnya memasukan ke dalam tas ransel lalu berjalan keluar.

Kami kembali menikmati sarapan di tempat makan satu-satunya dengan menu yang sama. Mataku tidak bisa lepas dari sorot mata lega yang dikeluarkan oleh wanita, yang kemarin dipanggil Jo sebagai "Em", itu. Sayangnya ini tidak bisa aku ceritakan kepada Morgan sebelum aku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Selamat pagi! Kalian bangunnya sangat pagi ya," sapa Jo dengan senyuman.

"Tentu saja! Hari baru! Pencarian baru!" seru Morgan ceria.

"Kalian masih mencari mengenai itu?" tanya Jo sambil tertawa pelan.

Aku mengirim sinyal pandangan ke Morgan yang ternyata juga melihatku. Itu artinya kami sama-sama bingung, apa dia tahu sebenarnya yang sedang kami cari?

"Lalu apa yang akan kalian lakukan hari ini?" tanya Jo yang kembali duduk di sampingku.

"Kami akan kembali ke desa sebelah," kataku sebelum kembali menyuap makanan ke dalam mulut.

"Kalian ... akan ke sana?" tanya Jo dan terlihat ekspresinya menjadi lebih muram.

"Itu benar. Kami akan mengecek kembali apa ada hal yang terlewati. Kemarin kami tidak mendapatkan apa pun jadi sekarang akan mengecek desa itu sekali lagi," kata Morgan yang telah selesai dengan sarapannya terlebih dahulu.

Jo memutuskan kontak mata ke arahku atau pun Morgan. "Begitu .... "

"Apa ada sesuatu?" tanya Morgan.

"Tidak! Bukan apa-apa!" seru Jo panik.

Pasti ada apa-apa. "Aku sudah selesai, mau jalan sekarang?" tanyaku sambil melihat ke arah Morgan.

"Ide bagus, kalau begitu kami permisi dulu," kata Morgan sambil mengambil menggendong tasnya.

Aku menunggu Morgan jalan terlebih dahulu, baru aku menyusulnya. Baru saja aku mengambil beberapa langkah, tanganku di tahan.

"Na!" Kepalaku melihat kebelakang dan terlihat Jo yang ketakutan. Aku bisa merasakan tangannya yang dingin itu bergetar.

"Apa ... ada yang bisaku bantu?" tanyaku bingung. Mungkin dia butuh sesuatu untuk menghangatkan diri misalnya? Tangannya dingin sekali.

Jo menatapku dalam diam. Sebenarnya di posisi ini aku bisa saja menjadi heroin yang malu-malu, tetapi sorot matanya bukan mengatakan hal yang indah. Aku benar-benar ingin mengecek orang-orang ini tetapi itu bukan sesuatu yang sopan untuk seseorang yang hanya numpang.

"Tidak, bukan apa-apa. Maaf menahanmu," kata Jo yang akhirnya melepaskan genggaman dengan lemas. "Hati-hati," lanjutnya dengan nada sedih.

Aku mengangguk kecil. "Kami pergi dulu."

Setelah berbalik dan cukup jauh dari Jo, Morgan langsung mendekatiku dan berbisik. "Pasti ada sesuatu."

"Setuju," balasku, ikut berbisik.

"Ya sudah, nanti kita maksimalkan pencarian kita di sana. Lalu besok kita bisa kembali melanjutkan berkeliling sambil bertanya-tanya. Sepertinya kita belum berkenalan dengan semua orang di sini," kata Morgan yang kembali menjaga jarak kami. Aku membalas perkataan Morgan hanya dengan anggukan karena kami saling bertatapan.

Sesampainya kami di desa yang berada di berita ini Morgan langsung berapi-api. Coba saja kalau dia benar-benar keluar api, aku akan menghangatkan diri kepadanya.

"Ayo semangat! Kita akan cari apa pun yang ada kemungkinan memberikan petunjuk!" seru Morgan bahagia. "Helena, tolong cari dari toko sana, sedangkan aku akan mulai mencari dari ujung sini. Kalau ada sesuatu yang menarik panggil saja aku!" kata Morgan yang hanya aku balas anggukan.

Kami mulai bubar jalan, Morgan mengambil jalan di sebelah kanan dan aku sebelah kiri. Toko yang aku periksa adalah toko penjual cemilan dan makanan ringan. Terdengar suara sepatuku yang terkena akar merah yang tidak terlalu tebal. Mataku menyusuri tempat di dalamnya, ada segelintir toples kaca yang pecah sedangkan yang lainnya masih utuh dengan isi di dalamnya.

Perlahan, aku mencoba masuk lebih dalam lagi. Di dalamya terlihat seperti sebuah rumah biasa. Ini hanya sebuah rumah yang sudah di tinggal lama. Mataku melihat bingkai foto kecil yang berada di salah satu meja. Sebuah keluarga yang terdiri dari tiga orang saling tersenyum ke arah kamera. Sungguh, tidak ada bedanya.

Setelah aku mengecek kembali bahwa tidak ada sesuatu yang aneh, aku beranjak dari tempat itu menuju ke toko selanjutnya. Sebuah perpustakaan kecil yang juga merupakan tempat berjualan buku. Kembali aku masuk dengan perlahan ke dalam dan melihat isi di dalam. Beberapa rak buku seperti dipeluk oleh akar berwarna merah tua dan juga ada beberapa yang sudah pecah, tepatnya di dekat pintu masuk dan di dekat jendela.

Tanganku iseng meraih sebuah buku dan membacanya cepat, atau lebih tepatnya hanya melihat gambar di dalamnya. Karena ingat waktu yang terbatas aku kembali melihat-lihat sekeliling. Pertama aku melihat apakah dari judul-judul buku yang ada di sini terlihat aneh atau tidak. Setelah itu aku memilih untuk pergi ke meja kasir dan melihat-lihat isi rak dan lacinya. Tidak sengaja pandanganku melihat ke arah sebuah buku bersampul kain berwarna hijau tua yang menarik perhatianku.

"Waa!" Terdengar suara Morgan yang membuatku langsung berlari dari tempatku.

"Ada apa Morgan?!" panggilku sedikit berteriak.

Terlihat Morgan yang terjatuh dengan posisi duduk dan ekspresi kaget di dekat pintu keluar. Matanya yang memancarkan ekspresi horror melihat ke arahku. "I-itu ... tulang."

Aku membulatkan mata dan langsung melihat arah yang ditunjuk Morgan. Ternyata benar itu sebuah tulang lengan manusia. Dadaku langsung merasa sakit dan aku bisa merasakan jantungku berdetak cepat.

"A-apakah di sini ada hantu?" tanya Morgan masih dengan ekspresi ketakutan.

"Tunggu!" Mataku melihat ke arah langit. "Ini masih siang loh!" seruku panik.

"Ha-habisnya! Ada lengan manusia!" seru Morgan ketakutan. "Lalu mereka juga ada di siang hari!

"Tapi jangan mikirin hal mengerikan itu!!" seruku yang juga takut. "Seharusnya detektif berpikir logis kenapa kamu percaya hantu sih?!" seruku kesal.

"Habisnya mereka benar-benar ada!" seru Morgan yang masih setia dengan posisinya. "Tunggu, kalau begitu sebelumnya di sini memang ada keberadaan manusia," kata Morgan yang ekspresinya berpikir.

"Itu ada benarnya," kataku sambil mengulurkan tangan ke Morgan.

Morgan menerima uluran tanganku lalu aku membantunya berdiri. "Lalu apa sudah ada yang ditemukan?" tanya Morgan sambil menepuk-nepuk celananya. "Seperti buku hijau itu misalnya?"

Mataku melihat ke arah pandang Morgan. Ternyata aku masih memegang buku yang tadi aku temukan. "Ini menarik perhatianku dan sebelum aku membukanya, ada sebuah jeritan," kataku dengan senyuman jail.

"Jangan meledekku, kamu juga ketakutan. Mau di buka bersama?" tanya Morgan yang aku balas anggukan.

Kami mendekati salah satu meja yang masih utuh. Aku menekan-nekan kursinya sebelum akhirnya duduk di atasnya. Morgan mulai membuka buku itu yang isinya adalah gambar yang dibuat dengan pensil.

"Ini ketemu di mana?" tanya Morgan sambil melihat-lihat sekilas.

"Di sana, perpustakaan itu. Posisinya sama seperti yang ada di gambar itu," jelasku sambil menunjuk perpustakaan dengan daguku.

"Aku mau lihat!" Morgan langsung berdiri dari tempatnya sambil membawa buku. "Pantas saja Helena panggilnya perpustakaan, di sini mirip perpustakaan," seru Morgan ceria. "Padahal tidak ada plangnya." Morgan melihat sekeliling tempat itu dari daun pintu. "Kita kembali saja ke meja tadi, di dalam kurang cahaya," ajak Morgan lalu kami kembali duduk di tempat semula.

Di buku itu hanya menggambarkan mengenai hiruk pikuk perpustakaan. Ada yang membaca dengan serius, tertawa, berbincang, dan lainnya. Pada setiap lembarnya selalu ada tanggal dan tahun kapan itu di buat dengan sudut gambar yang sama. Seakan-akan gambar itu adalah foto yang diambil tiap hari.

"Sudah selesai?" tanya Morgan saat menemukan lembaran putih kosong. "Dua anak gadis ini sedikit mengangguku," kata Morgan yang kembali membalik halamannya mundur.

"Kenapa?" tanyaku bingung. Padahal di mataku itu hanyalah gambar realistis yang sangat indah.

"Aku pikir salah satu gadis ini adalah pemilik buku harian yang kita temukan. Sedangkan satunya adalah teman yang dia bicarakan," kata Morgan yang kembali merogoh buku harian yang saat itu aku temukan. "Walau pun di sini hanya menggambarkan tanpa memperlihatkan bentuk wajahnya, aku bisa merakan perbedaannya."

"Itu benar. Yang buat sangatlah hebat, pembuat gambar ini berada di level yang berbeda," keluhku sambil menghela nafas pasrah.

"Karena itulah aku bisa tahu, dari buku ini hanya ada dua anak-anak yang masuk ke perpustakaan. Lalu dari tampak buku harian ini kita bisa tahu bahwa ini milik anak-anak," kata Morgan yang mengetuk pelan sampul buku harian.

Aku melihat pergerakan jarinya lalu kembali melihat Morgan. "Lalu? Apa ada clue yang di dapat?"

"Apa ada hubungannya dengan buku yang dia pilih?" tanya Morgan.

"Kalau untuk anak-anak seharusnya buku yang mereka pilih sudah bisa di tebak. Kecuali ... "

"Kecuali?" tanya Morgan.

"Kecuali kalau dia mencoba mencari tahu mengenai orang tuanya. Bukankah di buku harian ada di sebutkan kalau dia mencari tahu mengenai orang tuanya? Kalau dia benar-benar penasaran, setidaknya dia akan datang mencari ke perpustakaan," tebakku.

"Itu ada benarnya, tetapi kenapa ke perpustakaan?" tanya Morgan bingung.

"Bukankah dulu kecil ada ungkapan kalau perpustakaan adalah gudang ilmu?" tanyaku sambil tertawa pelan.

"Kalau memang begitu, petunjuk seharusnya ada di buku harian ini," kata Morgan dengan ekspresi serius.

Aku berdiri dari duduku. "Aku akan mencari hal yang lain lagi. Kalau soal berpikir gitu aku serahkan kepadamu," kataku dengan senyuman jail.

"Oke, mohon bantuannya deh," kata Morgan dengan senyuman pasrah.

Akhirnya kami membagi tugas. Morgan fokus dengan perpustakaan, sedangkan aku mencari hal yang lainnya. Langkahku masuk ke toko kue dengan etalase kecil di depannya. Bahkan di dalam etalase itu masih terlihat piring-piring yang masih tersusun walau tidak ada apa-apa di atasnya. Pada bagian toko tidak ada sesuatu yang aneh, jadi aku meneruskan masuk ke dalam bagian rumah.

Mataku berhenti pada bingkai kecil yang berdiri tegak tanpa adanya foto di sana. Awalnya aku merasa bingung, tetapi aku memilih untuk mengabaikannya. Karena aku rasa tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk aku melangkah keluar menuju tempat lainnya. Sampai akhirnya langit mulai memerah dan kami kembali ke meja yang sebelumnya kami duduki.

"Mendapat sesuatu yang lain?" tanya Morgan yang aku jawab dengan gelengan.

"Bagaimana denganmu? Ada sesuatu yang menarik?" tanyaku.

"Selain buku-buku tua yang belum pernah aku baca, tidak ada lagi yang menarik. Rasanya aku ingin mengambil semuanya untuk di bawa pulang," kata Morgan yang menatap perpusatakaan itu.

"Kacamata tuh ntar tambah tebel," ketaku kesal.

"Tapi aku benar-benar tidak menemukan sesuatu yang membantu, sedikit pun," kata Morgan lemas.

"Walau mengenai pohon merah ini pun?" tanyaku kaget. Morgan menggeleng.

"Sebenarnya aku menemukan sebuah buku tua yang lembarnya disobek, tetapi sobekannya terlalu rapi. Saking rapinya aku tidak tahu satu huruf pun mengenai isi lembar itu," jelas Morgan lalu menghela nafas lemas.

Mataku melirik langit yang mulai gelap dan mengajak Morgan untuk kembali ke penginapan. Kami memilih untuk makan malam di tempat makan lalu langsung kembali ke kamar karena sudah lelah. Saat makan, Morgan mengatakan besok pagi di jam yang sama ia mengajakku untuk berkeliling dan bertanya dengan orang-orang di sini. Sekarang aku sudah selesai mandi dan melemparkan diri ke kasur yang empuk. Rasanya, aku harus menyiapkan mental yang besar untuk esok hari.

.
.
.
.
.

Jadi mulai sekarang saya akan update setiap minggu. Ini dia list ceritanya:

1. The 7 Element Controllers

2. New Daily Life Royal Twins

3. A Little Hope [Revisi]

4. As Blue Sea

5. My Family is Perfect But I'm Not

6. Akar Merah

Itu dia urutannya, bisa dicari setelah saya posting. Mungkin ada perubahan dari tata bahasa dsb-dsb tapi semoga kenyamanan dalam membaca masih bisa dinikmati yaa~

Sampai jumpa kembali :3

-(14/09/23)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro